2

1.6K 196 33
                                    

Selamat pagi....
Apa kegiatanmu hari ini kawan's?
Kalau aku masihlah dinas, tapi kali ini seragamnya pake daster 🤭🤭😂

"Kamu?" Tanya pria itu geram. Wajah penuh peringatannya mengisyaratkan bahwa aku harusnya tak macam-macam di acaranya.

Aku ingin menangis, apalagi menyadari ketiga orang lainnya di sekitar Dahlan mulai melotot galak. Namun yang keluar dari mulutku adalah serangkaian tawa yang aku sendiri tak tahu dari mana asalnya. Dan sialnya terdengar menyedihkan.

"Drama sekali pertanyaan mu, suami" Entah kekuatan dari mana sampai detik ini aku mampu menahan amarah yang telah lama berkobar.

"Sayang, siapa wanita ini. Kenapa dia bicara begitu" wanita hamil 7 bulan itu merengek, suara manja nan merdunya sangat enak di dengar, seharusnya.

"Nona, jangan buat keributan disini" suara dalam dan tatapan peringatan dari pria tua di sebelah Dahlan tak membuatku mundur. Bros antik di saku jasnya berkilau di bawah cahaya lampu, sepertinya emas murni.

"Saya istri sah Dahlan sejak 3 tahun lalu" aku terus menatap mata Dahlan yang kini berlari jauh. Buku jarinya memutih dalam kepalan sempurna. Tidakkah dia ingat mulutnya juga pernah berkata manis padaku dulu.

"Pergi, sebelum..." Ayah mertua Dahlan bersuara dari sela-sela giginya, namun istri Dahlan ternyata hampir pingsan mendengar pernyataan ku. Tubuhnya meluruh ke lantai seperti tak lagi memiliki daya, tatapan matanya terus kepadaku dengan lelehan air mata yang tak terbendung. Hingga semua orang menjadi panik dan bertanya-tanya. Jujur aku iba sekaligus sakit hati pada wanita hamil itu.

"Aku mohon Jef, semua bisa dibicarakan baik-baik" si pria tua berusaha bernego, sementara Dahlan terlihat sibuk menenangkan istrinya. Ibu mertuanya pun semakin panik dengan meneriaki semua orang, tak terkecuali ke arahku. Bukannya aku tak memprediksi kemungkinan seperti ini.

Semua orang memandang penasaran sekaligus tak enak. Seseorang yang sepertinya bagian keluarga istri muda Dahlan mempersilahkan untuk menikmati hidangan yang telah disediakan. Sementara Dahlan dibantu beberapa orang lainnya membawa istrinya ke tempat yang lebih privasi.

Kini kami berada disebuah kamar dimana istri Dahlan telah mendapat pertolongan pertama. Air mata terus meluruh pada pipi cabinya. Di kanan kirinya ada keluarga yang menemani, sementara aku hanya berdiri di temani pria bertongkat jati. Tak ku sadari sejak kapan tongkat itu kembali di pegang Jefry.

Dahlan memandangku dengan cara yang sedikit unik, tatapan penyesalan bercampur emosi, hingga urat di lehernya mulai mencuat. Rasa kecewa di hati ini semakin mendera, teganya Dahlan padaku. Jadi penantian ku selama ini tidak ada artinya sama sekali. Tiga tahun dia tak pernah pulang hanya kabar kalau dia sibuk, cuma hasil bagi modal yang sangat memalukan menurutku, mengingat besarnya uangku akan berkembang banyak meski cuma di depositkan.

Jefry menarik ujung bibirnya, tanda pria itu puas dengan kondisi yang dialami Dahlan dan keluarganya. Sebenarnya aku jadi penasaran, kesalahan apa yang diperbuat Dahlan terhadap Jefry, atau keluarga mertua Dahlan mungkin.

"Bagaimana sweety?" Aku menoleh menatap kedalam mata Jefry yang dipenuhi kilat kemenangan. Sweety, panggilan apa itu.

"Kenapa tidak menggugatnya cerai saja" suara si ibu mertua Dahlan mengisi ruang senyap ini. Dingin AC tak meredam hawa ruangan yang semakin naik.

"Itu terlalu mudah, nyonya" kataku, padahal sebenarnya adalah cerai dari Dahlan tak akan pernah disetujui orangtua kami, terutama ayahku yang kolot itu. Ngomong-ngomong, Aku lelah ingin duduk, namun sofa satu-satunya kamar ini telah dihuni ayah mertua Dahlan yang nampak murka.

"Pantas, menantuku lebih memilih putriku, kalian berdua serasi sebagai pasangan selingkuh" owh, perkataan itu apa ditujukan untuk Jefry juga. Jadi, wanita tua itu salah paham kepada kami.

About RahelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang