Aira

239 4 0
                                    

Suasana rumah yang hangat dan bersahabat tengah melingkupi ruang makan bercat merah ini. Menurut Sofia, warna merah mampu memberikan efek membangkitkan rasa lapar sehingga ia memilih warna ini untuk mengecat dinding ruangan makannya.

Meja makan dengan kursi berjumlah enam yang mengelilinginya tampak sudah siap sempurna. Cumi saus tiram, Ayam goreng dengan sambal beserta lalapan , tahu dan tempe, cak kangkung, udang crispy, mie, capcay, kemudian yang paling penting. Nasi. Karena mereka hidup di Negara Indonesia ini dengan makanan pokok nasi, maka nasi lah yang sangat penting. Banyak yang bilang, walaupun sudah banyak makan, tapi tanpa nasi, rasanya sama saja seperti belum makan.

Sofia menarik kursi yang berada di ujung meja makan untuk suaminya.

"makan besar kita?" kata Tyo tersenyum lebar sambil melihati makanan yang sudah tersusun rapi di meja makan.

"iya dong. Kan itung-itung buat ngerayain Aira yang sekarang udah mau masuk SMA" jawab Sofia melihat Aira dari ekor matanya yang duduk di samping dirinya.

"hm. Makin gede makin di manja" cibir Fandy.

"sini mama ambilin Pa" Sofia dengan gesit mengambil piring suaminya dan menyendokkan nasi beserta lauk pauknya. "ngiri aja kamu tuh. Waktu kamu masuk SMA juga kaya gini kan? Baru duatahun yang lalu, udah lupa aja." Lanjut Sofia sambil mencibir Fandy Rassya, anak laki-lakinya.

"dia tuh emang selalu iri sama aku, Ma. Makanya tuh badannya kerempeng gitu gara-gara iri terus sama adeknya" ejek Aira sambil menyendok nasi dan juga cumi saus tiram yang aromanya sangat menggoda.

"mending gue, kerempeng gini banyak yang naksir. Nah elo? Jomblo seumur hidup!" Fandy melihat Aira dengan tatapan yang sangat menjengkelkan. Memang seperti ini kelakuan mereka berdua. Selalu saja saling mengejek satu sama lainnya.

"modal jambul aja belagu lo!" Aira memeletkan lidahnya.

"hus. Ada makanan ya dimakan. Ngapain sih berantem terus. Kalian tuh adik-kakak, malu Papa sama Dania yang daritadi calm gitu." Ucap Tyo sambil menunjuk Dania dengan sendok di tangan kanannya.

"hehehe. Iya om. Aku udah sering bilangin Aira buat calm kayak aku. Tapi dia gak dengerin om" jawab Dania dengan senyuman lebarnya yang konyol.

"lo mah jaim bukan calm. Dia jaga image di depan Mama sama Papa padahal mah aslinya sebelas-duabelas sama aku," seru Aira tak mau kalah.

"ngomong mulu lo. Udah makan tuh jangan kebanyakan ngemeng" jawab Dania pada Aira yang berada di sampingnya dan kembali fokus pada makanan di piringnya.

"tau lo ngomong mulu!" balas Fandy.

"diam aja lo bang!"

"jomblo!"

"tukang PHP!"

"bogel!"

"kerempeng!"

"kutu-an!"

"panu-an!"

"SST!" Kalau sudah seperti ini, hanya Tyo yang bisa membuat mulut keduanya berhenti. Kalau tidak, ini tidak akan berakhir sama sekali sebelum ada yang mati! Tidak. Tidak. Maksudnya, kalau belum ada yang menyerah belum akan berakhir perang mulut adik-kakak ini. Dania dan Sofia hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan Aira dan Fandy. Dari dulu, mereka tidak pernah berubah. Masih seperti anak kecil.

"Jadi Dania mau masuk mana?" Tanya Sofia sambil mengangkut piring-piring kotor ke dapur.

"ini udah bang?" Tanya Dania pada Fandy sebelum mengangkut piring yang berisi mie yan berada di depan Fandy. "udah kok."

Friend and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang