About Tiana

22 3 0
                                    

Penderitaan yang tidak ada habisnya, batinnya disiksa setengah mati dia setengah kritis menjalani hidupnya. Luka itu teramat dalam, mengikis segala rasa bahagia yang pernah dirasakannya.

Ingatannya selalu berpacu pada waktu itu, tidak ada bahagia, hanya dendam dan rasa sakit yang selalu dirasakannya jika mengingat kejadian itu.
Tiana mengguyur tubuhnya dibawah shower , rentetan kejadian itu kini kembali hadir bagai film yang dipertontonkan dihadapannya.

Andaikan saja Anara tidak menyerah kala itu.
Andaikan saja Anara tetap bertahan waktu itu.
Dia tidak akan merasa bersalah seperti saat ini.
Tiana tidak akan menjadi saksi Mamanya dibunuh di depan matanya sendiri.

Tiana memukul dadanya berkali-berkali seolah olah dengan cara itu sesak didadanya berkurang. Sudah jam sepuluh malam, tapi gadis itu masih setia mengguyur dirinya sendiri.

Tiana yang malang.

"JANGANNNNNN" teriak gadis berusia 12 tahun itu memberontak. Di dalam sebuah gudang dia dijadikan sandera bersama Ibunya sendiri, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat ibunya yang sudah terkapar tidak berdaya di atas lantai sedangkan, kedua tangannya sendiri diikat ia duduk lemas di atas kursi itu.

"SAYA MOHONN JANGANN"

"MAAAAMAAAA"

Gadis itu masih memberontak melihat mamanya yang sedang dijambak.

"Kalian boleh siksa saya tapi tolong, jangan siksa anak saya biarkan dia pergi" wanita itu berucap tak berdaya matanya melirik ke arah anak gadisnya yang kacau.

"Tiana Tiana, satu sandera saja tidak akan cukup. Saya butuh anak itu" lelaki itu menunjuk gadis kecil yang terduduk lemas.

Wanita itu menggeleng dengan susah payah dia berusaha untuk duduk. "Anara kamu harus bertahan sayang"

Gadis kecil itu menggeleng "Aku bukan Anara. AKU TIANA MAMA"

Wanita itu terkejut mendengar ucapan anak gadisnya , matanya beralih ke arah lelaki yang tersenyum menyeramkan dihadapannya. Dia memegang kedua kaki lelaki itu kemudian memohon agar anaknya dibebaskan.

"Sat, aku mohon lepasin anakku" wanita itu menangis, tangisan yang begitu lirih hingga membuat tangis anak gadisnya pecah.

Lelaki itu tidak mengubris ucapan wanita itu, dia duduk kemudian menjambak rambut Tiana.

"Sampai saat ini saya masih belum puas,HAHAHA"

Tawa itu terdengar menakutkan ditelinga gadis kecil itu. Dia memberontak tak peduli dengan tangannya yang sudah sakit.

"Dan, hari ini akan menjadi akhir dari hidupmu Anantiana Alexandria"

Satya mengeluarkan sebuah pisau kemudian menggoreskannya dipipi wanita dihadapannya.
Tiana meringis kesakitan namun matanya tak lepas dari wajah gadis kecilnya yang ketakutan.

"See you Anantiana"

Lelaki itu menusuk tepat di bagian dada Tiana.

"MAMAAAAA" gadis kecil itu semakin memberontak , tangisnya dan tawa lelaki itu beradu di dalam ruangan itu.

--**--

Faris membuka pintu kamar anaknya, matanya menangkap sosok gadis yang sedang tertidur di atas bad cover miliknya. Sudut bibirnya terangkat dia tersenyum pedih. Dia mendekati putrinya, mengelus dengan lembut surai hitam itu.

"Tiana, apa kabar?" Faris tersenyum miring meremehkan dirinya sendiri.

"Maafkan aku yang gagal menjaga putri kita, dia tumbuh jadi gadis yang hebat Ti, maafkan aku."

Inclement [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang