Sudah beberapa bulan telah mereka lalui bersama. Susah senang sudah mereka lewati bersama. Tawa dan tangisan mereka lewati bersembilan. Kalian tak akan tau bagaimana sakitnya mereka, betapa pedihnya mereka. Kalian juga tak akan tau sebesar apa mereka kebahagiaan mereka karena sudah bersama selama ini.
Mereka sangat bersyukur karena takdir menuntun mereka untuk bertemu. Mereka bersyukur karena takdir memihak mereka. Mereka bersyukur karena takdir itu ada.
Hari ini tentu mereka kembali berkumpul, tentu saja karena tujuan mereka saat ini adalah bisa bersama-sama. Keinginan mereka saat ini begitu simple, bersama bersembilan.
"Guys, udah siap nih?" tanya Rafiga kepada yang lainnya.
"Udah, tinggal nunggu Aldeo," jawab Arvion seraya menyampirkan tas ke penggungnya.
Mereka bersembilan sudah merencanakan untuk pergi menginap bersama di villa yang terletak di Bandung. Ide ini berasal dari Keynan, katanya dia ingin berlibur bersama Syndrom Kids. Dan tentu saja yang lainnya menyetujui ide Keynan, ini akan menjadi liburan pertama mereka bersembilan.
Mereka sudah siap dengan tas mereka masing-masing, namun mereka harus menunggu Aldeo yang belum juga tiba. Entahlah mereka tak tahu karena saat ini Aldeo sulit dihubungi.
Sudah lewat tujuh menit saja mereka sudah mengeluh lelah dan kepanasan karena terik matahari yang mulai terasa. Mereka menunggu Aldeo di taman dekat rumah Aldeo.
"Anjir, lama amat tu babi, mana susah ditelpon lagi," kesal Jefran yang terus mengotak-atik ponselnya, sedang berusaha menelpon Aldeo.
"Iya anjir, macet udah ini mah," timpal Saba.
"Aku laper tau ih, lama banget si itu babi Aldeo," Alden juga ikut kesal.
"Tau nih, melepuh dongs kulit gua, mana kaki gua udah sakit juga asyu," Keynan yang memilih duduk lesehan di tanah.
"Weh anjir, emang lama si Aldeo, ngapain sih?" kesal Jufan yang kini juga mengikuti tingkah Keynan.
"Hmzzz, lelah diri ini mamen," keluh Rafiga yang juga mengikuti Keynan dan Jufan.
Arvion geleng-geleng melihat tingkah Keynan, Jufan dan Rafiga. Namun sepermenit kemudian dia mengikuti tingkah ketiganya.
"Anjir lah, gua samperin dia aja," kesal Janu yang tanpa menunggu balasan teman-temannya sudah beranjak pergi.
"Hmz, samperin ya mamen, kalo bisa bawa sambil seret ntar!" teriak Rafiga yang tak dihiraukan Janu sama sekali.
[|•|]
Di sini lah sekarang Janu, di dalam kamar Aldeo sendirian karena sang pemilik masih menyiapkan bekal makanan di dapur. Tiga menit yang lalu Janu tiba di rumah Aldeo, niatnya dirinya ingin memarahi Aldeo, namun yang membukakan pintu sang Mama Aldeo, maka dari itu Janu harus mengurungkan niatnya dan langsung digiring untuk menunggu di kamar Aldeo.
"Edan, nambah lama!" gerutu Janu kesal.
Dirinya hanya duduk di kasur milik Aldeo, ia baru saja mengirim pesan group Syndrom Kids agar teman-temannya yang lain bisa sabar menunggu dirinya dan Aldeo.
"Anjir, berantakan amat ni kamar."
Janu mulai beranjak untuk melihat-lihat kamar Aldeo. Mulai dari mengecek kamar mandi yang ada di sana, lemari pakaian, hingga di meja belajar.
"Edan ni buku acak-acakan."
Janu geleng-geleng melihat buku milik Aldeo yang berserakan, merasa geli sendiri dia, padahal kondisi kamarnya saja tak beda jauh dengan kamar Aldeo. Disaat Janu sibuk mengejek bagaimana kotornya kamar Aldeo, ada sebuah amlop yang menarik perhatian Janu. Tangannya tergerak untuk mengambil amplop itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ I ] Syndrom Kids
RandomTakdir yang menyatukan. Takdir yang memisahkan. Mereka bersembilan hanya manusia biasa yang mempunyai tekad untuk selalu bersama, tekad untuk bahagia bersama, tekad untuk berjuang bersama, tekad untuk takkan berpisah. Namun, kejamnya takdir memainka...