4. Permohonan

507 110 75
                                    

Calum

Pada dasarnya, keluarga gue hanyalah keluarga biasa. Kami akan bersantai tiap akhir pekan. Sedangkan saat hari kerja, rumah dan isinya akan sibuk pagi-pagi sekali. Ayah berangkat ke kantor, Bunda bersiap pergi ke pasar ditemani Bi Risti, dan gue ke sekolah diantar Pak Darmo. Sudah dua tahun belakangan rutinitas ini kami jalani bertiga saja karena Kak Mali memutuskan untuk tidak lagi tinggal di rumah sejak uang tabungan hasil ia bekerja cukup untuk menyewa sebuah kamar kos di daerah SCBD. Kini, Kak Mali sudah pindah dari sana ke sebuah unit apartemen di Kuningan. Kedua tempat itu berhasil membuat gue iri karena pemandangannya saat malam hari betulan cantik: lampu-lampu Jakarta.

Yang membuat keluarga gue cukup jadi sorotan saat ini mungkin karena Kak Mali mendapatkan peran pertamanya dalam sebuah film. Padahal, sejak pertama kali wajahnya ada di sampul sebuah majalah beberapa tahun lalu, exposure-nya tidak pernah sehebat ini. Gue jelas turut senang mengetahui kakak perempuan gue satu-satunya itu menggeluti karier yang ia ingini. Namun, beberapa hari sebelum gala premiere "Di Gelap Kota" kemarin, gue mendengar dari Michael bahwa ada berita miring yang berhembus tentang Kak Mali.

"Cal, maaf banget. Lo udah liat ini?" tanya Michael ketika kami sedang duduk di beranda Rumah Ampu, sebuah rumah singgah yang menjadi sasaran program kerja mingguan ekstrakurikuler kami, Bakti.

Gue sedang sibuk memasang sepatu kala itu, bersiap pulang karena jadwal mengajar gue di Rumah Ampu sudah selesai. Sedangkan Michael masih tetap tinggal di Rumah Ampu karena menunggu Rayhan yang sedang terjebak macet padahal ia ingin mengantar pasokan buku bulanan untuk anak-anak di Rumah Ampu.

Setelah sepatu gue terpasang dengan rapi, gue menoleh pada Michael. "Apa?"

Michael serta-merta menyodorkan ponselnya ke gue. Di layarnya, tampak laman Instagram Michael terbuka. Gue melihat foto Kak Mali terpampang dengan seorang laki-laki yang gue kenali sebagai lawan mainnya di film "Di Gelap Kota". Caption-nya seperti menggambarkan bahwa ada sesuatu yang terjalin di antara mereka, padahal si lawan main ini sudah punya kekasih. Saat gue lihat username pengunggahnya, gue menyadari bahwa itu adalah sebuah akun gosip.

Perlu waktu cukup lama untuk otak memproses informasi yang gue terima. Kakak gue masuk akun gosip? Apa tidak salah?

"Maaf gue ngasih tau lo ini, ya, Cal. Gue pikir lo harus tau dan gue yakin lo nggak bakal tau kalo gue nggak bilang," ujar Michael melihat gue mematung. Ada benarnya juga perkataan Michael tersebut karena gue jarang sekali membuka media sosial.

Gue mengangguk pelan. "Makasih, Mike," sahut gue. "Gue ke depan dulu, ya. Pak Darmo udah sampe."

"Oke. Hati-hati, Cal."

Itu saja yang gue dengar dari Michael. Gue yakin ia tidak tahu harus bersikap bagaimana ketika ia mengetahui Kak Mali sedang jadi buah bibir satu Indonesia. Jadi, ia memutuskan untuk memberi tahu gue saja mengingat sejak kami berteman dari SMP, ia selalu terbuka dan jujur terhadap gue. Itu yang membuat gue menghargai pertemanan kami dan rela untuk juga menjadi apa adanya bersama Michael, walaupun gue tetaplah gue, manusia aneh yang ketika orang-orang bilang SMA harusnya jadi masa paling seru, malah punya teman hanya satu orang. Hanya Michael.

Sore itu, gue menyusuri gang Rumah Ampu karena gue selalu meminta Pak Darmo menjemput di depan gapura saja. Tidak enak jika anak-anak Rumah Ampu melihat gue naik mobil sedangkan mungkin mereka baru pernah sekali atau dua kali merasakannya. Gue berbohong pada Michael. Pak Darmo belum sampai, masih di Salemba, katanya. Maka, gue menghabiskan sepuluh menit penuh dengan berdiri di samping gapura gang sambil terus-terusan memikirkan Kak Mali dan gosip yang menjeratnya itu.

Sejak Kak Mali tidak tinggal serumah dengan keluarga kami, gue jadi jarang berkomunikasi dengannya. Seringnya, ia sibuk dan selalu punya waktu luang saat pagi hingga siang ketika gue di sekolah. Sore dan malamnya ia habiskan untuk bekerja dan bersosialisasi yang gue juga tidak mengerti. Gue mengobrol dengan Kak Mali hanya ketika ia sedang menginap di rumah, itu juga tidak selalu terjadi sebulan sekali. Jadi, gue merasa seperti canggung dan asing dengannya.

Then I'll Walk You Home ➳ CalumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang