ke dua🌼

507 44 1
                                    

'bagian diriku merasa sakit mengingat dirinya yang sangat dekat, tapi tak tersentuh.'
.
.
.

suasana di dalam mobil sangat sunyi. tak ada yang memulai percakapan. karena yoongi yang memang seperti itu sikapnya, dan ara yang merasa canggung karena belum dekat.

"rumah lu sama kaya rumahnya bang Renjun, kan?" ucap yoongi memecah keheningan. ara menoleh dengan dahi mengkerut dan alis yang hampir menyatu.

'ni orang gimana sih? ya jelas iya lah. orang gw adeknya mas Renjun. ya pasti serumah lah.' -bathin ara yang bergumam.

"ya iya lah. kan gw adek nya." balas ara dengan nada ketus. sedangkan yoongi? pria itu menggidikkan bahu sambil mengangkat alisnya. tanda tak peduli yang mana membuat ara semakin kesal.

ara mengalihkan pandangannya ke jendela mobil yang memperlihatkan trotoar dan pohon besar di pinggir jalan. tangannya dilipat dengan kerutan di dahi yang begitu ketara. bibirnya mengerucut lucu. ara sedang mengambek.

yoongi melirik ara yang duduk di sebelahnya. kemudian tersenyum geli dan menggelengkan kepalanya. 'bocah sekali.' pikirnya.

suasana kembali hening sampai akhirnya ara tersadar dan melihat jam tangan berwarna putih tulang di tangannya dengan mata melotot. sudah pukul lima dan dia belum sholat ashar. kalau menunggu sampai rumah pasti sudah masuk waktu maghrib.

ara kembali memfokuskan dirinya pada yoongi yang duduk tenang di sampingnya. niat hati ingin meminta yoongi berhenti di masjid terdekat dengan alasan sholat ashar bersama. namun tak dilakukannya karena dirinya mendadak terhenyak ketika menatap liontin dari kalung yang yoongi kenakan.

kalung salib. entah kenapa hal itu membuat hati ara berdenyut sakit?. ayolah, ara tak pernah peduli dengan teman sekelasnya. apa lagi yang tak saling dekat seperti yoongi. jadi wajar saja jika dia baru tau kalau yoongi itu non-muslim. beda. tentu berbeda dengan dirinya.

dahi yoongi berkerut samar ketika dirinya berhenti mengemudi karena lampu lalu lintas berwarna merah dan menoleh, kemudian disuguhi pemandangan dimana ara menatap kosong pada sesuatu yang menggantung di lehernya. yoongi tersenyum kecil.

"gw non-mus. ngga kayak lu." ucap yoongi yang kembali menyadarkan ara. ara tersenyum canggung. malu sebenarnya. yaa siapa yang tidak malu kalau dipergoki sedang menatap leher dengan intens oleh sang pemilik leher?

ara mengarahkan pandangan matanya secara acak. sambil menggigit kecil bibirnya. ia bingung. beruntung yoongi adalah sosok yang peka. jadi yoongi berucap pada ara.

"kalo mau sesuatu bilang aja. gausa ditahan." ucap yoongi sambil tetap fokus menyetir.

"umm.. kalo berhenti di masjid atau mushola terdekat bisa gak? gw belom sholat ashar soalnya. kalo nunggu sampe rumah keburu habis waktunya." jelas ara membuat yoongi mengangguk dua kali.

yoongi tersenyum kecil. ia tak bisa berbohong kalau hatinya terasa diremas ketika memahami perbedaan keduanya. sakit.

tak lama, mobil yoongi berhenti. ara menoleh ke kiri jalan. masjid. yoongi benar benar mengantarnya. ara berucap 'terima kasih' dan 'gw gabakalan lama' dengan lirih sebelum melepas seatbelt nya dan turun meninggalkan yoongi yang tengah terdiam. menatap kedepan dengan tatapan kosong.

'jarak kita terlalu jauh untuk di dekatkan, ra' dan gumaman kecil yoongi menjadi teman dari sunyinya mobil hitam tersebut.
.
.
.

mobil sedan hitam itu berhenti tepat di depan gerbang sebuah rumah bercat tosca pudar dengan  berbagai macam tanaman hias di halamannya yang terlihat begitu segar. kediaman keluarga Aksara.

Istiqlal dan Katedral -MygTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang