El-de-er

45 4 0
                                    

Dua hari kemudian

"Eh udah bangun, good morning." sapa Nathan. Emily mengucek matanya sambil keluar dari kamar.
"Kok kamu masak pagi-pagi?"tanya Emily pada Nathan yang terlihat sibuk di dapur apartemen itu.

"Iya biar kamu nggak usah capek-capek masak. Sana mandi terus makan." Emily mengangguk. Ia segera mandi dan bersiap-siap, lalu menuju meja makan yang sudah dipenuhi makanan yang dibuat oleh Nathan.

Emily melahap makanan di hadapannya.
"Ugh, enak sekali, masakanmu lebih enak dari masakanku, Nath"
Nathan tersenyum. "Baiklah mulai sekarang aku yang masak."
"Hah, tidak-tidak. Memasak adalah tugas perempuan."
"Dan tugas laki-laki membahagiakan wanitanya, kan?" Nathan mengedipkan sebelah matanya, membuat Emily tertawa geli.
"Gombal." balasnya. Mereka pun tertawa.

"Mana aku cucikan saja piringmu, bersiaplah. Hari ini jadwalmu bertemu klien lagi kan"
"Iya, jam 9.30"
"Ya sudah cepatlah, ini sudah jam 8.30"
"Baiklah, aku mandi dulu." Nathan beranjak ke kamar mandi sementara Emily mencuci piringnya.

[Di kamar mandi]
"Apakah aku harus memberitahunya? Atau tidak? Tapi ia harus tahu, tapi nanti kalau dia marah?" Nathan mondar-mandir dengan handuk yang melapisi tubuhnya.

"Argh apa yang harus kulakukan."

Bugh

Emily berlari.
"Nathan kau kenapa? Kau baik-baik saja?" Emily menggedor-nggedor pintu kamar mandi itu.
"Ah-oh iya Em, aku hanya tidak sengaja terbentur. Aku baik-baik saja."
"Oh baiklah." suara terdengar dari luar.

Nathan menghembuskan nafas panjang.
"Aku harus memberitahunya, jujur lebih baik." ia keluar dari kamar mandi.
"Em?" Nathan mengetuk pintu kamarnya yang terbuka.
"Ya?" Emily terlihat memoleskan lip balm karena cuaca yang dingin itu membuat bibirnya kering.

"Bisakah kita bicara?"
Emily menoleh. Merasa aneh dengan nada bicara Nathan barusan.
"Tentu saja." balasnya.
"Ayo ke ruang tengah." Nathan menarik tangan Emily keluar, dan membawanya duduk.

"Ada apa? Kenapa kamu seperti kebingungan begitu?"
Nathan meremas tangannya, mencoba tersenyum.
"Kamu suka disini?"
"Iya aku suka, kenapa?"
"Kalau begitu, tidak usah pulang lagi ke Singapura ya?"
"Apa maksudmu?"
"Lebih aman kau disini, Em."
"Kau juga akan tinggal disini?"
Nathan terdiam.
"Tidak, ya?" tanya Emily lagi. Emily memalingkan wajahnya, dan menyilangkan tangannya.

"Em, aku tidak bermaksud.."
"Apa? Memang dari awal kau ingin meninggalkanku disini kan, pasti ini rencanamu dari awal kan, Nath? Lalu kenapa kemarin lusa kau melakukan itu? Kenapa?" Emily sedikit berteriak dan berkaca-kaca.
"Bukan itu Emily, meskipun aku tidak disini kita tetap bisa berpacaran, kan? Aku tidak ingin kau berpacaran dengan yang lain nantinya."
"Kau egois, Nath! Temuilah klienmu sendiri. Aku tidak ingin ikut." Air mata Emily menetes, namun ia segera berlari ke kamarnya.

brakk

Pintu kamarnya dibanting.
"Ugh, kenapa jadi seperti ini." Nathan mengacak rambutnya."

drrttt
Teleponnya berdering.
"Halo, Nath dimana kau? Kita harus berangkat sekarang."
"Oh, baiklah Steve, aku turun."
"Kenapa suaramu sedih begitu?"
"Ku jelaskan nanti." Nathan menutup teleponnya. Memberanikan diri ke kamar Emily.

"Em aku berangkat ya?" tanyanya sambil mengetuk pintu itu, tapi tak ada jawaban. Nathan menghembuskan nafas panjang.
"Aku minta maaf Em, jangan lupa makan ya, aku akan kembali sebelum makan malam."

Nathan keluar dari pintu apartemen itu, turun ke lobi dan masuk ke porsche yang dikendarai asistennya itu.

"Ada apa Nath? Kau terlihat kacau."
"Aku memberitahunya."
"Serius? Kemarin kau menyuruhku untuk diam, sekarang kau sendiri yang memberi tahu. Bagaimana sih"
"Kupikir dia akan lebih marah jika nanti tiba-tiba aku pergi."
"Sekarang dia juga marah, kan?"
Nathan mendengus.
"Kurasa dia akan mengerti. Akan kubujuk lagi nanti."

i'm falling, again. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang