.
.
.
"Vi." Lamunanku buyar.
"Iya." Kataku.
"Kita mampir dulu yuk!" Tanpa persetujuanku dia tiba-tiba menarik tanganku dan berjalan ke suatu tempat.
Aku hanya bisa diam. Toh, tidak ada untung dan ruginya.
Netral.
Alaska Cafe, itulah yang pertama kali kulihat disini.
Rasanya aku mengenal tempat ini, rasanya aku—
"Akhh." Tiba-tiba kepalaku menjadi sakit.
"Vi? Kau tidak apa? Kalau begitu kita pulang saja ya." Luin membalikan badannya.
Tapi sebelum dia berjalan aku sudah menghentikannya.
"Eh? Ada apa Vi?"
"Kita ke sana, bukankah kau sangat ingin berkunjung ke kafe itu, aku juga ingin." Kataku.
"Wah! Dunia kiamat! Dunia kiamat! Seorang Viona yang terkenal awet bicara, dingin, cuek, sekarang berbicara panjang lebar?!" Cicitnya
Telingaku rasanya sakit mendengar suaranya yang tinggi seperti itu.
"Eh, eh. Tapi serius kau tidak apa-apa? Tadi kepalamu sakit 'kan? Nanti jika makin sakit bagaimana? Mending kita pulang Vi." Wajahnya menunjukan khawatiran.
"Tidak apa-apa. Jarang juga 'kan?" Kataku.
Wajahnya berubah menjadi cerah.
Dia mengoceh tidak jelas lagi. Seperti, Dunia bentar lagi kiamat!
Apakah ini mimpi?!
Dan seterusnya.
Keadaan kafe ini sangat ramai, jika dikaitkan dengan fakta bahwa kafe ini satu-satunya yang ada di daerah ini.
Bisa dibilang daerah tempatku tinggal ini... Bagaimana mengatakannya ya...?
Apakah terpencil?
Atau tidak strategis?
Entahlah.
Sebuah lagu terkini yang sedang trand menjadi satu-satunya hiburan disini.
Luin masih menarik-narik tanganku.
"Vi, kita duduk disana ya!" Aku hanya bisa mengangguk.
Kami berjalan ke salah satu meja yang sangat strategis menurutku.
Bagaimana tidak, meja itu berada di paling sudut kanan.
Sangat nyaman untuk membicarakan sesuatu yang penting dan tidak bisa didengar orang lain.
Seorang wanita cantik kira-kira berumur 24 tahun-an.
Menyapa kami dengan sangat ramah.
"Permisi, mau pesan apa?" Katanya.
Dia menyerahkan dua buah buku menu kepada kami.
"Saya pesan Vanilla late dan Cheese Cake saja." Kataku.
"Saya juga, sama."
Wanita itu pamit.
"Aku baru tahu kau suka dengan Vanilla late." Kataku.
Walaupun diriku terkesan dingin, dan cuek, tapi aku selalu memerhatikan sekeliling.
"Ya... Sebenarnya dari dulu." Dia terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fond MEMORIES
Teen FictionSebuah kenangan tersimpan jelas diingatannya. Sangat jelas. Kenangan yang sangat indah. Tapi sebuah kecelakaan menimpanya... Kenangan indah itu hilang. Dia tidak mengingatnya. Kenangan indah itu seakan tidak pernah terjadi. Tidak pernah ada.