Happy reading😉
***
"Nai" Panggil Alfina berbisik pada Nail,tapi Nail tetap tak meresponnya. Membuat Alfina gemas sendiri.
Falro berjalan mendekati meja Alfina dan Nail. Orang tadi adalah Falro. Dia berdiri tepat disamping Alfina. Alfina tetap diam menunduk dan sok sibuk bermain dengan ponselnya. Lalu mengangkat ponselnya ke arah telinganya.
"Oh,hallo" Alfina berpura-pura sedang bertelefon dengan seseorang padahal layarnya mati.
"Ehmm,iya gue di cafe nih bang. Iya gue pulang kok, gue pulang. Bye" Alfina segera menurunkan ponselnya dan memasukkan ponselnya kesaku roknya. Alfina membenarkan seragamnya,dan menyisir poninya dengan jarinya kebelakang.
"Nai,gue..duluan ya,abang gue nelfon nyuruh gue pulang tadi" Pamit Alfina cepat mengabaikan Falro yang ada disampingnya,lalu Alfina berlari ke arah kasir hendak membayar tapi dia lupa dompetnya ada di mejanya tadi.
"Sial!" Umpat Alfina frustasi sambil menyisir rambutnya yang keluar dari kucirannya kebelakang. Menyalurkan emosinya dengan mengepalkan tangannya.
Alfina melihat sekeliling, pandangannya jatuh ke tatapan datar nya si Afalro. Yang menurut Alfina,dia itu ayahnya Indra padahal bukan.
"Mimpi apa gue tadi,ini jantung gue kenapa lagi pakai disko segala" Gumam Alfina pada dirinya sendiri. Dengan nafas yang terengah-engah karna berlari tadi. Padahal dia berlarinya sedari tadi,tapi sampai sekarang jantungnya tak berhenti berdetak dengan normal.
Falro berjalan mendekati Alfina yang berada di depan meja kasir. Entah sejak kapan Nail sudah tak ada di meja yang mereka duduki tadi. Falro berada tepat dihadapan Alfina dan menatap Alfina lurus,dia sama sekali tak berniat untuk mengalihkan pandangannya. Membuat Alfina gugup setengah mati dan juga salah tingkah karna dia yang ditatap seintens itu oleh Falro.
Falro merogoh saku celananya,lalu mengambil benda berukuran sedang seperti dompet yang ada gantungannya. Sebuah gantungan kunci berbentuk melon bergambar smile. Lalu Falro menyerahkannya pada Alfina.
"Oo..oh,makasih" Alfina berbicara dengan gugup,lalu bernafas dengan lega. Dia kira bapak ini hendak melakukan apa padanya. Ternyata... tidak.
Saat Alfina hendak meraih dompetnya, Falro menaikkan tangannya sehingga Alfina harus berjinjit mengambilnya. Berkali-kali Alfina mencoba mengambilnya tapi tangannya tak sampai,akhirnya Alfina menyerah,karna tubuh Alfina yang pendek.
"Terserah bapak deh,mau ambil dompet saya juga gak masalah. Saya mah... Bodoamat!" Tekan Alfina pada kalimat terakhir. Dia tak perduli karna telah berkata tak sopan pada pemilik cafe tersebut.
"Ehmm,mbk? Boleh gak saya bayarnya besok aja?" Tanya Alfina pada mbk penjaga kasir. Lalu mbk penjaga kasir menatap Alfina dan Falro. Falro mengisyaratkan untuk melarangnya. Mbk penjaga kasir menggelengkan kepalanya,tanda tak memperbolehkan permintaan Alfina.
"Dompet saya hilang mbk, saya janji deh besok langsung kesini pas pulang sekolah" Tawar Alfina pada mbk penjaga kasir.
"Banyak yang bilang gitu mbk,maaf bukannya saya menyamakan. Tapi, memang banyak orang yang bilang kayak gitu,akhirnya gak ada satupun yang kembali lagi menepati janjinya" Jelas mbk penjaga kasir pada Alfina,yang membuat Alfina tercengang.
"Mbk kira saya pembohong? Mbk kira saya pengemis? Saya sudah sering kesini mbk,asal mbk tahu? Setiap saya kesini saya gak pernah ngutang,saya slalu bayar mbk. Kalau gak percaya tanya aja sama temen mbk,dia yang slalu ngabsen saya" Balas Alfina berapi-api dengan suara yang tertahan karna menahan amarahnya.
Mbk penjaga kasir hanya diam,dan menunduk takut karna penjelasan Alfina. Memang benar setiap Alfina ke cafe tersebut dia slalu membayar tagihannya,juga terkadang dialah yang membayarkan tagihan
teman-teman atau sahabatnya, itu yang diceritakan oleh teman kerjanya."Kenapa diam mbk? Mau nyari kalimat apa lagi? Apa mendadak mbk bisu? Hah? Maaf mbk,kalau saya gak sopan. Tapi, mbk sendiri yang membuat saya mengeluarkan kalimat tersebut. Saya jujur loh mbk,apa mbk gak percaya?" Alfina memojokkan mbk penjaga kasir yang tengah menunduk. Lalu dia bersedekap dada.
Suara Alfina memang biasa tapi kalimat dan nadanya yang membuat siapapun takut pada Alfina. Bukan hanya suaranya tapi tatapan tajamnya saat Alfina sedang marah.
Falro hanya berniat bercanda tapi malah dia memancing amarah Alfina untuk keluar. Akhirnya dia menarik tangan Alfina untuk keluar dari cafe. Alfina sempat berontak,dan memukul tangan Falro. Tapi Falro mengabaikan Alfina dan tetap menarik tangannya hingga sampai parkiran.
"Kenapa kamu tega menjadi wanita?" Tanya Falro pada Alfina. Dan hanya dibalas Alfina dengan satu alis yang terangkat.
"Maaf ya pak, saya gak ada urusan sama bapak!" Tekan Alfina pada Falro.
Alfina hendak melangkah,tapi langkahnya harus terhenti karna Falro yang mencekal tangannya.
"Kamu harus meminta maaf kepada pegawai saya" Tegas Falro pada Alfina.
Alfina mencoba melepaskan cekalan tangan Falro dari pergelangan tangannya,tapi cekalan Falro sangat kuat. Menimbulkan ringisan tak bersuara dari Alfina. Alfina menggigit bibir bawahnya dengan kuat, lalu dia menunduk guna menyembunyikan rasa sakit yang ada di pergelangan tangannya.
Falro memegang dagu Alfina lalu mendongakkannya agar menatap wajahnya.
"Kalau ngomong sama saya tuh-" Ucapan Falro terhenti karna dia melihat Alfina mengeluarkan cairan bening dari matanya. Ya, air mata Alfina merembes keluar dari kelopak matanya. Dia tak tahan dengan rasa sakit,sehingga dengan mudahnya air matanya terus keluar.
Falro sempat tergiur dengan warna bibir Alfina yang merah alami. Falro menebak bahwa Alfina tadi menggigit bibirnya. Falro menatap mata Alfina yang memerah,karna tengah berusaha menahan tangisnya. Tapi, hal itu sia-sia menurut Falro. Karna air mata Alfina yang tak bisa tertahan akhirnya jatuh ke pipi Alfina. Membuat pipi Alfina merona. Dan hal itu membuat Falro gemas sendiri. Ingin mencubitnya,tapi dia paham kondisi.
Lalu setelah melihat matanya Falro melihat bulu mata Alfina yang lentik dan panjang,menambah kesan imut pada Alfina. Karna bulu mata panjang nan lentiknya yang basah. Tatapan Falro turun dan fokus lagi ke bibir Alfina. Falro menggelengkan kepalanya dan sesegera mungkin Falro mengusir pikiran itu. Apakah dia tertarik pada Alfina? Maybe, No.
Sebenarnya Alfina bukanlah gadis cengeng,atau mudah menangis. Tapi, entah mengapa dia menangis hanya karna cekalan Falro yang menurutnya sangatlah sakit.
"Kamu,menangis?" Tanya Falro pada Alfina. Dia tak mau diduga melakukan hal yang tak wajar pada Alfina.
Tapi Alfina tetaplah Alfina,yang hanya berucap baik-baik saja saat ditanya. Padahal dengan jelas keadaannya tak baik-baik saja. Namun, kali ini Alfina hanya terdiam saat ditanya seperti itu oleh Falro.
Alfina melepaskan pegangan Falro yang melonggar dari tangannya,lalu menghempaskan tangan Falro dari dagunya. Alfina menghapus air mata yang ada di pipinya dengan kasar. Lalu dia menuju motor nya dan menaikinya. Alfina menyalakan motornya dan pergi dari cafe tersebut dengan perasaan marah dan pikirannya yang berkecamuk.
Sedari tadi Alfina terdiam karna menahan nafasnya,saat matanya bersitubruk dengan mata Falro. Saat itu juga jantungnya kembali berdetak dengan tak normal. Alfina diam, juga karna suaranya yang tiba-tiba tercekat di tenggorokannya. Jadilah dia seperti patung hidup yang hanya bisa bernafas dan juga berkedip tapi tak dapat mengeluarkan satu pun suara.
:》》》》》
-semangat teman-teman bacanya🤗
-vote and coment :>
-semangatt🤗😄###
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun Mata
Teen Fiction[Cover : x.cptwld_] Belajarlah untuk menghargai bukan menyakiti. Mengingatkan bukan membiarkan. Dan memberi ketulusan bukan pelampiasan'. Jadilah wanita yang diinginkan para pria untuk dimiliki tapi tak mudah untuk ditaklukan juga disakiti.'