10. The Real Villain

664 71 0
                                    


“Dia tunanganku...”
─Rain─
***

Sedikit informasi, mama Adit dan mama Dhea adalah teman kuliah, karenanya, mama Adit sepertinya menyukai Dhea. Rumah Dhea satu perumahan dengan Adit, tapi berbeda blok, dan itu cukup jauh jaraknya. Setiap pagi, Dhea rajin datang ke rumah Adit dengan berbagai alasan, yang utama katanya mau belajar masak sama mama Adit. Sementara Adit selalu menumpang mobil Naya dan pergi cepat pukul tujuh karena ingin menghindari gadis itu.

Ini di koridor kelas, dan teriakan Dhea jelas mengundang tatapan penasaran dari warga sekolah. Tidak tahu malu!

Dhea berlari dan berdiri tepat di depan Adit, menyodorkan kotak bekal. "Dhea udah capek-capek buat bekal ini, jadi Adit--"

Bruk

Adit melempar kotak warna pink motif bunga-bunga itu ke lantai. Nasi goreng mengotori koridor menuju kantin, dan kejadian ini mengundang tontonan warga sekolah.

"Aku nggak suka sama kamu. Harus gimana bilangnya biar kamu ngerti?" Kalimat yang diucapkan Adit sebenarnya sangat lembut tanpa teriakan atau nada kesal di dalamnya, tapi tatapan tajamnya pada Dhea cukup meyakinkan, bahwa dia lelah menghadapi gadis bodoh itu.

Naya tersenyum puas. Sementara Dhea menggigit bibir bawah dan mengepalkan tangan. Mukanya merah padam, mungkin menahan malu. Air mata menggenang di pelupuknya tapi dia mati-matian menahan agar buliran bening itu tidak tumpah ke pipi.

Dia memandang Adit, sambil mencengkeram kuat roknya. Mungkin berharap tidak menangis di depan Adit. Lalu Dhea jongkok, merapikan kotak makan. Aku bisa melihatnya meneteskan air mata, karena posisinya menyamping di depanku. Jika dari depan, tidak akan terlihat karena Dhea menunduk sangat dalam.

Adit dan Naya sudah ingin melanjutkan langkah saat suara bergetar Dhea kembali menghentikan mereka.

"D udah terlalu suka sama Adit. D nggak akan menyerahkan Adit sama cewek lain," ujarnya, lalu berdiri mantap di depan Adit dengan kotak bekal di tangan. Dia menghapus air mata di pipi, melanjutkan kalimatnya. "Apalagi kepada cewek pengecut yang sembunyi di balik candaan garingnya." Dhea menyeringai ketika melirik Naya dengan sinis. Dia kemudian tersenyum dan menepuk lengan Adit. "D pigi dulu ya, Dit. Sampai jumpa di rumah sore nanti."

Senyum Dhea adalah senyum manis yang penuh harapan, seolah buta akan penolakan keras Adit.

Naya terdiam, tangannya mengepal. Sementara Adit mendesah dan menggaruk kepala. Dia berdeham dan menarik Naya berlawanan arah kantin.

"Beliin kita makan," bisik Adit kepadaku, saat melewatiku.

Aku menatap ke arah perginya Naya dan Adit, lalu memandang Dhea yang berlari ke kelasnya. Antagonis ini harus diberi sedikit pelajaran.

***

Jam istirahat berikutnya, Dhea tidak datang ke kelas kami, sementara dua protagonis kita terlibat pembahasan novel romance yang ditulis Adit. Aku bangkit dari kursi, dan keduanya menatapku.

"Mau ke mana?" tanya Naya.

"Cari angin," jawabku singkat.

"Sendiri aja?"

Aku mengangguk.

Mungkin karena kejadian tadi pagi, Naya membiarkanku pergi sendiri kali ini.

Aku keluar kelas, melewati siswa yang bergerumul depan pintu. Kebiasaan para siswa ini, suka banget duduk depan pintu, padahal ada kursi panjang depan koridor kelas.

Aku tidak mengatakan banyak kata, hanya menatap mereka, dan mereka langsung menjauh dari pintu. Bisik-bisik tentang betapa mengerikannya mataku mulai terdengar di telinga, tapi aku tidak peduli.

Bukan Figuran [COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang