Semangkuk Sup No.26

16 4 0
                                    

Malam ini, aku kembali bekerja di sebuah restoran. Perkerjaan ini bisa dibilang pekerjaan sambilanku. Mengingat aku yang hidup sebatang kara dan harus membiayai kuliahku sendiri. Sebelumnya, aku dibiayai oleh yayasan yang menampungku, karena aku anak yatim sejak SMP. Tapi, aku sudah keluar dari yayasan itu untuk memberi kesempatan anak yatim lainnya.

Restoran cukup ramai. Kebanyakan para pelanggan ialah pekerja di perusahaan depan restoran. Perusahaan itu cukup maju. Walaupun pemimpin perusahaan itu terkenal tegas dan dingin. Aku mendengarnya dari obrolan para pelanggan. Anehnya, aku tak pernah melihat pemimpin itu berkunjung walaupun pernah ada kabar bahwa dirinya pernah datang. Mungkin saja karena aku tak mengenal wajahnya.

"Hey, kau! Cepatlah sedikit masih banyak pesanan yang belum diantar! "Peringat pengawas restoran setelah aku kembali mengantar pesanan pembeli.

"Iya. "Jawabku sambil menata pesanan di atas nampan.

"Awas kalau sampai kau membuat kecerobohan lagi! "Peringat pengawas itu sebelum aku pergi.

Ya, aku memang sering membuat kecerobohan seperti memecahkan mangkuk, gelas, atau yang lainnya dan yang lebih sering ialah menumpahkan makanan. Gara-gara itu, gajiku selalu dipotong walau tak sampai dipecat. Bisa jadi karena mencari karyawan yang diinginkan susah.

"Ini pesanan anda, Tuan, "aku memindahkan makanan yang dipesan pria berjas dan berdasi itu ke meja. Sepertinya orang itu dari perusahaan depan restoran.

'Duk! Crat! '

Kejadian yang tak diinginkan pun, datang. Semangkuk sup yang aku pindahkan itu menyenggol tepian nampan lalu mengenai bajunya.

"Ma..., maaf Tuan, saya tidak sengaja. Saya akan tanggung jawab. Jika Tuan mau, baju tuan akan saya cucikan. Tuan bisa menggunakan baju yang saya bawa. "Ucapku lembut sembari menundukkan kepala, memohon maaf.

Pria itu nampak kesal. Aku masih gugup dan takut. Jantungku berdetak kencang. Beberapa pendatang melihat kami. Tentunya melihat kecerobohanku ini. Mereka terlihat sedang membicarakan kami. Apalagi pendatang dari kantor yang membicarakan salah satu pekerja di sana.

"Berani banget sih, dia! "

"Karyawan kayak gitu sih, mending dipecat! "

"Gue denger dia mesti kayak gitu sama pendatang. "

"Bla..., bla..., bla... "

Itulah kata-kata yang sering kudengar. Masih banyak lagi dan masih ada yang kasar lagi.

Setelah kecerobohanku yang berulangkali terjadi, aku menyiapkan satu setelan baju pria dan wanita untuk berjaga-jaga. Bagaimanapun juga itu kesalahanku dan harus aku pertanggungjawabkan. Pihak restoran pun tak akan berbuat apa-apa demi mempertanggungjawabkan kesalahanku. Dengan ini, bisa jadi tak akan merusak citra restoran yang punya pegawai ceroboh sepertiku.

"Serahkan bajunya dan buatkan lagi sup, "pria itu menatapku datar.

"Baik, Tuan. "Aku bergegas mengambil baju yang kubawa.

Melihatku mengambil baju dari tasku, pengawas itu langsung menghampiriku. "Sudah kuduga kau akan berbuat kecerobohan lagi. Berapa kali kau melakukannya, ha!? "

Aku berhenti demi mendengar ucapannya itu. "Kamu masih beruntung tidak bos pecat karena kau kebagian bos yang baik! Coba kalau kau bekerja di tempat lain. Sana, layani pelangganmu itu! "

Aku mengahmpiri pria itu lagi. Menyerahkan paperbag berisi hoodie putih dan celana hitam panjang. Ia beranjak menuju toilet dan aku langsung membersihkan meja. Usainya, aku membawakan sup yang baru.

"Cuci sampai bersih dan kembalikan besok. "Ucap pria itu menyerahkan paperbag berisi pakaian kotor lalu menyantap sup pesanannya.

"Baik, Tuan. "Aku mengambil paperbag itu dan melanjutkan pekerjaanku.

Untuk masalah pengembalian baju. Aku tidak terlalu khawatir akan kehilangan baju yang kusiapkan. Karena, ada jaminan baju yang kukotori belum diambil. Terlebih lagi baju yang kukotori itu terlihat mahal.

***

'Crat! '

"Ma..., maaf Tuan, saya tidak sengaja. Saya akan tanggung jawab. Jika Tuan mau, baju tuan akan saya cucikan. Tuan bisa menggunakan baju yang saya bawa. "Lagi-lagi aku melakukan kesalahan. Tapi, apa yang kukatakan? Baju kemarin yang aku pinjamkan itu belum dikembalikan. Juga, baju yang kucuci belum diambil. Bagaimana ini? Para pengunjung pun melihat kecerobohanku lagi.

"Meminjamkan bajumu? Bahkan, baju yang kau pinjamkan kemarin masih kubawa. Memangnya yang kau bawa baju siapa? Bajuku? Kau pinjamkan pada orang lain juga? "Ucap pria yang kena kecerobohanku.

"Apa, Tuan? "Aku terkejut ketika pria itu adalah pria yang kemarin.

"Bahkan kau mengucapkan kata yang sama padaku semenjak satu bulan terakhir. Meminjamkan hoodie putih dan celana hiitam panjang. Menyucikan setelan jasku yang kau tumpahi semangkuk sup favoritku. Menghidangkan kembali semangkuk sup setelah membersihkan meja nomor dua puluh enam. "Pria itu menyilangkan tangan di depan dadanya dan menatapku penuh selidik. Seolah-olah aku ketahuan.

"Maaf Tuan, saya tidak sengaja. Saya akan tanggung jawab. Jika Tuan mau, baju Tuan akan saya cucikan. Tuan bisa menggunakan baju yang saya bawa. "Ucap pria itu menirukan kalimat andalanku walau dengan ekspresi datar. "Itukah yang kau katakan, Nona? "

Aku tak bisa menjawab sepatah kata pun. Semua pandangan mengarah padaku. Aku baru tersadar, jika pria yang selalu menerima kecerobohanku itu dia.

"Pak Direktur, "tiba-tiba ada seorang pria memanggil pria itu dan menyerahkan dua buah paperbag.

Pak Direktur? Apa dia benar-benar memanggil pria dihadapanku? Apa aku tak salah dengar?

"Terima kasih, "ucap pria itu yang ternyata seorang direktur. "Ini bajumu kukembalikan. "Pria itu menyerahkan dua buah paperbag tadi kepadaku.

"Tapi baju saya hanya satu, Tuan. "Ucapku setelah menerima dan mengecek isi paperbag itu. Ada dua setelan baju.

"Melihatmu bekerja dengan penuh tanggung jawab dan bekerja keras atas semua hal, itu hal yang luar biasa. Bahkan, lebih dari tanggung jawab para pekerja kantorku. "

Aku mendengar bisikan-bisikan mengenai direktur itu dan aku dari para pendatang. Perasaanku tak enak.

"Kukembalikan bajumu juga baju untukmu, bersama perasaanku semenjak satu bulan terakhir. "

"Apa!? " Terkejut.

Aku tak bisa berucap apa-apa. Bungkam. Jantungku berdetak kencang. Meledak. Sungguh kenyataan yang gila.

And that's how, this Love Story began...

*

**

***

The End

Love Story BeganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang