Harry Styles tidak tahu harus merasakan apa, kecuali simpati dan sedikit penyesalan, ketika dia menembak Mbak Gigi Hadid di kepala sampai separuh batoknya hancur. Menghancurkan kepala bukanlah hal baru di masa itu, toh dia sudah melakukannya ratusan kali, mungkin sampai tak terhingga, tapi masalahnya ini Mbak Gigi! Dia masih tak mempercayainya.
Mbak Gigi Hadid. Iya. Simbak yang dulunya cantik dan bohay itu. Kembang terseksi di warteg langganan. Dan juga pacarnya Zayn Malik, salah satu teman sekolahnya. Oh salah, bukan teman. Tapi kenalan (atau kenalan juga bukan? Zayn bilang dia lupa siapa itu Harry Syles, ya pokoknya begitulah)
Gila, aku sudah menembak pacar kenalanku sendiri! Pikir Harry, sekonyong-konyong nyalinya menciut. Tapi apa mau dikata? Mbak Gigi sekarang sudah tidak cantik lagi. Sebelah matanya bolong, kulit kakinya mengelupas, dan dia masih berjalan sempoyongan sebelum dia menembaknya tadi. Daripada dimakan Mbak Gigi (kalau dimakan olehnya sewaktu masih cantik dan tidak berdarah-darah sih ya boleh juga, pikir Harry lagi), lebih baik tembak saja.
Duh, maafkan aku Mbak Gigi, Harry menghela nafas dalam sambil memperhatikan sisa tubuh Mbak Gigi ambruk di trotoar. Dia tak punya pilihan lain.
"Apa yang kamu lakukan bodoh?!" Zayn Malik meraung dari balik tembok disebelah Harry. Matanya terbelalak, nafasnya ngos-ngosan. Reaksi yang sudah diperkirakan Harry.
"Aku menyelamatkan kalian semua" Harry menjawab enteng dan segera memasang wajah tenang.
Zayn menjulurkan lehernya, menatap Harry dengan tajam. Dia tampak begitu marah dan terguncang. "Kamu membunuh Gigi" desisnya.
"Dia sudah lama mati, Malik. Apa kamu tidak bisa lihat kalau dia bukan Mbak Gigimu yang dulu?" Harry berusaha menenangkan lelaki itu. Walaupun sebenarnya dia merasa tidak tenang. Tembakan tadi dan hancurnya batok kepala perempuan itu akan terus menghantuinya. Tiba-tiba terbayang sosok Mbak Gigi yang penuh pesona berjalan melewati basecamp mereka di dekat Alun-alun kota London sambil menyapa dengan suara khasnya. Dia selalu tersenyum ramah menyambut kedatangan mereka–gerombolan pembuat onar yang hobi ngutang di wartegnya.
Harry merasa sedikit bersalah.
Dia mendekati Zayn yang duduk diam di lantai dengan wajah pucat. Kemudian Zayn menundukkan kepala dengan cepat, jiwanya seperti terbang meninggalkan raganya. Sedangkan Liam Payne terkapar di sudut ruangan dengan luka tembak menganga di betisnya. Niall Horan dan Louis Tomlinson masih siaga di dekat jendela dengan senapan laras panjang yang masih mereka pegang erat. Dilihatnya sekilas tangan Niall bergetar. Mungkin dia masih gugup karena tahu persis kalau dirinya masih tidak bisa menembak dengan benar.
Harry kasihan juga padanya. Pasti terlalu berat bagi Niall untuk menembaki orang-orang di luar sana. Hatinya terlalu halus.
Tapi kalau Niall tetap seperti itu, tidak ada siapapun yang bisa menjamin keselamatannya. Mereka bertanggung jawab pada hidupnya masing-masing. Tentu, mereka bisa saling melindungi seperti yang sedang mereka lakukan sekarang. Tapi itu tidak akan bertahan lama kalau salah satu dari mereka terlalu lemah. Bahkan Louis yang sudah bisa memegang pedang katana dan semakin lihai dalam menebas kepala orang pun tidak bisa terus-terusan mempertahankan diri sambil mengawasi Niall.
Mereka semua diam. Harry segera menyeret Zayn dan Liam masuk kembali ke dalam bangunan apartemen tua itu, dan Louis memanggul dua karung sembako hasil jarahan, mengunci pintu rapat-rapat dan duduk di sofa sambil menenangkan diri.
"Liam kena" bisik Louis setelah beberapa saat.
"Yeah, aku tahu. Apa dia masih pingsan? Coba cek dia, Niall. Di tasku sepertinya masih ada obat-obatan. Tolong kamu urus lukanya"
Niall menurutinya. Dia mengambil tas ransel yang diberikan Harry lalu mendekati Liam yang merintih pelan. "Bagaimana situasi di luar?" Harry mengalihkan perhatiannya pada Zayn. Dia tahu lelaki itu masih mengalami kejatuhan mental, tapi mereka sudah menghadapi situasi macam ini sangat lama, menghadapi berbagai macam kematian orang tercinta, dan seharusnya Zayn bisa mengatasinya lebih cepat.
Saat itu Harry sadar kalau dia sudah semakin dingin dan mati rasa.
Zayn tidak menjawab. Dia bersandar di dinding sambil memeluk senapannya. Louis menggelengkan kepala, "dia masih berduka. Gak bisa ngomong" katanya.
"Sialan kalian semua" Zayn mengerang. "Itu Gigi! Apa kalian-" dia tak melanjutkan perkataannya demi melihat Harry dan Louis menatapnya dengan 'seriusan bro? kamu sudah putus sama Mbak Gigi sebelum dia bermutasi jadi monster pemangsa manusia. Dan dia bahkan bukan manusia lagi, Serius bro?'
Lelaki berambut jabrik hitam legam itu akhirnya menghela nafas. "Oke, oke, dia memang hampir membunuh Harry. Dan tubuhnya jadi- menjijikkan. Tapi tolong dong mengerti sedikit, aku masih kaget. Walau bagaimanapun dia mantanku" sahutnya.
"Jadi gimana situasi di luar?" Harry mengulang pertanyaannya dengan lebih lembut.
"Semuanya sudah kita tumpas" jawab Zayn sambil menoleh sebentar ke arah Liam. Tadi dia berpatroli sekaligus mengumpulkan bahan makanan bersamanya. "Yah, ada yang masih bergerak beberapa tapi sudah kupotong kaki dan tangannya. Kalau mereka tidak bisa berjalan atau meraih sesuatu, mereka bukan ancaman lagi kan?"
"Kenapa tidak langsung tembak kepalanya?"
"Liam masih suka meleset. Tapi memotong kepala juga kurang efisien, mesti dari jarak dekat. Tapi kalau dihabisi berdua, tembak mix pedang, masih aman lah. Yang lebih aman memang langsung tembak sampai hancur".
Harry mengangguk puas. Mesti diakui, Liam dan Niall belum semahir mereka bertiga dalam tembak menembak. Karenanya senjata tajam semacam golok, pedang, atau bambu runcing selalu jadi senjata cadangan. Sedangkan Zayn tak perlu diragukan lagi. Walaupun dia ramping, tapi tenaganya seperti kuda. Kecepatan menembaknya nomor satu diantara mereka. dia bisa menembak dalam berbagai gaya, kecuali doggy style. Dia bisa memegang senapan panjang sekaligus tiga, pistol pendek terselip di pinggang kiri, golok tajam di pinggang kanan, tombak ganda berdiri gagah di punggung, dan longsongan isi peluru membelit di dada. Sudahlah, macam si Rambo saja dia.
Louis juga lihai menembak, ditambah kemampuan lainnya : melempar pisau atau benda tajam lainnya seperti ninja. Dalam kondisi darurat, biasanya dia melempar peralatan dapur. Sedangkan Harry, yah bisa dibilang Harry punya beberapa bakat walau andalannya adalah memanah. Dia seorang karateka ban coklat, dan bisa judo juga. Dia bisa berkelahi alias adu jotos tangan kosong, tapi itu terlalu riskan saat melawan monster pemangsa manusia. Jadi adu jotosnya ditambahi rantai biar lebih aman.
Harry juga pernah menjuarai lomba menembak dengan panah tingkat nasional, jadi Harry mempersenjatai dirinya dengan senapan, seperangkat busur-panah, golok panjang dan rantai besi.
"Hujan mau turun sepertinya" Louis mengingatkan mereka.
Harry melihat keluar. Langit memang tampak kelam. "Kita ke lantai 2 dan bersiap untuk istirahat malam ini" dia berpikir gedung tersebut cukup aman untuk dijadikan shelter sementara. Mereka harus menyiapkan banyak hal sebelum malam tiba atau hujan turun. Mereka harus membuat barikade beberapa lapis di setiap celah gedung.
Zayn mendahului mereka berlari melewati tangga. Harry melihatnya sambil menghembuskan nafas berat. Dia harus mengawasi lelaki itu lebih ekstra karena instingnya masih mengatakan kalau suatu waktu Zayn akan menyelinap pergi memisahkan diri dari kelompok mereka.
Louis dan Niall memapah Liam yang masih setengah sadar, menuju ke kamar di lantai 2. Harry mengikuti mereka di belakang.
Fokus mereka sekarang adalah kesembuhan Liam, karena dalam kondisi terluka begitu, akan sulit bagi mereka untuk bergerak cepat. Dan yang lebih penting lagi, Harry harus menginterogasi Zayn tentang apa yang sebenarnya terjadi hingga Liam tertembak, dan memastikan kalau luka Liam bukan berasal dari sentuhan langsung dengan si monster. Untuk sementara, mereka harus mengisolasi Liam, jaga-jaga saja.
Jika ada sesuatu yang berubah pada Liam, senapan mereka harus selalu siap siaga.
![](https://img.wattpad.com/cover/224686718-288-k849240.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
1D & Zarry Anthology (Oneshots)
FanfictionThis is basically oneshots with different themes, could be black comedy/parody, zarry pluff, horror, drama, scifi etc. Written in Bahasa, probably contain mature scenes and foul language.