"Mungkin kau melupakanku, tapi aku tidak pernah melupakanmu."
"Sebenarnya siapa kau?"
****
"Baiklah. Kita mulai dari awal saja." Sebenarnya siapa orang ini.
Dia menjulurkan tangannya didepanku. "Namaku Arkan, mungkin kau lupa, tapi aku tidak pernah lupa, padamu."
"Viona." Aku membalas jabatannya.
"Jadi, sekarang kita sudah kenal, aku antar." Dia berjalan kearah motornya.
Sejak kapan aku tau itu motornya?!
Astaga..., Apa yang terjadi denganku?!
"Ini bukan permintaan, ayo naik." Katanya.
Entah kenapa aku hanya menurut, sepertinya dia orang baik-baik.
DARI MANA KAU TAHU ITU VIONA?!
Baiklah, baiklah. Aku harus tenang.
"Maaf tapi tidak bisa." Kataku datar.
Dia yang sedang mengenakan helm-nya berbalik. "Kenapa?"
"Karena aku tidak mengenalmu."
"Bukankah kita tadi sudah berkenalan?" Katanya.
Skatmat Viona, Skatmat!
"Ayo cepat." Dia menepuk-nepuk kursi motor dibelakangnya.
Aku hanya menurut.
Menurut?
Menurut.
Menurut!
Kenapa kau harus menurut Viona?!
"Tunggu." Katanya.
Aku hanya mengercit bingung. Bukankah dia tadi menyuruhku untuk ikut?
"Hampir lupa."
Lupa apa?!
Dia memakaikan ku helm berwarna putih.
Wajahku terasa memanas, ada apa ini?! Kenapa aku harus merona?!
Aku tidak ingin dia melihatnya, jadi tindakan yang tepat adalah memalingkan wajahku.
Ahhhhhhh!
harus kuakui aku menyukai warnanya.
Oke-oke, cukup Viona.
"Sudah. Ayo naik."
Aku menurut.
Untuk kedua kalinya Viona.
KENAPA KAU HARUS MENURUT?!
.
.
.
.
Dia memarkirkan motornya tepat didepan rumahku.
Tunggu, kenapa dia tau rumahku? Padahal aku tidak menunjukan arah atau memberi alamat.
Apa benar aku mengenalnya dulu?
Arghhh!
Aku sungguh tidak mengerti!
"Terimakasih." Kataku setelah turun dari motornya.
"Sama-sama." Balasnya.
"Apa kau heran tentang bagaimana aku bisa tau rumahmu?" Dia menatapku lekat.
Aku sungguh tidak menyukai ini.
"Aku mengenalmu, Viona. Bagaimana kau bisa melupakanku?" Dia masih menatapku lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fond MEMORIES
Teen FictionSebuah kenangan tersimpan jelas diingatannya. Sangat jelas. Kenangan yang sangat indah. Tapi sebuah kecelakaan menimpanya... Kenangan indah itu hilang. Dia tidak mengingatnya. Kenangan indah itu seakan tidak pernah terjadi. Tidak pernah ada.