"Neng Rania, bibi sama neng Rania diminta Den Arjuna nemenin Den Arjuna, katanya ada yang harus di beli.""Kemana Bi?"
"Gak tau Neng, ke mall kali, atau ke butik langganan ibu."
"Mau beli apa?"
"Bibi juga gak tau, ayo cepetan Den Arjuna sudah nunggu di mobil."
"Bentar Bi, aku rapi-rapi dulu."
"Udah gak usah, segitu juga udah cantik, kalau dandan cantik nanti Den Arjuna kesengsem sama Neng Rania."
Bi Didah berkelakar.
"Lho, pak Mansyurnya mana?"
"Sudah pulang, kamu aja yang nyetir."
"Yakin nih? Gak takut dibawa nyungsep?"
Rania duduk dibelakang kemudi, memasang seat belt.
Yang dibecandain tidak berekspresi, berpaling ke luar jendela.
"Saya sudah siap, tuan muda mau saya antar kemana?"
Arjuna menyebutkan salah satu mall besar di pusat kota.
Kurang dari setengah jam sudah sampai di tujuan, jalanan tidak terlalu padat seperti biasanya.
"Bi Didah, carikan aku kemeja."
Perintah Arjuna tapi matanya melirik pada Rania.
Iya kali Bi Didah bisa pilih kemeja untuk cowok kayak Arjuna. Rania cekikikan, dia tahu kalau yang sebenarnya diperintah Arjuna adalah dirinya.
"Ayo Bi aku bantu."
Rania mengajak Bi Didah ke bagian pakaian pria, membiarkan Arjuna sendirian dengan kursi rodanya. Rania bisa menebak kemeja size apa yang pas untuk dikenakan Arjuna. Arjuna menggeser kursi rodanya mengikuti kedua perempuan itu perlahan.
"Ibu....."
Seorang anak perempuan berusia sekitaran 6 tahun berhambur ke pelukan Rania.
"Ibu, Zahra kangen."
Anak itu memeluk Rania erat, Rania membalasnya tidak kalau erat.
"Ibu juga kangen, Nak."
"Zahra sama siapa kesini sayang?"
"Sama Ayah."
Zahra menunjuk laki-laki yang sedang berdiri di barisan sepatu anak-anak. Laki-laki itu menyadari kehadiran Rania lalu mendekat. Rania melepaskan pelukan Zahra.
"Assalamualaikum, sehat teh?"
"Alhamdulillah kang, kang Farhan gimana?"
"Alhamdulillah sehat, anak-anak juga sehat semua, mereka sepertinya kangen kamu sama seperti Zahra."
"Akang sama Zahra ngapain kesini?"
"Tadi Zahra abis lomba Hifdzil Qur'an mewakili kabupaten, terus juara satu, jadi Zahra minta hadiah sepatu deh, iya kan Zahra?"
Zahra mengangguk, tangannya bergelayut manja pada tangan Rania seolah tidak ingin melepaskannya.
"Kok gak ngabarin aku? Kalau tahu kan mungkin aja aku bisa anter."
"Kamu ingat kapan terakhir kali kamu menyalakan handphone kamu?"
Ya, sejak menginjakkan kaki di rumah Arjuna, Rania tidak pernah menyalakan handphonenya.
"Maaf kang."
Sesal Rania.
"Kamu tampak kurusan, capek?"
Tanya laki-laki bersahaja itu penuh perhatian, tampak ada kekhawatiran di sorot matanya.
Rania mengangkat kedua bahunya.
"Ya..begitulah kang, namanya juga jadi pembantu."
"Ibu, pilihin sepatu untuk Zahra, ayah dari tadi muter-muter terus nyariin tapi gak ada yang Zahra suka."
Gadis kecil itu merengek.
"Baiklah anak piter, ayo..."
Rania dan Zahra berlari kecil, Zahra tertawa bahagia. Farhan mengikuti dari belakang mereka, persis seperti keluarga kecil yang sedang berbahagia menghabiskan waktu bersama dengan berbelanja. Saking bahagianya Rania sampai lupa dengan Arjuna dan Bi Didah yang menyaksikan Rania, Farhan dan Zahra saling melepas rindu.
Ibu? Rahang Arjuna mengatup. Jadi anak kecil itu anaknya? Dan laki-laki berpenampilan sederhana itu suami Rania?
Laki-laki sederhana yang telah membuat Rania menolak lamaran Fauzan.Next?
Akan banyak kejutan dari Rania, penasaran?
KAMU SEDANG MEMBACA
RANIA (RANIA DAN SEPOTONG HATI YANG TERLUKA)
Fiksi UmumSaling mencintai namun harus rela saling melepaskan tapi cinta selalu punya mata untuk saling mencari dan menemukan.