Tujuh

37 1 0
                                    

Besok adalah hari ulang tahun bunda Aruna. Meskipun di rumah itu tak ada perayaan tiup lilin, tapi setiap hari spesial bunda Aruna selalu dimanjakan dengan pemberian Afan. Keluarga itu memang sederhana, namun di tanggal penting wanita kesayangan Afan itu selalu sempurna dengan kebaikan Afan.

Semenjak Afan punya uang sendiri, tak hanya orang kurang beruntung yang selalu dialiri rezekinya. Bundanya adalah orang pertama yang selalu merasakan itu.

Di ulangtahun bunda Aruna ke 53 tahun, Afan menyantuni 10 panti asuhan atas nama bundanya. Ketika bunda Aruna baru berumur 54 tahun, Afan berangkat umroh bersama bundanya. Dan di ulangtahun terakhir, umur bunda Aruna ke 55 tahun, Afan mendirikan panti asuhan atas nama wanita cantik itu.

Afan selalu manis pada bundanya. Tak pernah ragu untuk habis-habisan demi bunda Aruna. Balasan dari semuanya, rezeki Afan selalu mengalir deras tanpa disangka-sangka.

"Sayang, besok bunda ulang tahun. Kita kadoin apa ya?" Tanya Afan saat duduk santai berdua dengan Azana.

"Kita ke mall aja cari baju sayang. Biar nanti aku yang pilih."

"Bunda gasuka dikadoin barang begitu sayang."

"Biasanya kamu kasih apa?"

Lalu Afan bercerita semua yang dia berikan setiap hari spesial bundanya. Memang tidak ada yang untuk bermewah-mewahan, semuanya untuk kebaikan berujung pahala.

Mendengar penuturan Afan, Azana terperanjat. Terlalu royal laki-laki ini hanya untuk sebuah ulang tahun. Azana khawatir, dia tak mau semua uang Afan mengalir deras untuk bundanya. Mereka berdua punya masa depan panjang yang perlu dipersiapkan dengan matang.

"Perlu duit banyak semua yaa. Terus sekarang kamu mau kasih apa?" Azana mulai berubah suasana hatinya.

Bagi Afan, untuk bundanya dia rela melakukan apapun. Apalagi hanya berbentuk uang yang masih bisa dicari terus. Afan selalu mengingat, semakin banyak memberi maka akan semakin banyak mendapat, terutama pada orangtua.

"Rencananya aku mau bangun masjid atas nama bunda. Menurut kamu gimana sayang?"

"Maaf yaa kalau kamu tersinggung. Dulu kamu bisa kasih sebanyak apapun buat bundamu, itu karena kamu masih sendiri. Sekarang kamu udah jadi suami, hidupmu gak cuman untuk bunda Aruna."

Untuk pertama kalinya Afan melihat Azana khawatir tentang pengeluaran. Selama ini dia tak ragu keluarkan banyak uang hanya untuk hal tak penting. Uangnya banyak, hanya untuk membangun masjid juga tak masalah. Apalagi juga tak akan pakai uangnya, pasti dari duit Afan.

"Kalau urusan bunda, kamu gak perlu khawatir. Aku punya tabungan tersendiri untuk bunda. Kamu gabakalan kekurangan kok sayang."

Walaupun ditenangkan seperti itu, Azana tetap belum puas. Afan sekarang sudah seorang suami, tanggung jawabnya tentu berbeda walaupun Azana punya penghasilan sendiri.

Padahal Azana yang tak pernah paham. Sejauh apapun anak laki-laki mengarungi rumah tangga, prioritas utama tetap ibunya.

"Iya deh. Kamu mau bikin masjid dimana?"

"Rencananya dekat panti asuhan bunda sayang. Tapi nanti tanya bunda dulu baiknya dimana."

Panti asuhan yang tahun lalu didirikan Afan sebagai kado ulang tahun ke 55 tahun bunda Aruna belum ada tempat solat yang begitu nyaman. Hanya musalla kecil di samping gedung panti asuhan.

****

Hari ini begitu spesial bagi bunda Aruna. Jam 00.00 WIB sudah ada Afan yang tiba-tiba datang ke rumah hanya memberi ucapan dengan kecupan hangatnya. Begitu sederhana. Namun, semuanya sangat dirindukan bunda Aruna.

"Selamat ulang tahun bunda. Semua doa terbaik selalu Afan hadiahi setiap waktu buat bunda. Afan sayang bunda sampai kapanpun." Ucap Afan sambil memeluk dan mencium bundanya.

"Terima kasih sayangnya bunda. Semoga Afan bahagia terus ya nak. Bunda akan selalu cinta Afan sampai akhir." Bunda Aruna berkaca-kaca menatap anaknya.

Bunda Aruna sudah lama tak begitu dekat dengan Afan. 7 bulan pernikahan Afan, hanya beberapa kali dia bisa bermanja dengan Afan.

Semuanya terjadi bukan karena Afan, tapi bunda Aruna merasa istrinya menjadi penghalang.

Bukan tanpa alasan bunda Aruna menilai begitu. Setiap Afan datang ke rumah bunda Aruna, Azana selalu meminta segera pulang. Bahkan makanpun kadang Afan tak sempat.

Bunda Aruna ingin berkeluh kesah, selalu buru-buru ditanggapi Azana, namun tanggapan dingin saja. Afan tak punya waktu lagi menjadi pendengar yang baik bagi bundanya.

Beberapa kesedihan sejak awal menikah sudah banyak terjadi pada bunda Aruna. Azana yang ketika belum menikah bak bidadari seakan sempurna, tak berlaku lagi saat sudah menjadi istri Afan. Azana terlalu sibuk dengan inginnya.

Salah satu kesedihan terbesar bunda Aruna, ketika selalu mendapat kabar Afan sakit karena diberi makan sembarangan sama Azana.

Pernah suatu ketika, karena begitu malas memasak, Azana berbohong tentang asal makanannya agar Afan mau menyantap. Azana bilang masak sendiri, padahal makanan itu dibeli entah dimana.

Azana bohong jika mengaku cinta Afan dengan tulus. Jika memang cinta, tentu tak akan berani melukai. Jika Azana cinta, dia tak akan tega menyakiti.

"Terima kasih bunda. Oiya bun, untuk kadonya Afan bangun masjid atas nama bunda ya."

"Gausah nak. Nanti akan jadi masalah sama Azana." Bunda Aruna khawatir anaknya akan ribut dengan menantunya itu.

"Gapapa bunda. Afan udah ngomong sama Aza. Lagian Afan pakai duit sendiri kok, Azana juga gabakalan kekurangan. Tenang aja bunda. Apapun untuk bunda Afan lakuin."

Akhir-akhir ini Afan sudah mulai muak sama kelakuan Azana. Dia juga merasa dibatasi untuk menunjukkan sayangnya sama wanita yang sering kesepian itu.

Terlepas dari semuanya, Afan berusaha sabar. Dia harus bisa mendidik istrinya.

****

Demi BaktikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang