Hand Sanitizer

18 4 0
                                    

Malam itu, langit mendung. Bulan yang kuharapkan akan bersinar terang, kini tertutup awan gelap. Padahal kemarin bersinar begitu indahnya. Entah mengapa suasana hatiku sedikit memburuk.

"Sayang, mau Mama ajak gak? "Suara Mama tiba-tiba menggema dipendengaran. Memecah lamunanku yang sedari tadi menatap langit mendung di balkon kamar.

"Kemana, Ma? "Tanyaku balik, lalu menatap malaikat tak bersayap itu.

"Ke swalayan, Mama mau beli celana buat Papa. Katanya pengen celana baru. Papamu itu ada-ada saja. "Ucap Mama sambil menggerutu.

Papaku memang seperti itu, sedikit manja. Tapi, menurutku lebih manja Mama. Walaupun aku juga perempuan yang tentu punya sifat itu. Kurasa aku berada di tengah-tengah mereka.

"Oke. Aku siap-siap dulu. "Izinku lalu beranjak ke almari di sudut kamar.

"Mama tunggu di teras. "Mama tersenyum sebelum meninggalkan kamarku.

Aku segera bergegas mengganti baju dan memakai jaket hitam favoritku. Setelahnya aku menyusul Mama yang sudah berada di halaman. Kami pun langsung berangkat menuju swalayan dengan berjalan kaki. Jaraknya memang cukup dekat dari rumah kami.

"Mama mau milih-milih dulu, ya. Kamu katanya mau beli topi, kan? "
Ucap Mama yang langsung sigap menuju bagian celana sesampainya kami di swalayan.

"Iya, Ma. "

"Gak usah lama-lama. "Pesan Mama sebelum aku beranjak pergi.

"Mama aja yang kelamaan. "Balasku sembari menyengir dan berlalu begitu saja. Kulihat dari kejauhan Mama terlihat tak terima dengan ucapanku dan sedikit menggerutu.

Tak butuh waktu lama bagiku untuk memilih topi yang ingin kubeli. Yang kuinginkan hanyalah sebuah topi hitam polos. Usainya aku menghampiri Mama yang sudah mengantri di kasir.

"Sekarang yang lama siapa? "Mama menyindirku.

"Iya deh, Ma. Mama menang. Ampun, Ma. "Aku mengaku kalah. Jika berdebat dengan Mama, sampai besok pun tak akan selesai. Kecuali Mama mengeluarkan jurus andalannya, mengungkapkan kecerobohan lawan debatnya hingga membuatnya malu.

"Sebelum pulang, mampir beli sirup dulu, yuk. Di rumah udah habis, "Kata Mama setelah kami membayar di kasir. Aku mengangguk setuju. "Kalau mau beli makanan, boleh. Tapi, jangan banyak-banyak. "Ucapnya sebelum pergi mencari sirup.

"Iya-iya, Ma. "

Aku memlih untuk jalan-jalan melihat produk baru atau yang menjadi favoritku. Apakah masih dijual atau tidak, atau malah ada produk baru? Jangan heran, itu memang kebiasaan anehku. Aku mengunjungi rak yang berisikan aneka sabun yang membersihkan dan merawat badan. Seperti sampo, conditioner, handwash, bodywash, hand sanitizer, dan lain-lain.

"Sepertinya hand sanitizer favoritku sudah habis. Atau jangan-jangan sudah tidak dijual lagi? "Ucapku pada diri-sendiri. Aku mengangkat kepala guna melihat tempat para hand sanitizer itu diletakkan.

Aku memang suka membawa hand sanitizer kemana-mana. Untuk menjaga kebersihan saja. Lagipula aku adalah tipe orang yang risih.

'Duk. '

Punggungku menabrak seseorang ketika aku berjalan mundur. Aku pun berbalik untuk melihatnya. Ternyata ia adalah karyawan di swalayan itu.

"Ah..., maaf, Mas. Gak sengaja. Gak apa-apa kan, Mas? "Aku tersenyum meminta maaf padanya.

"Iya, gak apa-apa, Mbak. "Jawab laki-laki itu dengan senyuman.

Entah mengapa senyumanku menjadi canggung. Jantungku berdetak seakan-akan mau meledak. Aku menatap laki-laki itu. Wajahnya sedikit kikuk.

And that's how, this Love Story began...

*

**

***

Semoga sukaa :)))

Jangan lupa vote!

Love Story BeganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang