Gereja, Soto, dan Playlist.

140 21 4
                                    

.

.

.

Happy Reading!

.

.

.

"Ju.. Juang..
Udahan tidurnya,"

Rajuang bergerak tak nyaman, lehernya terasa pegal. Beberapa kali ia mengerjap-ngerjapkan mata untuk fokuskan diri yang semula lelap tertidur.

"Eh Gue ketiduran?"

Rajuang mengedip-kedipkan matanya lucu pada Ghifar yang tengah bersusah-payah menahan diri untuk tidak mengusak surai hitam Rajuang gemas.

"Tidur lo pulas, 'ngiler pula,"

"Hah?!"

Satu tangannya dengan tergesa mengusap wajah, sungguh, malu benar ia saat ini. Ghifar justru terbahak melihat reaksi pemuda yang baru saja ia bohongi.

"HAHAHA──bohong gue.
Udah, ah, laper nih,"

"Bangsat lo, Kak!"

Maki Rajuang pada Ghifar yang telah lebih dulu keluar dari mobil, disusul dengan Rajuang lengkap dengan wajah bantalnya yang tertekuk sebal. Tak lupa, Ghifar mengunci mobilnya terlebih dahulu sebelum mengajak Rajuang 'tuk duduk pada meja di sudut ruang.

Rumah makan itu tidak ramai, namun bukan berarti tanpa pengunjung. Rajuang dan Ghifar pun telah memesan makanan, walau lebih tepatnya, Ghifar yang memesan dan Rajuang mengikuti rekomendasi pemberian pemuda jangkung itu.

Kini, dua mangkok nasi soto dan gelas es teh, tawar milik Rajuang dan manis milik Ghifar, menemani mereka menghabiskan siang. Tak ketinggalan, beberapa obrolan tentang kehidupan kampus pun pribadi sesekali hadir di antara mereka.

Tak butuh waktu lama untuk dua mangkok nasi soto itu habis tak bersisa, memang sejatinya, sudah lapar perut mereka berdua. Menepati ucapnya, Rajuang pun membayar makan siang kali itu sedang Ghifar lebih dulu berjalan memasuki mobil lantas menyalakan mesinnya.

Baru saja Rajuang hendak melenggang meninggalkan kasir, sudut matanya menangkap hal yang sangat menarik siang itu; es krim.

Maka Rajuang pun menghampiri sisi kemudi, lantas mengetuk kaca jendela mobil itu perlahan hingga Ghifar menurunkannya.

"Kak, lo mau es krim nggak?"

"Gue 'kan nyetir?
Kecuali lo mau nyuapin gue,"

Memutar matanya kesal, Rajuang memilih 'tuk masuk ke dalam mobil alih-alih kembali 'tuk beli yang diinginkan. Melihat Rajuang, Ghifar lagi-lagi berpikir bila ia tengah menemani anak kecil dan bukan Rajuang yang berperawakan, sedikit, mengintimidasi karena tato juga banyaknya tindik yang dimiliki sang pemuda.

"Ngimpi lo, mending nggak jadi,"

"Lho, nggak jadi beli?"

"Kapan-kapan aja,"

"Bener? Jangan nangis, lho.."

"Bacot banget, sihh?! Udah, jalan aja kenapa,"

"Ngambekan,"

Rajuang pun melayangkan satu tinjuan, tak benar-benar serius, pada Ghifar yang kini tertawa keras sembari mulai kemudikan mobil. Senandung musik pilihan Ghifar kembali terdengar, temani mereka dalam perjalanan pulang kali ini.

UNEXPECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang