12. Bunuh Diri

685 79 0
                                    

"Halo, calon pacar..."
--Surya--
***

"Aku mau Bintang juga nemenin aku.”

"..."

“Aku nggak mau ada gosip tentang kita."

Yah, ujung-ujungnya pasti aku juga yang kerja. Bertambah lagi daftar tugasku.

"Itu malah lebih bagus. Aku muak lihat mukak jutekmu terus."

Surya melirikku, sepertinya baru menyadari keberadaanku yang hanya mematung melihat pertengkaran mereka. "Hai, Bintang? sapanya seramah mungkin.

Aku melongos. Malas menjawab, kupilih duduk di sofa depan brankar-nya dan mengeluarkan ponsel, bermain game.

Naya tertawa melihat penolakanku. "Oy, playboy gila, butuh berapa cewek lagi di buku korbanmu?"

Aku tidak bisa melihat mereka, tapi masih mendengar.

"Bukan urusanmu."

"Jadi urusanku kalau kamu nargetin adikku."

"Kalau aku bilang nargetin dia, apa kamu bakal cemburu?"

"Dalam mimpimu, playboy gila!"

"Hahaha... kalau gitu, jangan halangi aku."

"Ya, coba saja. Bintang nggak sama kayak cewek bego yang ngejar-ngejar kamu."

"Oh ya? Mau taruhan?"

Aku melirik Naya sekilas, ada seringai di wajahnya. "Oke. Kalau kamu bisa dapatin Bintang, aku akan penuhi satu keinginan kamu. Begitu juga sebaliknya."

"Deal." Surya mengulurkan tangan kirinya.

Naya menjabat tangan itu.

Ya, ampun, kenapa mereka taruhan di depanku dengan percaya diri?

Aku lanjut main game. Kini memasang earphone, sudah tidak peduli dengan dua orang di sana. Setidaknya, tidak ada Adit di sini, jadi tidak akan ada salah paham. Lagipula, mulai sekarang Surya akan mengejarku, bukan Naya, itu bagus. Selagi Surya sibuk denganku, aku harus buat momen pula untuk Naya dan Adit.

Tiba-tiba sebuah tangan menarik earphone dari telingaku, dan mengambil alih ponselku. Aku mendongak, mendapati Surya tersenyum sok manis.

"Halo, calon pacar. Mohon bantuannya, ya."

Pada saat ini, pintu kamar rawat Surya terbuka dan Adit muncul di sana dengan sebuah parcel di satu tangan. Mukanya masam ketika melihat ke arahku dan Surya. Mungkin dia masih marah karena aku meninggalkannya begitu saja tadi sama Rain.

"Adit? Katanya nggak mau dateng?" Naya langsung bersedekap di depan Adit, tapi ada ekspresi senang di wajahnya.

Adit menggeser Naya pelan, lalu berjalan ke dekat brankar dan meletakkan parcel di meja rendah.

Aku memanfaatkan kemunculan adit untuk mengambil ponselku kembali dari Surya, dan keluar kamar rawat. Setelah keluar, aku mendengar keributan.

Naya dan Adit yang ternyata keluar kamar rawat juga mendengar itu. Eh, Surya juga rupanya ikutan keluar.

"Ada apa, ya, Sus?" tanya Naya yang mendengar kericuhan menghebohkan.

"Ada pasien penderita kanker yang mau bunuh diri dari atap rumah sakit."

Naya terkejut, bergumam, "Mama..." kemudian dia berlari ke tangga menuju atap.

Kerumunan lain berlari ke luar rumah sakit, tapi Naya malah ke atap. Sepertinya aku tahu tujuannya.

Bukan Figuran [COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang