"Terjadi masalah di perusahaan di Korea. Nathan terlalu sibuk mengurusnya sampai tubuhnya melewati batas kemampuannya. Penyakitnya kambuh dan ia masuk rumah sakit sekarang."
Emily terdiam.
"Bagaimana Em?" tanya Steve lagi.
"Um, a-aku harus minta ijin dulu."
"Aku sudah mengurusnya. Kau tinggal terbang ke sini besok pagi. Aku sudah memesan penerbanganmu."
"Kenapa kau sudah memesannya? Bahkan aku belum setuju ka..."
"Lalu kau tidak mau?" potong Steve.
"Ia pasti sudah menyusulmu ke Amerika jika tidak terjadi sesuatu di Korea, Em. Kau harus tahu itu."
Emily kembali tak bisa berkata-kata, matanya memerah.
"Bersiaplah, akan ku-email tiketmu. Aku akan menjemputmu besok di bandara. Ku tutup ya." Steve mematikan teleponnya.Badannya lemas, ia terduduk di lorong itu dan menundukkan kepalanya. Air matanya mulai mengalir tak terkendali.
"Kenapa kau selalu salah sangka padanya, bodoh sekali kau Emily." Ia mulai memukul-mukul kepalanya. Daniel terlihat baru saja keluar dari ruangannya dan mendengar isakan di ujung lorong itu.
Ia menyadari itu Emily dan segera berlari menghampirinya.
"Em? Jangan memukuli dirimu." Daniel memegang kedua tangan Emily. Emily mendongak."Aku bodoh. Aku terlalu bodoh." Air matanya terus mengalir.
Daniel menariknya dalam pelukannya.
"Tidak Emily, jangan berkata begitu."
"Kau tidak tahu apapun. Bagaimana bodohnya aku memutuskan Nathan karena salah paham." Emily tanpa sadar melontarkan perkataan itu.
Daniel melepas pelukan itu.
"Kau putus dengan Nath.. eh maksudku tuan Nathan? Kalian berpacaran?" tanya Daniel sedikit tak percaya.
"Aku salah, Daniel. Aku bodoh." tangisnya mulai mereda.Daniel mengelus kepala Emily.
"Katanya kau akan ke Korea besok?"
"Kau sudah tahu?"
Daniel mengangguk.
"Asistennya sudah mengabarinya."
Emily mengernyit bingung.
"B-bagaimana kau tahu itu asistennya?."
"Ah-seseorang meneleponku dan bukan dia, jadi kukira asistennya. Memang siapa itu?"Emily menggeleng, menghapus sisa air matanya. "Aku juga tidak tahu. Mungkin benar itu asistennya. Jadi berapa lama aku bisa pergi?"
"Tidak perlu pikirkan itu, fokuslah dulu pada kesembuhan tuan Nathan. Kau bisa kembali kapan saja."
Emily memaksakan senyumnya. "Terima kasih, Daniel."
Daniel mengangguk.
"Pulanglah, kau harus bersiap-siap, kan? Apa perlu ku antar"
"Tidak usah, aku bisa pulang sendiri. Terima kasih tawarannya. Permisi" Emily berdiri dan meninggalkan Daniel disana.Emily memutuskan untuk menelepon Tania malam itu, menceritakan semua yang telah terjadi.
"Apa kau tak berpikir ini direncanakan, Em?"
"Mungkin, terutama Chloe itu. Sepertinya dia disuruh seseorang."
"Apapun itu, kau harus ke Korea dulu. Dan membantunya sebisamu, hm?"
"Tapi kalau dia marah padaku dan menolakku?"
"Well, kurasa CEO kita bukan tipe orang seperti itu."
"Yayaya, baiklah aku akan menyiapkan barang-barangku dulu."
"Okay, kabari aku besok saat sampai."
"Baiklah, thanks Tan."
"No problem, sis."
[Korea Selatan]
Emily baru saja mendarat beberapa menit yang lalu. Ia tidak bisa tidur sepanjang malam, bahkan selama perjalanan, karena dirinya terus mencemaskan mantan pacar nya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
i'm falling, again.
RomanceNathan kembali dengan traumanya ke Singapura, dan tak sengaja bertemu dengan teman lamanya yang dicarinya selama ini. Setelah berhasil pacaran, hubungan mereka tak semulus itu. Apakah mereka dapat bertahan?