Bukti

34 5 0
                                    

"Apa?! Rekaman bulan itu hilang?" ulang Emily.
"Maaf nona, tapi entah kemana, rekamannya tidak ada."
"Apa kau yakin tidak ada yang mengambilnya, pak?" tanya Steve.
"Apa kau tidak sebaiknya mengecek CCTV ruangan itu?" timpal Emily
"Bagimana kau tahu disitu ada CCTV, nona?"
"Apa tidak ada sama sekali? Meskipun tersembunyi?"
Polisi itu mendengus.

"Ikut saya." Ia membawa Emily dan Steve ke suatu ruangan penuh dengan layar komputer. Polisi itu tampak mengutak-atik komputernya, dan kemudian terputar rekaman di ruang kaset itu. Hanya ada para polisi disana, kecuali...

"Pak, itu!" Steve menunjuk seseorang yang mengendap-endap masuk dan mengambil kotak bertuliskan 2018.

"Steve, itu Alex kan?" tanya Emily.
"Seperti nya begitu."
"Kalian mengenalnya? Apa kalian tahu dimana ia tinggal?"
"Kami tidak tahu ia tinggal dimana pak, tapi jika kamu melihatnya, kami akan menghubungimu." jelas Steve.
"Baiklah, saya juga akan mencarinya mulai hari ini." ucap polisi itu.
"Terima kasih banyak, pak." ucap Emily dan Steve membungkukkan badan mereka.
"Sama-sama." balas nya.

Mereka pun dalam perjalanan kembali ketika tak sengaja mereka melihat Jessica yang dalam kondisi sangat kacau-bajunya berantakan, jalan sempoyongan bahkan dengan wajah ketakutan.

"Steve, berhenti." Steve memberhentikan mobilnya dan Emily segera turun dari sedan itu.

"Jessica?" Emily sedikit membungkuk dan memastikan bahwa itu sekretaris Nathan.
"E-emily? Kau mau apa?!" Jessica terlihat panik bertemu Emily disana.
"Aku hanya tak sengaja melihatmu. Apa kau baik-baik saja?" Kini Emily memegang bahu Jessica. Terlihat tepi bibir Jessica mengeluarkan darah.

"Apa kau habis dipukul? Kenapa bisa berdarah begini." Emily hendak memegang lukanya, tapi tangannya ditangkis oleh Jessica.

"Aku tidak apa-apa, pergilah." ucap Jessica sambil berusaha melepaskan diri.

Emily mendengus.
"Kalau kau biarkan, nanti bisa membekas! Sini kuobati." Emily menarik tangan Jessica dan mendudukkannya di kursi di pinggir jalan itu.

Emily mengambil plester dan obat merah dari tasnya, lalu dengan hati-hati mengobati luka Jessica.

"Sudah." ucap Emily, kini ia duduk di sebelah Jessica.
"Kau tahu yang sebenarnya kan?" tanya Jessica tiba-tiba, membuat Emily menoleh.

"Tahu apa?"
"Bahwa aku anak buah Alex."
Emily kembali meluruskan pandangannya, lalu mengangguk.
"Lalu kenapa kau masih menolongku? Bahkan tidak ada orang yang peduli denganku."

Emily menghembuskan nafas panjang.
"Meskipun kau anak buah Alex, itu tidak ada hubungannya dengan menolong orang yang sakit, Jessica. Semua orang berhak mendapatkan kepedulian dari orang disekitarnya." Emily menegaskan.

Jessica terlihat mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
"Sepertinya kau akan butuh ini." Ia menyodorkan sebuah recorder kecil berwarna hitam.
"Apa ini?" Emily menerimanya.
"Hal itu cukup untuk menjebloskan Alex ke penjara."
Emily menatap Jessica.
"Terima kasih Jes."
"Terima kasih juga, Emily. Kau dan tuan Nathan adalah orang baik, tidak seharusnya Alex menjatuhkan kalian. Pergilah."
Emily mengangguk dan bergegas kembali ke mobil dengan Steve yang masih menunggunya.

"Kau lama sekali."
"Shh! Jalankan mobilnya."
Steve memutar kedua bola matanya, dan menuruti perkataan Emily.

Emily memasang earpods nya dan memencet tombol play yang ada di recorder itu.

"Rekaman apa itu Em?"
"Steve cepatlah sedikit, perasaanku tidak enak." perintah Emily mengalihkan pembicaraan. Steve pun mempercepat kecepatannya menuju rumah sakit.

[Doldam Hospital]
"Nath!!!" Emily setengah berlari membuka pintu kamar Nathan, dan terlihat Nathan sudah siap dengan jasnya.

i'm falling, again. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang