Chat, Kepencet

24 4 0
                                    

Ini aku. Cewek yang bisa dibilang anti sama cowok. Apalagi urusan percintaan. Aku kadang jijik sendiri sama gombalan para cowok fakeboy. Walaupun aku anti sama cowok, tapi teman cewekku juga dikit. Males aja temenan sama cabe yang lagi keluyuran. Oh iya, walaupun aku anti sama cowok, tapi aku punya sahabat cowok yang menurutku beda dari yang lain.

"Hai, morning. "Sapa sahabat cewekku dengan cerianya. Ia mulai menduduki bangku yang ada di sebelah kananku. Sahabatku ini baik, ramah, walaupun kadang suka bikin kesel. Tapi aku bersyukur punya sahabat kayak dia. Paham sama diriku yang serba kekurangan. Gak ada duanya.

"Tumben lo berangkat pagi, "ini sahabat cowokku yang juga ramah. Mirip-miriplah sama sahabat cewekku, sebelas duabelas. Sahabatku ini punya sedikit keunikan loh, suka makan permen lolipop.

"Jam segini biasanya juga udah dateng kali, "balasku dengan mengerucutkan bibir kesal. Ia terkekeh menanggapi ucapanku sembari duduk di kursi depanku.

Dari semua cowok yang ada, ada satu cowok yang paling kubenci dan bikin aku yang anti cowok ini jadi tambah risih. Panggil aja si tukang ngomel. Dia emang sering ngomel gak jelas dan paling suka ngajak debat. Itu hal yang paling gak kusuka. Tapi aku paling suka saat dia kalah debat, kicep.

"Ada yang sudah ketemu jawabannya? "Tanya seorang guru matematika yang tengah mengajar di jam pertama kami. Ia memberi sebuah pertanyaan semenjak lima menit yang lalu. Tapi belum ada yang mengangkat tangan. Pelajaran matematika tingkat SMA memang cukup sulit.

"Saya, Bu. "Ucapku setelah tujuh menit berlalu sembari mengangkat sebelah tanganku.

"Paling juga salah, "ucap si tukang ngomel itu dari belakang dengan suara pelan. Entah mengapa aku ditakdirkan duduk dekat dengannya. Mendengar hal itu, aku hanya bisa menahan emosi.

"Ya, berapa jawabannya? "Tanya guru itu.

"Tiga puluh dua, Bu. "Jawabku.

"Eh, lo nyontek jawaban gue, ya?" Si tukang ngomel mulai melancarkan aksinya.

"Eh, aku ngitung sendiri, ya. Lagian kapan aku ngelirik jawabanmu? "Balasku tak terima.

"Mulai lagi, nih. "Ucap sahabatku yang bangkunya bersebelahan denganku. Aku langsung meliriknya dengan tatapan sinis. Dia menyatukan tangannya tanda meminta maaf.

"Siapa juga yang nyontek! "

"Eh, lo gak usah boong, deh! "

"Kamu kali yang boong! "

"Jangan ngeles, deh! "

"Siapa juga yang ngeles! Yang ada kamu kan, yang nyontek! "

Guru matematika itu hanya geleng-geleng mendengarkan perdebatan kami. Sedangkan teman-temanku yang lain mulai berbisik-bisik membicarakan kami.

"Sudah cukup! Jawabannya memang betul. Kalian saya kurangi nilanya karena sudah mengganggu teman kalian yang lain. "Ucap guru itu tegas.

"Tapi, Bu..., "elakku.

"Tidak ada tapi-tapian! "Guru itu pun melanjutkan pembelajaran yang sempat tertunda.

***

"Hei, lo! Tunggu dulu! "Suara si tukang ngomel merusak pembicaraanku dengan dua sahabatku. Mau tak mau aku berhenti dan terpaksa mendengar ucapannya.

"Apa? "Balasku sinis sembari menaikkan sebelah alisku.

"Lo harus tanggung jawab, ya! Gara-gara lo nilai gue dikurangi, kan! "Ucapnya tak kalah sinis.

"Emang situ doang yang nilainya dikurangi? Itu kan, gara-gara kamu! "Aku menyilangkan tanganku di depan dada, kesal. Kedua sahabatku hanya diam memerhatkan. Memikirkan langkah selanjutnya, berusaha melerai kami yang bisa jadi tak ada habisnya.

Love Story BeganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang