"Hey"
Dea mengernyit melihat lelaki yang tiba tiba saja duduk disampingnya- eum mereka sedang ada di bawah pohon.
"Siapa namamu?" tanya lelaki itu. Dea mengendikkan bahunya acuh lalu kembali membaca novel miliknya.
Lelaki itu mendengus lalu menarik buku yang dipegang Dea.
"HEY!" Dea berteriak. Menatap tajam lelaki yang tidak ia 'ketahui' itu sama sekali.
"Aku bertanya, siapa namamu?" ulangnya.
"Apa pedulimu dengan namaku? Kau tidak akan mendapatkan uang hanya karena tau namaku, mengerti?" Dea mencoba meraih buku novelnya semula tapi tidak bisa karena lelaki itu yang mengambil alih. Sungguh, ia tidak bisa menggapainya.
Dea mencibir sedangkan lelaki itu menaikkan alisnya. "Aish baik baik! Namaku Dealova Gafyona, sudah?!" Gadis itu kembali mencoba meraih novel nya tapi usahanya sia sia! Tetap tidak bisa sial!
"Kembalikan novelku, sekarang" nada bicara Dea mulai merendah. Tanda tanda jiwa psikopat miliknya keluar.
Lelaki itu tidak mengeluarkan ekspresi ketakutan sama sekali. "Apa? Kau ingin mencekikku juga? Sama seperti si Belva itu?"
Dea terdiam sejenak. Setelah itu ia menarik nafasnya dan menghembuskannya.
"Maafkan aku" gadis itu menunduk. Lelaki itu pun memberikan novel nya kembali.
"Aku ingin berteman denganmu, bisa?" Dea menatap Lelaki itu lama lalu ia memberikan tangan kanannya guna untuk bersalaman.
"Arley geffrey, panggil saja Arley"
Oke, jadi sekarang mereka resmi berteman sepertinya (?)
"Jadi kita berteman sekarang?" tanya Arley.
"Terserahmu" Dea mengacuhkan Arley dan kembali membaca novelnya.
Dipikir pikir, kenapa ya Arley mau berteman dengannya?
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ.
.
.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ"DEA!"
Dea berbalik menatap seseorang yang berlari sambil memanggilnya. Ia pun mengernyit.
"Arley? Kenapa?"
"Kau mau pulang? Ayo barengan, mau?"
Dea mengerutkan dahinya.
"Kau tidak dijemput Ley?" tanya Dea.
"Tidak, aku yang menolak soalnya. Ayo pulang, rumahmu sebelah mana?" Arley menarik tangan Dea untuk menjauh dari lingkungan sekolah.
Selama perjalanan pulang, mereka sedikit berbicara tentang pelajaran dihari pertama. Walau sebenarnya Arley yang lebih banyak bicara disini.
"Sudah sampai. Kau mau masuk tidak?"
Arley menggelengkan kepalanya.
"Tidak, terima kasih. Rumahmu besar sekali" tolak Arley sambil tersenyum.
Dea kembali mengerutkan dahinya.
'Loh? Sekolah tinggi memang rata rata orang yang berkecukupan bukan? Tapi kenapa Arley terlihat seperti . . ?' batinnya."Kau tidak perlu menatapku begitu, aku memakai beasiswa dan dengan prestasiku untuk masuk kesekolah tinggi"
Heh?! Dea terkejut sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Broken.
Fiksi Penggemar"Tidak ada yang mempedulikanku" "Aku ada, jika kau lupa" "Lebih baik kau berhenti, tidak ada gunanya mengejarku" @sftcutiepie.