CHAPTER 3

18 1 0
                                    

Diam adalah pilihan terbaik saat hati hancur namun bibir tak bisa bertutur.

***

"Sayang, maafin papah ya, papah ga bisa jaga cinta papah untuk kamu dan mama. Papa ga bisa mempertahankan keluarga kita lagi, sudah cukup dari dulu papa pura-pura mencintai mama mu, dan sekarang papa udah menemukan wanita yang papa cintai"
Duggggggggg...
Dunianya berhenti, jantungnya berhenti bekerja seketika.

***

"Ren", panggil tary lembut pada rena yang tengah tertidur pulas. "Renata anandita" panggil tary sekali lagi karna rena tak kunjung membuka mata. Tary menatap wajah rena penuh arti, ia tau ada yang sedang rena sembunyikan darinya, ia tau betul sifat rena yang selalu memikul beban hidup nya sendiri. Ia tak pernah mau berbagi cerita dengannya.
Mata tary berhasil menangkap butiran air yang mengalir dari mata rena, ya rena menangis dalam tidurnya. "Ren bangun udah waktunya sholat dzuhur" tary kembali berusaha membangunkan rena, kali ini ia sedikit menepuk pundaknya. "Gue lagi dapet tar, gue dikelas aja ya" balas rena tanpa membuka matanya. Biasanya ia akan semangat pergi ke mushola sekolahnya walaupun lagi dapet tamu bulanan, ia akan sengaja mengantar sahabatnya dan menunggu hingga sahabatnya selesai sholat. "Itung-itung cuci mata", kata yang selalu rena ucapkan ketika lagi dapet tapi pengen ke mushola.
"Yaudah gue sholat dulu ya, abis itu gue ke kelas lagi" ucap tary sambil beranjak dari kursinya. Rena hanya mengangguk lemas menandakan iya menyetujui perkataan tary. "Sebenarnya rena kenapa sih? Ko jadi murung gitu" batin tary lirih.

***

"Ko mimpinya gitu sih" batin rena lirih. Ia melihat ke sekilingnya. Tak ada seorangpun disana. Perlahan ia menjatuhkan butiran air matanya, rena melipat kedua tangannya diatas meja lalu menjatuhkan kepala diatasnya. Ia tak ingin ada orang lain yang melihatnya menangis.
Disisi lain ada seorang pria yang memperhatikan bagaimana ia menahan tangisnya diambang jendela. Pria dengan tubuh tinggi kekar dan berkulit sawo mateng itu memperhatikan dengan jelas ekspresi penuh luka diwajah rena. "Kalo gue samperin dia marah ga ya?" gumam raga dalam hati, ia tidak tega melihat wanita secantik rena menangis sendirian dikelas.
Setelah beberapa menit raga mengumpulkan niat dan keberaniannya untuk menghampiri rena, akhirnya kakinya berhasil melangkah hingga mendekati tubuh mungil rena. Perlahan ia duduk disamping, ia berusaha tidak mengeluarkan bunyi terlalu keras agar tidak mengganggu rena.
"Lo ga papa kan?" ucap raga dengan ragu dan hati-hati. "Cewek rese lo ga papa kan?" tanya raga sekali lagi karna tak mendapat jawaban apapun dari rena. "Ini orang budek apa gimana ya, ga nyaut-nyaut dari tadi. Biasanya langsung ngegas" gerutu raga karna merasa dicuekin oleh rena, boro-boro dapet jawaban, pergerakan tubuh aja ga ada. "Hey" kali ini raga sedikit mengguncangkan tubuh rena. Bukan tatapan tajam atau raut muka benci yang raga lihat, tapi wajah pucat dan mata terpejam yang dilihat raga.
Raga menyenderkan tubuh rena pada bahunya, menepuk pipinya lembut untuk beberapa kali. Berharap rena akan membuka mata setelah itu. Namun hasilnya nihil, rena tidak juga bangun dari pingsannya.
Raga khawatir melihat kondisi rena saat ini. tubuh lemas, wajah pucat, mata yang masih terpejam. Ia memutuskan untuk membawa rena ke UKS, ia menggendong tubuh mungil rena dengan mudah. Ia sama sekali tidak keberatan dengan tubuh rena. Sepanjang perjalanan ke UKS, banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, ada yang menatap dengan berbinar karna sosweet, ada juga yang menatap sinis karena ingin berada diposisi rena.
"Rena ga papa, ia hanya kecapean dan kurang minum air putih. Jangan biarkan dia banyak fikiran dan telat makan" jelas bu citra, dokter UKS SMA GARUDA. "Raga, fisiknya lemah. jaga dia baik-baik agar tidak cepat drop" tutur bu citra pada raga yang tengah sibuk memperhatikan rena. "Gue ga nyangka cewek secerewet dan segalak lo bisa terbaring lemah kayak gini" batin raga.
"Ga rena gmna?", tanya tary yang mengetahui kalau rena dibawa ke UKS oleh raga. "Ohh jadi namanya rena" gumam raga. "Ga rena gimana?" tanya tary sekali lagi karna tidak mendapat jawaban sebelumnya dari raga. "Dia cuman kecapean" jawab raga dengan tatapan masih fokus pada rena.
"Akhirnya lo sadar juga ren, gue khawatir banget sama lo. Lo kenapa ko bisa pingsan gini? Biasanya lo ga pernah gini loh" cerocos tary setelah menyaksikan rena membuka matanya. "Gue ga papa ko tar" jawab rena sambil tersenyum manis. Tapi senyuman itu tidak menutupi wajah pucatnya. Tary langsung memeluk tubuh rena, ia tau sahabatnya ga akan menceritakan apapun pada dirinya.
Raga yang menyaksikan peristiwa itu tidak mengeluarkan sepatah katapun. Ia tak ingin merusak suasana haru antara kedua sahabat ini. "Ga makasih ya lo udah bawa rena ke UKS", ucap tary sambil melepas pelukannya dengan rena. "Jadi lo yang bawa gue kesini" gas rena pada raga. "Udah gue tolongin masih aja ngegas" balas raga pada rena. "Iya ren, ucapin makasih kek sama raga" ucap tary sambil memegang bahu rena. "Makasih" ucap rena dengan nada ketus dan sedikit terpaksa. "Hah, gue ga denger" balas raga dengan nada meledek dan mendekatkan kupingnya ke wajah rena. "Makasih" ucap rena sekali lagi. "Kurang kenceng" balas raga dengan lebih mendekatkan kupingnya ke wajah rena. "Apaan sih lo" jawab rena sambil mendorong kepala raga agar menjauh dari wajahnya.
"Ko jantung gue balapan ya, kenceng banget detakan nya" batin raga.

ShvsjdjbchcbfhduwgkskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang