1

98 6 1
                                    

"Kamu yakin kita bisa selamanya baik-baik saja?"

"Ya, aku optimis. tak gentar." Jawabku.

"lagipula, haruskah kita habiskan malam yang sepi ini dengan membahas yang menyedihkan, Mikaela?"

"Benar juga ya Radian. Malam ini kita habiskan untuk bersama."

Aku mengambil satu pack biskuit kelapa. Dan Mikaela sibuk dengan susu hangat yang sedang ia buat. Gemintang tersenyum melihat kami yang tengah sibuk membangun konstelasi kami sendiri. Sayang, bulan tengah terbit di lain tempat. tak sempat melihat kami berdua yang begitu bersahaja dibawah rumah putih bergaya lama.

"Mikaela, kamu ingin menjadi apa nantinya?"

"Menjadi milik Radian Alfa Biru seutuhnya, dan selamanya."

"Itu pasti Mikaela, ah lupakan. jin-jin itu membuatku seperti orang bodoh."

"Ya sudah, ini minum dulu susu hangat nya."

"Mikaela Alexandria. Keningmu tak kalah manis dengan susu hangat ini."

"Lalu?" Tanya Mikaela keheranan.

"Aku harap bibirku bisa menggapai kening mu, sepertinya bibir ini ingin merasakan manis yang sama dengan susu hangat ini."

"hahahah, dasar."

.....

Drttt..Drttt..

Ponsel berdering kacau saat aku tengah menyelasaikan outline yang harus segera aku kirim ke penerbit.

"Halo, ada yang bisa dibantu?"

"Hei Radian sombong sekali kau, tak tahu nomor ponselku, ini Surti. Sepupumu. Apa kabar?"

"Astaga, ini kau Surti. Aku baik-baik saja. Maaf ponselku baru saja ganti. Kau apa kabar?"

"Hah pandai sangat kau beralasan Radian, mirip dengan paman. Aku sangat baik."

"Hehe."

Hening seketika melanda kami. Macam dua sejoli yang baru pertama kali berbincang. 

"Ada kabar tak mengenakkan an. Kanya masuk rumah sakit."

"Apa? kau dengannya sekarang? Aku akan pesan kereta sekarang juga!"

Aku bertanya. Malah tak sempat memberi waktu Surti menjawab. Aku begitu panik, cukup kepergian ayah sebagai pelajaran. Aku melesat pergi dengan membereskan tas sebisa ku. dengan vespa matic. aku melesat pergi ke stasisun. Matahari sedang menunjukan tajinya. Ah biarlah, yang terpenting aku segera sampai di rumah sakit.

"Pak, masih ada sisa tiket untuk pergi ke Jakarta sore ini?"

"Disini tidak ada mas. coba mas tanya laki-laki yang pakai topi biru itu." ia sambil menunjuk lelaki itu.

Aku tak banyak bicara, hanya terimakasih yang ku ucap. Aku tahu, aku akan berurusan dengan calo-calo biadab yang suka memaksa ibu-ibu yang tak dapat tiket. Ah bakal naik berapa kali lipat ini. Secara waktu tinggal satu jam lagi, harga bisa naik 5 sampai 10 kali lipat.

"Baik mas uang nya saya terima, ikhlas ya mas?" ujar calo bangsat nan tengil.

Tengil sekali orang itu. Ah untung saja badannya besar. lebih baik aku segera masuk ke peron dan segera pergi.



3 jamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang