ke tiga🌼

433 40 6
                                    

'kamu adalah ketidakmungkinan yang selalu aku semogakan.'
.
.
.

jangan pernah berharap pagi di kediaman Aksara berlangsung harmonis. seperti aroma kopi dan roti bakar yang menguar, suara sang kepala keluarga ketika membalik lembar halaman koran dan suara seruputan ketika meminum kopi.

itu benar benar mustahil terjadi di rumah tersebut. kalau begitu, mau tau seperti apa roman romannya keadaan pagi hari di rumah tersebut? mari kuceritakan.

pagi hari selalu diawali dengan suasana yang chaos. suara rengekan, ejekan tak jarang umpatan terdengar dari mulut anak yang lebih tua meskipun langsung diikuti dengan ucapan istighfar setelahnya.

teriakan untuk melerai sang ibu dari dapur bisa saja terdengar sampai ke lantai 2. kamar dari putra putrinya. sedangkan sang ayah sendiri sudah sibuk mondar mandir dengan telepon menempel di telinganya. masih pagi tapi sudah mendapat kabar perusahaan yang bercabang sana sini.

luar biasa bukan keluarga Aksara ini?

ara turun lebih dulu, disusul renjun yang tengah berlari menuruni tangga sambil mengikat simpul dasinya. tak lama, teriakan Megan Ayu Aksara-bunda dari renjun dan ara-menginterupsi.

"RENJUNNN.. KAMU KALO TURUN TANGGA JANGAN LARI LARIANN.. NANTI JAA--" teriakan tersebut terpotong oleh suara debuman, dibarengi ringisan yang keluar dari bibir lelaki yang lebih muda.

--TUH.. nah kan, belum juga selesai bunda ngomong udah jatuh aja. hati hati makanya!"

renjun bangun dari posisi jatuh seperti kodok. tak elit sekali, pikir renjun. sedangkan ara hanya terkikik, dibalas tatapan tajam renjun yang mampu membuat ara ciut seketika. renjun dan marah itu adalah perpaduan yang sangat amat tidak bagus.

"apasih ini pagi pagi kok udah rame banget?" itu suara tuan Aksara, Theo Argani Aksara. biasa disapa Arga. ia tengah berjalan menuju ruang makan dan dapur yang hanya dibatasi tirai sambil memijit pelipisnya. masih pagi sudah disuguhi oleh teriakan teriakan istrinya. belum lagi masalah kantornya. bisa darah tinggi dia.

megan yang sudah selesai dengan aktifitas memanggang rotinya membawa sepiring roti bakar isi selai coklat kacang nuttela, favorit ara dan renjun dengan bibir mengerucut.

"itu tuh, yah. mas renjun turun tangga kok pake lari lari segala. jatuh kan akhirnya." adu ara kepada ayah nya. arga tertawa kecil. keluarga ini ada ada aja.

megan menaruh susu coklat dihadapan renjun, susu rasa vanila dihadapan ara, kopi hitam dihadapan arga, dan teh manis dihadapannya sendiri.

sarapan berjalan dengan hening. memang, arga dan megan menerapkan kebiasaan table manner sejak ara dan renjun masih kecil. biar sopan kalo lagi ada acara keluarga atau bertamu, katanya.

ara meminum susu vanilanya hingga tandas. mengelap noda di bibirnya menggunakan tisu yang ada di meja makan. begitupun dengan renjun serta kedua orang tuanya.

"kuy mas. berangkat." ara menepuk lengan renjun.

"dih, yang bilang mau nganterin kamu siapa?" ucap renjun dengan alis terangkat sebelah dan nada mengejek.

"lah.. kan emang biasanya mas yang anterin ara." balas ara dengan nada bingung.

"hari ini mas mau jemput si jimin dulu. bawa hasil tugas kelompok yang kemaren."

"ummmm.. kalo ayah.. ayah mau gak nganterin ara?" ara mengalihkan pandangannya ke arga.

"ayah lagi males keluar rumah. pengen di rumah aja. kamu pesen ojol aja deh."

Istiqlal dan Katedral -MygTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang