8

1.4K 201 33
                                    

Pada kangen Jefry kan....😎
Selamat malem, ah aku lg ditinggal pak su weekend sama anak gadisnya, setelah dia lahir, si emak jadi yg nomor 2 😭

Sedih, pasti. Kecewa, sangat. Setidaknya, aku tak perlu menyesal karena memiliki ayah sedingin Kumbo Soetopo. Sekaligus merasa lega bahwa aku masih anak ibuku.

"Aku tidak akan mengambil sepeserpun dari kantong ayah, semua untukmu, sepupu. Haruskan ku sebut juga dirimu mantan suami" Bagaimana wajah lega Nabila yang tidak jadi bangkrut. Padahal aku masih punya yang lainnya untuk kulakukan. Ngomong-ngomong apa kabar calon nenek penuh botok, ibu mertua Dahlan.

"Apa yang kau katakan, Hela" desisan bernada dingin Kumbo Soetopo mengalihkan perhatianku, berbanding terbalik dengan reaksi yang ditunjukkan Dahlan dan istrinya. Padahal sampai saat ini aku tidak tahu, dimana salah anak perempuan ini sampai ayah berlaku demikian padaku.

"Aku akan sangat berterima kasih kalau ayah mengikhlaskan rumah peninggalan ibu untukku, aku tidak sedang meminta. Tapi memaksa hak ku sebagai anak ibu."
Tak peduli pria tua yang masih ku panggil ayah itu tersinggung bahkan murka. Tuhan pasti tau, aku lelah dengan semua sikap egoisnya.

"Kamu memiliki hak yang sama atas semua yang ku miliki, bagian Gandu, tentulah milikmu." Wajah ayah yang menua mengingatkanku pada sosok yang disebut Gandu Soetopo. Mungkinkah ayah kandungku memiliki sikap kaku dan dingin sepertinya.

"Tidak perlu ayah, kalau pada akhirnya membuatmu terus berbicara menahan murka begitu"

"Kamu keterlaluan Hela, aku masihlah ayahmu!"
"Aku tidak keterlaluan, Yah. Aku hanya sedang mengais sisa-sisa harga diriku"

"Harga diri mana yang kau bicarakan?" Aku menatap pada pria yang katanya masih menganggap dirinya ayahku.

"Harga diri yang hanya aku sendiri bisa melindungi, seperti ketika ayah justru mendukung madu anak perempuan ayah ini diam-diam. Seperti ketika ayah melempar tongkat pada anak perempuan ayah di depan suami brengsek dan istri barunya. Seperti ketika selama 3 tahun ini ayah pura-pura tak tahu bahwa aku sudah disakiti terlalu jauh."

Ayah hanya memandangku dalam. Mata tuanya menampilkan bayanganku disana. Benarkan pria tua ini menyayangiku, seperti dia menyayangi ibu. Meskipun aku masih akan terus bertanya-tanya, definisi sayang seperti apa yang tega membiarkan ibuku dimadu dengan beberapa wanita sekaligus.

"Aku hanya ingin kalian bersatu"

"Dia tidak menyukaiku ayah, bahkan sejak awal" aku berkata malas, mengingatkan. Ini bukan salahku kalau pernikahan kami tidak berhasil.

"Aku sudah berusaha yah, tapi aku mencintai, Nabila". Suara Dahlan memecah keheningan yang sejenak tercipta.

"See" aku menatap ayahku berani atas pembelaan Dahlan. Berusaha tai kucing, usahamu menjauhiku iya, Dahlan.

"Kenapa kamu tidak seperti ibumu, Hela" ekspresi ayah seperti sangat lelah menghadapi ku.

"Hah, itu lagi. Aku tidak bodoh seperti ibu, rela berbagi suami, bahkan terus mengandung tapi keguguran sampai mengorbankan nyawanya hanya demi pria sepertimu, yah"

"Cukup"

"Tidak cukup yah" tampik ku jengkel.
"Aku ingin bertanya sejak lama, kenapa ayah tega menikahi wanita-wanita itu"

"Ayah butuh penerus" Aku terdiam, klise sekali bukan, ibuku apakah diperlakukan sebagai mesin pembuat anak saja. "Kamu terlalu emosional, sementara si bodoh ini, terus saja bersikap bodoh"

"Pada akhirnya, menikahkan kalian adalah solusi. Aku ingin kalian menjaga apa yang seharusnya kalian miliki bersama, seluruh tanah ini adalah milik Soetopo, kalian berdua adalah Soetopo. Ayah pikir, kamu Dahlan" Ayah menunjuk Dahlan dengan dagunya yang angkuh.
"bisa menghargai Rahela. Seperti aku menghargai istri-istriku. Nyatanya, sejak kecil kamu memang bodoh."

Dahlan tertunduk tak berani menatap ayah, jarinya terus bertautan dengan istri mudanya. Cih, menggelikan sekali. Aku juga pura-pura tak tahu, ibu Miranti tengah mencengkram roknya seperti tengah mengeluarkan tenaga dalam.

"Bahkan sekarang kau berani menyinggung Jefry Tjong, apa kau bosan hidup?"Ayah kenal Jefry Tjong.

"Aku tidak tahu, kalau musuh klienku itu dia, Yah" Dahlan membela diri.

"Kau juga, Hela." ayah beralih padaku, tatapannya tak kalah angkuh dari ketika memperingatkan Dahlan. "Sekalipun kau jadi janda nantinya, ayah tak sudi kalau kau sampai menikahi pria kejam itu" what the hell, memangnya siapa yang mau pada pria menakutkan itu.

"Apakah kalian semua tengah membicarakan ku" semua orang serentak menoleh ke arah pintu. Di sana, Jefry dengan tongkat hitam mirip seperti di film-film action, dimana tongkat yang dibawa sebenarnya adalah senjata rahasia. Berdiri dengan Joker face dan tatapan mata yang terlihat sedang terhibur.

"Hallo, sweety. Aku merindukanmu" sial! Pria sinting dengan panggilan noraknya. Bisa-bisanya dia ada di rumahku dalam situasi yang begini juga.

"Ngapain, kamu Jef?" Aku lupa, semua orang tengah menatap kami menyelidik. Jadi aku melirik bagaimana reaksi ayah.

"Aku? Tentu saja mengunjungimu" katanya dengan enteng.
Sedangkan ayah dengan sikap waspada memandangku penuh peringatan.

"Anda tidak menyuruhku masuk Tuan Soetopo?"

"Tentu, silahkan" aku tahu itu demi kesopanan, ayahku jelas tidak suka pria itu ada di rumah ini.
Dibelakang Jefry, si pengawal wajah datar mengangguk sopan kepadaku. Anehnya dia seolah tak peduli pada orang lain di ruangan ini, termasuk pada ayah.

Alih-alih duduk di sofa kosong di samping ayah, Jefry justru duduk dekat denganku. Sumpah ya, dia tengah menjatuhkan harga diriku yang sudah terjun bebas saat ayah dan Dahlan menginjak-injaknya. Pria-pria ini sungguh membuatku frustasi.

"Seminggu tak melihatmu, wajahmu terlihat kusam. Apakah orang-orang ini menyakitimu, sweety" aku ingin memutar bola mata tapi takut, harga diriku semakin terkikis. Tuhan, sudah berapa kali aku menyinggung soal harga diri sejauh ini.

"Kami adalah keluarganya, Tuan Tjong. Apa maksud anda dengan kami menyakitinya. Lagipula, kami tidak sedang membahas bisnis, melainkan masalah pribadi keluarga kami."

Jefry terkekeh dengan suaranya yang terdengar renyah namun bagiku itu menakutkan. Aku mencium bau akal bulus akan dimainkan Jefry sebentar lagi.

"Karena itu aku membawa salah satu pengacara terbaikku sekarang. Bukankah kamu ingin berpisah dari si pecundang itu, sweety. Ah, dia juga bisa membuatmu jadi pemilik seluruh perkebunan yang ada di sekitar sini"

"Kurang ajar!" Ayah berteriak marah. Semoga tidak darah tinggi saja, sepanjang percakapan ini, ayah terus saja berteriak.

"Oh, Tuan Soetopo. Kita belum pernah berbenturan dalam usaha, jadi mari kita buat urusan Rahela mudah" jawab Jefry lugas.

"Dia putriku, jangan ikut campur urusan kami"

"Dia bukan putrimu" Jef, kenapa kau seperti sedang mengolok teman sepermainan mu, heh. Dia masihlah waliku, pamanku, ayah yang membesarkan ku. Aku melotot padanya, dia hanya terkekeh tak peduli. Kemudian melanjutkan serangannya.

"Kalau begitu, anda juga tidak perlu ikut campur dalam proyek Jayatama, itu urusan sepupu saya"

Tunggu sebentar, apa hubungannya Jefry dengan Jayatama, itu proyek jalan desa tertinggal yang dimiliki ibu tiri ku, istri ayah nomor 3. Hah, sialan Jefry, jangan bilang aku cuma salah satu alat untuk melawan musuhnya. Dulu Dahlan dan para Wijaya, sekarang ayahku.

"Tunggu sweety, jangan salah paham. Aku benar-benar menyukaimu koq, tidak ada hubungannya dengan ayahmu atau tender Jayatama"

Jadi aku masuk perangkap buaya, ya.

About RahelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang