Balkon, Dua Pisang, dan Nama.

169 25 13
                                    

.
.
.
Happy Reading!
.
.
.

Ghifar Abiel Daneswara, namanya.

Pemuda tolol yang memaksa untuk membuka pintu apartemennya pada dini hari, entah, mungkin seminggu yang lalu. Rajuang tahu namanya, ia pernah tak sengaja melihat korsa yang tengah dikenakan oleh pemuda Daneswara itu.

Mereka tak pernah bertukar suara, Rajuang yang malas untuk sekadar bertatap muka dan Ghifar, yang mungkin, merasa malu atas kesalahan bodohnya beberapa malam lalu. Sialnya, mereka selalu bertemu dalam keadaan yang tak terduga seperti peristiwa seremeh menjemur baju atau sekadar bersantai pada balkon.

Rajuang sering sekali mendengar Daneswara muda sekaligus tetangganya itu tertawa keras seakan tak ada hari esok untuk tertawa lagi atau memaki, pada entah dengan siapa ia berbicara, dengan nada jenaka melalui gawai miliknya.

Jangan dulu beri tuduh, Rajuang bukan penguntit. Ia hanya duduk di balkon miliknya ketika ia tidak bisa tidur di malam hari, sayangnya, pemuda itu melakukan hal yang sama. Hanya saja, ia selalu memiliki kegiatan, sedangkan Rajuang hanya diam menatap angkasa.

Beruntung ia tidak hilang kesadaran atau justru kemasukan.

Sama seperti malam ini, lagi-lagi Rajuang harus mendengar pemuda itu terbahak hingga terbatuk-batuk di sisi kanannya. Hanya sedikit jarak yang memisahkan mereka, maklum bila kedua rungu Rajuang kini merasa panas.

Ayolah, ia hanya ingin menikmati malam yang tenang!

Rajuang berusaha untuk tidak menaruh atensinya yang berharga pada seonggok daging bernyawa yang selalu mengganggu ketenteraman jiwanya belakangan ini, kedua telinganya sudah ia sumpal dengan lantunan lagu milik Sleeping At Last, dengan harap dapat membuainya masuk ke alam mimpi.

Bau tembakau yang terbakar datang menyapa, Rajuang terbatuk sesekali, ia tidak tahan dengan asap rokok, walau harus ia akui ia menyukai aromanya.

Entah ia yang mulai mengantuk hingga pikirannya tak jernih lagi atau suasana tiba-tiba terasa hening. Tidak ada lagi tawa dan makian yang memenuhi dua telinganya, bertabrakan dengan alunan musik menenangkan yang tengah ia putar.

Penasaran, Rajuang pun menolehkan kepalanya, hendak melirik si pelaku di balik polusi udara malam itu.

"Cie, merhatiin,"

"Anji──" Rajuang tersentak, gawainya nyaris saja terjatuh dari genggaman tangannya. Dalam hati ia memaki, kenapa pula rasa penasarannya begitu besar hingga kini ia harus ketahuan menjatuhkan fokus pada si pemuda, "──Lo.. Lo juga ngelihatin gue, ya?!"

"Emang, kenapa?"

Diucapkan seakan tanpa beban sembari memamerkan deret gigit dalam balut senyum jenaka, bahkan, sebuah kekehan ia selipkan kemudian. Rajuang tersedak ludahnya sendiri, itu jelas-jelas bukan jawaban yang ia pikirkan.

"Hah?"

"Lo kelihatan tenang banget, sih. Gue penasaran, biasanya lo ngomelin gue. Gue denger, ya."

'Sialan..'

Rutuk Rajuang dalam hati, entah mengapa justru ia merasa malu. Maka, alih-alih kembali beri jawab, Rajuang hanha mendengus lalu kembali mengarahkan pandangnya pada kelamnya angkasa kala itu; memandang apapun, asal bukan Ghifar.

Ia berusaha menganggap eksistensi lelaki di sisi kanannya itu tak ada, walau rasanya mustahil, sebab terasa benar bila pemuda itu menjatuhkan fokus pada dirinya sembari terbahak.

Rasa malunya kian menjadi, walau kini terselip jua kesal di dalamnya.

"Kok diem, malu ya ketangkap basah?"

Jika tangan Rajuang bisa memanjang seperti Luffy, karakter utama dalam One Piece, maka dengan senang hati ia memberikan satu lagi pukulan manis pada tampang menyebalkan milik pemuda itu.

"Lo bisa diem nggak, sih?!"

Ucap Rajuang kesal, ia menyerah dengan segala kepura-puraannya memandang langit yang hampa malam itu. Kepalanya kembali berdenyut, entah sebab emosinya memuncak atau sebab ia belum tidur dua hari ini.

Pemuda yang Rajuang ketahui, secara diam-diam dan tidak sengaja, bernama Ghifar itu justru terbahak kian keras. Namun tak lama, ia kembali bungkam dalam diam. Rajuang lantas berpikir, apa pemuda itu memiliki dua kepribadian?

"Coba makan pisang, dua aja."

Rajuang tak ayal berkerut dahi, perkataan pemuda itu terlalu acak untuk diterima akal sehatnya.

"Kenapa?"

Seharusnya Rajuang sadar, setelah kejadian luar biasa bodoh di depan pintunya beberapa hari lalu, bahwa pemuda itu agaknya tak biasa. Sebab kini, Rajuang dibuat tafakur dalam lamunnya oleh ucap milik si pemuda yang kerap kali ia sebut dengan kata tolol.

"Biar lo bisa tidur,
katanya Bunda gue sih, ampuh."

Rajuang dapat merasakan sebuah keseriusan dalam perkataan milik Ghifar walau ia hanya berkata tentang dua buah pisang, anehnya, hal ini buatnya tertawa lepas. Seharusnya ia bertanya-tanya, bagaimana bisa pemuda itu tahu jika ia, selalu, kesulitan untuk tidur.

Namun, sepertinya, otaknya sesaat menguap hingga menyisakan tawa yang meledak-ledak, mengundang Ghifar 'tuk berkerut dahi lantas mendengus geli.

"Lo aneh juga, ya? Gini aja ketawa."

Jika saja Rajuang masih menjadi dirinya yang biasa, mungkin kini ia telah jatuh tersinggung; entah akan lontarkan makian atau kembali masuki ruang dan meninggalkan Ghifar saat itu juga. Namun kini, ia sama tidak warasnya dengan si pemuda yang telah ia beri label sinting dan tolol sejak beberapa hari yang lalu.

"Gue juga nggak tau kenapa gue ketawa?" ucap Rajuang disela tawanya yang mulai memudar, satu tangannya kini ia kerahkan 'tuk hapus lelehan air mata dari sudut matanya.

Ditolehkan pandang pada pemuda abstrak di sisi kanan, ia pun baru menyadari bahwa pemuda itu tengah memangku dagu pada pembatas balkon menghadap dirinya.

Pun Rajuang baru menyadari, Ghifar punya senyum yang lebar dan menular.

Hangat.

"Omong-omong, gue Ghifar. Lo?"


'Gue udah tau nama lo Ghifar,'

"Rajuang, Juang,"

"Eh, nama lo lucu ya,"


"Lo ngejek nama gue?"

"Nggak, nama lo ngingetin
gue sama Rajungan,"


"SIALAN!"

"HAHAHAHA."


.
.
.
Next?
.
.
.

Hi?
Bagaimana harinya, baik enggak? Semoga baik, ya. Aku doakan dari sini, semoga sampai ke tangan Tuhan.

Aku mau minta maaf, tulisan kali ini pendek sekali. Aku mungkin enggak bisa menulis panjang-panjang, takut terasa membosankan.

Ini membosankan nggak? Kalau iya, akan aku usahakan beberapa perombakan. Huhu.

Seperti biasa, aku sangat menerima kritik dan saran kalian. Tinggalkan vote dan comment-mu yaa!

See you next time! 👋

Nunu.

UNEXPECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang