Malam itu juga Arjuna terbang ke Jogjakarta dengan menggunakan penerbangan malam. Pukul sebelas malam pesawat yang ditumpangi Arjuna mendarat di Bandara Adisutjipto. Dengan menggunakan taxi online Arjuna menuju hotel Neo Malioboro, dia sudah membooking salah satu kamar melalui aplikasi booking kamar hotel online. Arjuna bertanya pada resepsionis untuk memastikan apa yang dia cari."Mbak, disini lagi ada workshop dan simposium yang diadakan oleh perhimpunan dokter kardiovaskuler Indonesia?"
"Betul Mas, ada di ballroom utama, workshopnya sudah hari ini, simposiumnya baru besok Mas."
Arjuna manggut-manggut.
"Saudara saya ikut acara itu tapi saya gak tau dia nginep dimana, apa disini ada tamu yang bernama Rania? Saya tidak bisa menghubunginya karena nomor hpnya tidak aktif."
"Sebentar Mas, saya cari dulu."
"Ok."
Resepsionis sibuk dengan layar komputer yang ada di hadapannya.
"Maaf Mas, tidak ada tamu bernama Rania, mungkin menginap di hotel lain."
Jelas resepsionis ramah.
"Ya, mungkin..., Mbak apa setiap orang dari luar hotel yang mau ke ballroom utama pasti melewati lobi ini?"
"Iya Mas."
"Ok, makasih Mbak."
"Sama-sama mas."
Arjuna kembali ke kamar, menjatuhkan tubuhnya yang terasa lelah ke kasur. Ada rasa sakit yang tiba-tiba ia rasakan dari kaki kirinya, mungkin karena terlalu lelah berjalan, karena hari ini Arjuna tidak menggunakan bantuan tongkat sama sekali untuk berjalan.
Malam merambat larut, tapi mata Arjuna tidak juga bisa terpejam. Belum genap dua hari Arjuna tidak melihat Rania rasanya ada sesuatu yang hilang, mungkinkah Arjuna merindukan perempuan yang sering dimarahinya itu?
Arjuna menenggelamkan kepalanya di balik bantal, namun bayangan wajah Rania mengejar, ada apa dengan hati Arjuna? semakin berupaya menghapus bayangan Rania hatinya semakin gelisah.
===========================
Pagi masih ranum, mentaripun belum kembali dari peraduannya, masih ada sepasi rembulan yang tergantung di langit pagi ini yang bersiap berganti tugas dengan matahari yang sepertinya masih enggan untuk menampakkan diri.
Arjuna sudah rapi duduk di salah satu sofa yang ada di lobi hotel, segelas teh jahe panas ada dihadapannya, tak peduli dengan perutnya yang keroncongan karena sejak berangkat dari rumah kemarin Arjuna belum makan apapun, hanya air mineral saja, nafsu makannya hilang. Arjuna benar-benar seperti orang yang sedang jatuh cinta, tidur tidak nyenyak, makan tidak enak, hatinya selalu gundah dengan alasan yang tidak jelas.
Menurut rundown acara yang Arjuna dapatkan dari website resmi PERKI (Persatuan Dokter Kardiovaskuker Indonesia) workshop hari ini akan dumulai tepat pukul 8, tapi sepertinya para peserta akan datang lebih awal untuk registrasi.
Leher Arjuna sampai terasa pegal karena melirik terus ke arah pintu masuk hotel, Arjuna sendiri tidak berani duduk menghadap langsung pintu masuk hotel karena itu beresiko akan dilihat Rania.
Tepat pukul tujuh pagi seorang perempuan yang wajahnya sangat familiar memasuki pintu utama hotel, gamis hitam yang dipadukan dengan blazer warna peach dan juga khimar square warna peach, sangat serasi dikenakan oleh perempuan cantik bertinggi badan sekitar 168 cm. Rania.
Benar, itu Rania, perempuan yang hari-hari terakhir ini sangat menggangu pikiran waras Arjuna.
Rania masuk hotel tergesa, langkahnya panjang-panjang menuju lift yang hanya berjarak tidak lebih dari sepuluh meter dari tempat Arjuna duduk. Andai saja Rania mengangkat sedikit kepalanya tidak fokus dengan makalah yang sedang dibacanya maka dia pasti akan melihat Arjuna dengan jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANIA (RANIA DAN SEPOTONG HATI YANG TERLUKA)
General FictionSaling mencintai namun harus rela saling melepaskan tapi cinta selalu punya mata untuk saling mencari dan menemukan.