• Should I? •

4.3K 582 40
                                    

Saat itu Win sedang menunggu Bright pulang dari pekerjaannya. Di malam hari dengan hujan yang menemani itu, Win berpikir; haruskah ia bekerja juga?

Rasanya tak enak saja jika hanya Bright yang bekerja untuk keperluan mereka berdua. Apalagi saat kemarin Bright membelikan baju dan segala perlengkapan untuk Win. Mungkin ada baiknya dia membicarakan ini dulu dengan pria itu.

Win melangkah ke dapur hendak membuat dua cangkir teh. Sebentar lagi Bright pulang, tak ada salahnya ia membuat minuman hangat untuk pria itu. Apalagi suhu diluar sedikit dingin karena hujan yang tak bosan-bosannya jatuh ke bumi.

Si manis itu meletakkan dua cangkir teh tersebut di atas meja ruang tamu lalu kembali menunggu sang tuan rumah pulang.

Cklek

Win langsung menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Bright berdiri di sana dengan rambut yang sedikit basah dan gitar di tangannya.

Bright menghampiri Win yang duduk di sofa setelah melepaskan sepatunya. Ia mengecup kening yang lebih muda lalu mengacak rambutnya pelan.

"Win bikinin Bright teh. Nanti diminum ya, sekarang ganti baju dulu." ucap Win sambil mendorong pelan tubuh Bright ke kamar.

"Thanks, Bunny." balas Bright dengan senyum sebelum melangkah masuk ke kamarnya.

" balas Bright dengan senyum sebelum melangkah masuk ke kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mm.. Bright, Win mau ngomong sesuatu." ucap Win ragu saat mereka berdua sudah duduk di sofa dengan nyaman.

"Ya?"

"Bagaimana kalau... Win juga bekerja?" ucap Win dengan kecepatan yang bertambah di akhir kalimat.

"Hah? Maksudmu?" ucap Bright bingung. Kenapa tiba-tiba sekali?

"Rasanya Win hanya merepotkan disini. Bright sudah mengeluarkan banyak uang untuk keperluan Win."

"Nggak, aku nggak akan memperbolehkan mu keluar rumah tanpaku apalagi bekerja." larang Bright tegas.

"T-tapi rasanya nggak adil kalau cuma Bright yang kerja untuk keperluan sehari-hari." ucap Win masih berusaha.

"Bagaimana kalau kamu bekerja jadi suamiku saja?"

Seketika Win tersipu saat mendengar ucapan tersebut keluar dari mulut sang lawan bicara.

"Ih, apasih." ucap Win salah tingkah membuat Bright gemas pada yang lebih muda.

"Nggak papa, Bunny. Aku aja yang kerja, ya? Aku takut kamu kenapa-kenapa kalau kerja di luar." ucap Bright tak ingin dibantah.

Bright terbangun di pagi hari dengan sisi ranjang di sebelahnya yang tak berpenghuni

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bright terbangun di pagi hari dengan sisi ranjang di sebelahnya yang tak berpenghuni. Berarti, Win sudah bangun. Tumben sekali, biasanya Bright yang bangun lebih dahulu. Atau jika memang Win yang bangun lebih dulu, si manis itu akan tetap di ranjang sampai ia bangun juga.

Pria berusia 23 tahun itu melangkah ke kamar mandi untuk membasuh muka lalu melanjutkan langkah ke luar kamar. Karena unit apartemen nya tidak terlalu besar, ia dapat menghirup aroma masakan yang asalnya dari dapur.

Ia melihat Win berdiri di depan kompor, sedang memasak sepertinya. Bright pun memilih duduk di meja makan tanpa bersuara; tidak ingin mengganggu yang lebih muda.

"Oh, Bright sudah bangun?" tanya Win saat melihat Bright di meja makan. Di tangannya ada sebuah piring berisi beberapa lembar roti berisi telur.

"Hm..." Bright menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Win.

"Tumben kamu bikin sarapan." ucap Bright mengungkapkan apa yang ada di kepalanya.

"Soalnya Bright bilang Win bolehnya kerja jadi suami Bright, jadi Win membiasakan diri ngerjain tugas rumah." ucap Win dengan semburat merah di pipinya.

Bright mengembangkan senyumnya, tak menyangka Win menganggap serius ucapannya.

"Ayo sarapan kalau gitu, suamiku"

Pipi Win semakin memerah mendengar ucapan itu, sebelum ia akhirnya merengek, "Ih, Bright mah!"

Capsule BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang