5

1.5K 179 40
                                    


Aku bangun dengan posisi normal. Tidak dalam keadaan memeluk atau dipeluk Jefry, dalam jarak biasa tidak berdekatan atau berjauhan. Sudah pukul 7 siang waktu di ponselku. Jefry masih mengenakan bathrobe berwarna sama denganku. Entah dia tidur jam berapa, yang jelas setelah makan aku menonton drakor melow di Netflix dan tertidur sendiri karena menangisi kisah sedih tersebut. Padahal aku hanya mencari alasan yang tidak memalukan agar bisa mengeluarkan air mata di depan Jefry padahal dia acuh-acuh saja.

Menengok sisi ranjang sebelahku, Jefry Erwin Tjong tampak agung meski dalam tidurnya. Hah, sisi aristokrat memang diwarisi lewat darah, bukan lewat harta benda, pikirku. Jefry adalah pewaris terakhir dari kerajaan bisnis Tionghoa, Liem Tjong yang sudah berumur 250 tahun dari jaman Hindia Belanda. Menurut wikwikpedia Liem Tjong adalah pengusaha, bankir, dan kapiten yang berasal dari Tiongkok. Beliau sukses membangun bisnis besar di bidang perkebunan di Medan, Sumatera. Karena kesuksesannya Liem Tjong dekat dengan kaum terpandang seperti sultan Deli, sultan Maimoen, dan pejabat Belanda. Begitulah sejarah bisnisnya turun temurun hingga anak cucunya.

Sampai pada cicitnya berhasil mempertahankan kejayaannya meskipun Jefry Erwin Tjong banyak memiliki skandal dengan wanita. Bahkan terkenal memiliki trik kotor untuk menggulingkan lawan bisnisnya, tak peduli sanak saudara atau teman. Bahkan, rumornya dia tak segan menghilangkan nyawa orang lain demi melancarkan tujuannya.

Jangan tanya bagaimana perasaanku sekarang, yang jelas aku tak nyaman, malu dan merasa terancam. Meski sedikit ku akui, ditemani dalam keadaan hancur itu terasa sedikit baik.

Mandi mungkin akan menyegarkan pikiranku. Setelah ini aku akan cek out dari hotel dan mungkin mencari penginapan lain yang tidak akan diketahui Jefry. Aku juga perlu menemui pengacara yang sebaiknya tidak ada hubungan apapun dengannya. Aku yakin dan optimis memenangkan gugatan ku pada Dahlan. Terus terang aku tak ingin jadi bagian skandal berikutnya yang bersanding dengan nama Jefry Erwin Tjong.

"Sudah bangun, kau tidak pergi ke kantor?" Jefry sedang memijit ujung mata sipitnya ketika aku keluar dari kamar mandi.

"Apa kegiatanmu hari ini?"

"Jangan jawab pertanyaan dengan pertanyaan" aku menyuarakan protes tentu saja setelah berdecak tanda tak puas.

"Aku bebas ke kantor kapanpun aku mau" jawabnya atas pertanyaan ku. Aku mengangguk dan tak berniat melanjutkan percakapan ini. Ku keluarkan rangkaian skincare dari dalam laci, mengambil yang perlu ku gunakan saja. Teringat kembali deretan perawatan wajah ini, demi Dahlan sampai mengganti skincare biasa ku menjadi merk mahal dua minggu lalu sejak ide menemui Dahlan bercokol hanya untuk terlihat lebih baik.

"Lalu?" Suara berat Jefry terdengar menuntut di sela lamunan singkat ku.

"Apanya lalu, Jef" pura-pura tak paham arah pertanyaannya, aku menekuni wajahku dengan beberapa jenis krim harian. Ganti dia yang berdecak dan bangkit ke kamar mandi. Kakinya kembali berjalan tegak meski tanpa bantuan tongkatnya. Mungkin rasa sakitnya telah hilang.

Pintu diketuk dengan hati-hati. Seorang pegawai mengatakan dengan jelas bahwa koper kecil yang ia bawa adalah baju ganti milik tuan Jefry Tjong.

"Siapa?" Suara Jefry membuatku berpaling.

"Roomservice mengantar koper mu" aku menunjuk koper itu dengan kepalaku. Sedikit terganggu, dengan perkataan pegawai hotel tadi. Tapi ya sudahlah, mungkin pegawai hotel tadi cuma salah paham. Tentu saja aku bukan kekasihnya kan.

Melirik pakaian santai yang ku kenakan, kaos oblong warna hitam yang ku ikat di ujung kiri karena kebesaran. Sementara celana jeans sobek dan sepatu kets santai pasti siap menemaniku berjalan mencari kantor pengacara yang cocok dengan kasus ku dan Dahlan.

About RahelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang