Satu hal yang pertama kali Joseph lihat ketika tangannya bergerak menarik kenop pintu ialah wajah Radin dengan potongan rambut barunya, yang kini pendek sebahu. Bibir Radin mengembang dengan begitu lebar. Tanpa berbasa-basi dan menyapa lebih dulu, perempuan itu lantas melompat ke dekapan Joseph. "Aku kangen!" ujarnya.
Dan mendengarnya membuat Joseph ikut menyungging senyum. Laki-laki itu membalas dekapan pacarnya. "Kok nggak bilang-bilang sih kalau mau ke sini? Aku kan nanti malam kerja, babe. Masa aku tinggal kamu sendirian?" tanyanya seraya menutup pintu dan berjalan menuju ke sofa. "Atau kamu pulang nanti malam?"
Radin menggeleng. "Aku nginap, ya? It's okay kalau kamu kerja. Aku kan bisa nunggu kamu di sini, atau ikut. Nanti aku ajak Acha sama Raven keluar."
"Acha sama Raven baru aja ke Dinar kemarin malam sama aku," balas Joseph sambil beranjak menuju dapur untuk menyiapkan minum. "Jadi kalau kamu ngajak mereka keluar malam ini, kayaknya skip, deh."
Kini Radin mangangguk-angguk. "Well, kalau gitu aku di sini aja."
Joseph tidak mengatakan apa pun. Ia kembali ke sofa di mana Radin duduk, lalu menaruh segelas susu putih di atas meja. Kesukaan Radin sejak sebelum keduanya berpacaran.
Keadaan ruang tengah tiba-tiba hening begitu Radin meraih gelas berisi susu tersebut dan mulai menyesapnya sedikit demi sedikit. Mata Radin berjalan mengelilingi ruangan. Tidak banyak yang berubah sejak kali terakhir ia berkunjung bersama Acha ke sini.
"Kalau ngajak Acha ke sini, boleh?" tanya Radin setelah ia menaruh gelas susu dan beralih meraih sebungkus rokok dan pemantik milik Joseph. Laki-laki itu hanya mengangguk tanpa kata-kata. "Kalau gitu nanti aku coba ajak Acha, deh."
Joseph mengangguk. Laki-laki itu mengambil rokok dan pemantiknya dari tangan Radin setelah perempuan itu mengisap satu batang rokok. "Nggak boleh ngerokok banyak-banyak. Aku mau tidur. Nanti bangunin, ya," katanya seraya beranjak menuju kamarnya.
Dalam sekejap bibir Radin lantas mengerucut. Ini tidak seperti Joseph yang dia kenal sebagai pacarnya. Bagaimana bisa Joseph bersikap setidak-welcome itu ketika Radin sudah jauh-jauh datang ke apartemen laki-lakinya secara mengejutkan begini?
+ + +
"Kenapa Radin nggak datang kemarin aja, sih?" tanya Raven seraya terus fokus ke jalan raya di depannya. Tak ada jawaban dari Acha selain bahunya yang terangkat, dan kepalanya yang menggeleng. "Lagian, kamu juga ngapain iyain ajakannya Radin?"
Acha berdecak sebal. Ia menoleh kepada sopir yang mengemudikan Honda Jazz hitam yang ditumpanginya. "Kamu nggak ikhlas ya, nganterin aku ke apartemennya Joseph?"
"Nggak git—"
"Terus?" potong Acha cepat, membuat Raven tak punya pilihan selain diam. "Kalau nggak mau anterin aku kenapa nggak bilang dari tadi aja? Aku juga bisa kok berangkat sendiri. Aku tau jalan, aku juga bisa nyetir."
Mendengar Acha memperpanjang permasalahnnya membuat Raven kini turut tersulut kesal. Laki-laki itu membalas dengan amarah, "Ya kalau tahu kamu bisa pergi sendiri kenapa harus minta aku? Kan kamu bisa pergi sendiri."
"Ya mana mungkin, Ven, aku dateng ke apartemen Joseph sendirian. Lagian, masa iya aku nyamper cowok ke apartemen, gitu? Apa kata orang nanti?" balas Acha masih tidak mau kalah.
Raven menginjak pedal gas lebih dalam. Untuk sesaat laki-laki itu terdiam, sebelum akhirnya bicara lirih, "Ngapain mikirin itu kalau Joseph aja nggak pernah mikirin itu. Kamu pikir kamu satu-satunya cewek yang pernah dateng ke apartemennya Joseph? Lagian juga, siapa yang bakal peduli, Cha, kalau kamu bolak-balik ke apartemen Joseph? Memangnya tetangga Joseph bakal tanya-tanya dan bakal nasihatin Joseph untuk nggak ngundang cewek ke apartemennya, gitu? Kan, nggak."
"Ven!" hardik Acha, yang menjadi satu-satunya alasan percakapan mereka terhenti kemudian.
Sisa perjalanan mereka hening. Acha menyibukkan diri dengan ponselnya, sementara Raven terus memandang ke depan sampai mobilnya tiba di basement gedung apartemen. Keduanya turun begitu mobil terparkir sempurna, tetapi Acha melangkah lebih dulu meninggalkan Raven.
Gadis itu langsung mengontak dan menemui Radin di lobi tanpa memedulikan Raven yang entah mengekorinya berjalan atau tinggal di mobil, atau bahkan pulang tanpa pamit.
"Hei!" sapaan Radin membuat kegiatan mencari Acha terhenti. Acha mencari sumber suara, dan menemukannya di pintu lift yang baru saja terbuka. Senyum keduanya lantas mengembang. "Mana Raven?"
Acha mengedikkan bahu. "Nggak tau. Udahlah, nggak penting. Palingan juga pulang," balasnya seraya menarik Radin untuk kembali masuk ke lift, kemudian menekan tombol berangka dua belas.
"Lo nginep, Din?" tanya Acha begitu tiba di ruang tengah. Radin mengangguk. "Joseph ke mana?"
"Tidur," balas Radin cepat. "Lo mau minum apa, by the way?"
"Apa aja, sih. Tapi jangan alkohol ya. Gue baru minum kemarin," balas Acha sambil menempati sofa yang kosong.
Ini bukan kali pertama bagi Acha menginjakkan kaki ke apartemen Joseph, tapi setiap kali ke sini, rasa heran selalu menghantuinya. Aroma alkohol menguar hampir di setiap sudut ruangan. Acha beberapa kali menemani Raven berkunjung ke sini, dan tahu betul kalau Joseph benar-benar malas membereskan segala kekacauan yang dibuatnya sendiri.
Seperti misalnya yang bisa dilihatnya sekarang. Ada satu asbak di atas meja yang benar-benar penuh dengan puntung rokok, bahkan dengan abunya yang bersepah di sekelilingnya. Ada lagi beberapa kaleng bekas bir. Mungkin ini penyebabnya tercium aroma alkohol di dalam ruangan tersebut.
"Tadinya gue mau ajak lo ke Dinar, tapi kata Joseph kalian baru pergi kemarin." Radin datang dengan segelas sirop yang dibuatnya untuk Acha. "Eh, by the way, sori ini berantakan banget. Gue baru aja mau beresin, tapi lo keburu datang."
Acha mengangguk. "Santai aja sih, Din. Bukan cuma lo yang kenal sama Joseph."
Radin hanya terkekeh. Perempuan itu mengambil kaleng-kaleng bekas minuman yang entah sudah ada di sana sejak kapan. Ia membuangnya beserta dengan puntung-puntung rokok di dalam asbak.
"Lo kenapa tiba-tiba ke sini tanpa ngabarin, Din?" tanya Acha di tengah heningnya ruangan, tepatnya ketika Radin mengembuskan asap dari dalam mulutnya untuk kali pertama. "Tumben juga ngajak gue ke sini."
"Ada yang mau gue tanyain sama lo. Tapi nanti aja," balas Radin. Tangannya terulur, menawarkan rokok kepada Acha.
Yang ditawari itu mengambil satu batang, kemudian meraih pemantik yang tergeletak di atas meja. Acha mengapit batangan putih tersebut dengan kedua bibirnya, membuatnya berwarna kemerahan sebab lipcream yang dipakainya. Satu isapan dalam, dan satu embusan selama dua detik Acha lakukan.
Satu pertanyaan terlontar, "Ada apa emangnya?"
Radin memilih untuk menggeleng. Tidak mungkin ia mengutarakan pertanyaannya sekarang. Radin tidak mau Joseph mendengar pertanyaan ini dan membuat laki-laki itu justu merasa cemas.
"Ada masalah sama Joseph, ya?" tanya Acha sekali lagi. Gadis itu membiarkan ujung rokoknya terus terbakar, membuat abunya sedikit demi sedikit jatuh.
Kini,samar-samar Radin mengangguk. "Gue nggak tau sih harus sebut ini masalah ataubukan, tapi ...."
YOU ARE READING
Get Drunk
RomanceSetahu Sherena, di kebanyakan kampus-atau mungkin, di seluruh kampus-citra anak Seni Rupa itu sudah kacau balau. Tidak terkecuali di kampusnya, Universitas Pangeran Antasari. Dan sejak Sherena tercemplung di dalamnya selama satu semester, ia bisa me...