13

1.1K 156 5
                                    

"Hyun, Gue pulang."

Tak ada sahutan dari sang empunya nama. Bahunya mengedik acuh, Ia berpikir mungkin sahabatnya tengah terlelap hingga tak menyahuti sapaannya.

Kakinya membawanya menuju pantry untuk menaruh barang bawaannya yang berupa persediaan pangan untuk beberapa hari ke depan. "Hyun, es krim ada di freezer ya! Sudah Gue belikan!" ujarnya dengan suara lantang yang diharapkan bisa menembus hingga ke kamar mereka.

Keningnya mengkerut heran, ia yakin sekali suaranya cukup lantang untuk membuat anak itu terbangun dari tidurnya, namun tumben anak itu tak menyahutinya.

"Hyunie?"

Panggilnya pelan ketika membuka pintu kamar mereka. Perasaannya berubah menjadi tak enak melihat kamarnya kosong tanpa penghuni. Ia dengan panik berlari menuju kamar mandi, pikirannya dipenuhi dengan beribu pikiran buruk.

Kosong begitu Ia membuka pintu kamar mandi dengan tergesa, lantainya pun kering. Tandanya anak itu belum menyentuh kamar mandi semenjak Ia pergi belanja dua jam yang lalu.

Kepanikan benar-benar menyelimutinya, Ia terus meneriaki nama lelaki itu berulang kali hingga menggema di seluruh apartemen mereka. Namun sama sekali tak mendapatkan sahutan yang berarti.

Ia mengacak-acak rambutnya gusar, Hyunjin sama sekali tak mengabarinya jika memang anak itu pergi, biasanya Ia akan selalu izin jika ingin berpergian. Ini aneh.

Raut wajah marah ketara sekali setelah la membaca tulisan di secarik kertas yang la temukan di atas ranjangnya. Kertas usang itu Ia remas kuat hingga tak terbentuk.

Tangannya dengan cepat meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. "Kumpul di markas. Kode merah menyala." desisnya begitu panggilan tersambung.

Tubuhnya merosot ke lantai, tungkainya tak mampu menopang berat tubuhnya setelah panggilan itu berakhir. Ia menatap nanar jari manis tangan kirinya.

"I will give you everything, I promise. Please stay alive." lirihnya memandang sendu jari dengan tato kecil bertuliskan te darà todo, 203, maniknya mengembun hingga menitikan air mata.

" lirihnya memandang sendu jari dengan tato kecil bertuliskan te darà todo, 203, maniknya mengembun hingga menitikan air mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chan masuk ke dalam bar kepunyaan adik sepupunya itu yang menjadi markas perkumpulan mereka. Teman-temannya sudah berkumpul di dalam sana. Suasana tegang dan sering begitu terasa.

"Hyunjinㅡ mana?" tanya Seungmin penuh kebingungan ketika tak menemukan lelaki seusianya tak berada di samping kakaknya itu begitu Chan mendudukan tubuhnya di atas sofa.

Helaan nafas berat lolos dari Chan, wajahnya yang begitu kusut la usap pelan. "Itu kode merahnya. Hyunjinㅡ diculik." lirihnya penuh kesenduan.

Tentu saja hal itu membuat seluruh anggota geng itu terkejut. Hyunjin yang mereka ketahui pandai berbela diri, jadi kemungkinan untuk terculik sangat minim karena pelaku pasti mendapat perlawanan dari lelaki itu. "Bagaimana bisa?!" sulut Han tak percaya akan berita yang Chan berikan.

Chan menggeleng lemah, "Gue gak tau. Tadi pagi Gue tinggal buat beli sarapan sekalian belanja mingguan, pas Gue balikㅡ kosong." jelasnya pelan. Kepalanya terus tertunduk lesu, Ia terus memandangi tato kecilnya dengan sedih.

Changbin mengusak rambutnya kasar, la ikut stress dengan informasi ini. "Siapa yang nyulik? Lo pasti tau kan?" tanyanya setelah meredam amarahnya.

Kepala Chan mengangguk, "Lawan balap Gue beberapa bulan lalu." jawabnya pasti, Ia juga menunjukan kertas runyek yang berisikan pesan pada mereka.

Sebuah kertas dengan pesan; Hi! Cowoklo Gue ambil ya, dia manis, Gue suka. Kalau mau cowoklo balik, temuin Gue di Arena balapan waktu itu, Rabu depan, tengah malam. ㅡtertanda, JS.

"Kalau gitu we need to stay calm. Ikuti alurnya dulu, cari tahu kemauan Dia apa. Jangan gegabah, Kita gak tau Hyunjin akan diapakan sama Mereka." ujar Woong menengahi keadaan genting itu.

Mereka semua mengangguk paham dengan perkataan sosok yang tertua kedua diantara mereka semua. Chan pun mengucapkan terima kasih pada temannya itu karena bisa mengendalikan suasana dengan baik disaat Ia tak dapat berpikir jernih.

Semua mata terpaku pada Chan yang kembali menundukan kepalanya, "Maaf. Maaf gak bisa jaga Hyunjin dengan baik. Ini semua salah Gue." ujarnya begitu pelan sarat akan penyesalan yang dalam.

"ㅡkalo aja waktu itu Gue bisa tahan emosi, mungkin Hyunjin masih ada di samping Gue. Gue minta maaf udah lalai." lirihnya lagi begitu menyesali perbuatannya bulan lalu.

Seungmin tersenyum tipis, la dengan lembut menarik tubuh besar Chan ke dalam rangkulannya. Ia memberikan tepukan-tepukan ringan untuk menguatkan sosok lelaki yang sudah la anggap kakaknya sendiri. "Ini bukan salah Lo, Hyung. Jangan menyalahkan dirilo ya."

Felix mengangguk, Ia pun ikut memberikan pelukan untuk kakak sepupunya itu. "Benar apa kata Seungmin, Chan-hyung gak salah. Don't be sorry. Kita pasti dapatkan Hyunjin balik dengan keadaan utuh, ok?" ujarnya menyemangati sepupu dari pihak ibunya itu.

Ucapan penyemangat dari teman-temannya itu cukup membuatnya tersenyum tipis. Ia mengangguk dan menyakinkan dirinya sendiri jika Mereka pasti dapat membawa pulang Hyunjin kembali dengan keadaan baik-baik saja.

"Bertahan, Hyun. Tunggu Gue dan anak-anak jemput Lo."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
torpe ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang