4. Dia

2.1K 163 22
                                    

Aku tidak kesepian.

Aku berangkat kuliah sendiri, makan siang sendiri dan belajar sendiri.

Aku mengunyah ramenku yang sudah dingin dengan kesunyian yang menghiasi malam ini.

"Sampai kapan mau makan ramen terus, Naruto?"

Mulutku berhenti mengunyah, lalu tersenyum getir.

Ia tidak suka aku terus memakan ramen, namun keesokan harinya ia membuatkanku ramen penuh sayuran hijau.

Bolehkah aku berharap lagi?

Aku ingin ramen dengan setumpuk sayuran hijau itu lagi, kali ini aku akan memakannya dengan tulus dan senang hati.

Namun itu tidak akan pernah terjadi lagi.

Setiap hari, aku hanya memandangi langit dan berharap ia juga sedang melihat ke langit yang sama.

Aku tidak pernah kesepian.

***

Ia adalah sosok nyata yang pernah mengisi warna-warni dikehidupanku.

Kami berbagi kasih bersama, saling menyalurkan cinta yang bahkan tak perlu dengan kata-kata. Ia selalu menungguku pulang sekolah jika aku ada jam belajar tambahan, dan begitu juga denganku. Aku selalu menunggunya pulang jika ia sedang mengikuti eskul musiknya.

1 Januari, tahun baru dimulai, kami pergi ke kuil bersama dan berdoa.

Aku menatapnya, "Apa keinginanmu, Sasuke?" tanyaku antusias.

"Aku ingin terus bersamamu, menikah denganmu." jawabnya sambil tersenyum geli. Aku tersenyum cerah dan langsung memeluknya erat.

"Aku janji akan mengabulkannya!" bisikku.

Bahunya bergetar kecil dan ia terisak, aku segera melepaskan pelukanku dan memegang kedua bahunya dengan bingung. "Kau kenapa, Sasuke?" tanyaku heran, kenapa ia harus menangis.

Sepasang oniksnya berkaca-kaca, lalu ia tertawa kecil dengan geli dan segera mengusapnya. "Bodoh, aku terlalu senang!" jawabnya. Ia mengusap lagi kedua matanya namun aku melihat bibir itu bergetar kecil. Sasuke ingin menangis, namun ditahannya.

Ia mungkin terharu dan terlalu senang. "Jangan menangis, ok? Aku akan terus berada disisimu dan kita akan hidup bahagia bersama~" ujarku ceria untuk mengembalikan suasana hatinya.

Sasuke hanya mengangguk, dan tersenyum dengan terpaksa. Ia masih ingin menangis lagi.

Aku terus memandanginya dengan wajah konyolku agar ia tertawa. Sasuke hanya terpaku menatapku. "Dobe." ucapnya kemudian dengan geli.

Kami berdua kemudian tertawa bersama seperti orang bodoh. Kami membeli sepasang gelang kain didekat kuil dan memakainya. Aku di tangan kiri, dan Sasuke di tangan kanan.

Terkesan kekanakkan, namun hal itu sangat bearti bagi kami, dengan anggapan kami saling melengkapi satu sama lain.

Hari yang cerah itu, kami tertawa lagi dengan lepas. Kami telah memutuskan untuk masuk di universitas yang sama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fairy Tale (NS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang