" Without words of love, days gone by in waste. Did you know about them? Our immature past. Those beautiful nights. I still love them
You naive one, You're taking away my everything" — IU, Naui Yetnal IyagiRingkih dan seluruh tubuhnya menggigil. Sosok Yesha yang selalu gue temukan setidaknya setahun sekali di musim dingin. Sampai detik ini gue gak tahu, penyakit apa yang sebenarnya di derita oleh Yesha sampai dia harus menderita setiap musim dingin datang.
Hampir seluruh dokter terbaik sudah gue pernah hubungi untuk mengobati penyakit Yesha yang satu ini, namun respons setiap dokter selalu sama.
"Penyakit yang dialami Ayesha bukan penyakit yang bisa disembuhkan hanya oleh obat-obatan. Ayesha butuh terapi" begitu kata mereka. Gue selalu marah setiap mereka berbicara seakan ada yang salah dengan kejiwaan dari wanita yang paling gue sayangi ini.
"Ayesha gak gila dok" seru gue setiap kali dokter memvonis ada kelainan mental pada diri Yesha.
"Tidak semua yang di terapi itu gila Jo" ucap dokter itu lagi. Tetap saja gue gak akan tega mengajak Yesha untuk pergi ke tempat terapi kejiwaan atau memanggil psikolog untuk mengobatinya.
"Hey, gue baik baik aja" begitu katanya setiap kali gue memeluknya ketika penyakit itu datang.
Yesha memang bersikeras kalau penyakit yang dia derita ini sudah di alami sejak dia kecil dan akan menghilang begitu saja seiring berjalannya waktu. Durasi nya tidak menentu, dia bisa demam dan mengigil panjang sampai 3 hari atau yang paling parah pernah satu minggu penuh.
Semenjak saat itu, gue jadi benci musim dingin.
Gue benci melihat Yesha yang biasanya enerjik dan banyak bicara menjadi wanita yang tidak berdaya. Gue benci ketika harus melihat sosok nya menjadi rapuh padahal dia adalah wanita paling kuat yang pernah gue kenal.
"Gue bakal nemenin lo malam ini kak" kata gue sambil memeluknya. Hari ini hari kedua musim dingin di tahun 2019. Salju terlihat sudah turun, dan cuaca semakin dingin malam ini.
"Hey, lo harus pulang. Besok kan lo ada pemotretan buat jacket album" ucapnya sambil tersenyum, senyum itu bahkan terlihat sangat lemah. Mana mungkin aku bisa meninggalkan dia dalam keadaan seperti ini?
Gue tidak mengindahkan perkataanya dan justru mempererat pelukan gue. Kami berdua saat ini tengah berada di sebuah kasur king size, di rumah Yesha yang berada di Busan.
Yesha memiliki dua rumah. Rumah almarhum ayahnya di Busan, dan rumah yang dia tempati sehari-hari di Seoul. Setiap musim dingin Yesha selalu pulang ke Busan, sendirian. Tanpa manager atau assisten nya. Dia bilang, dia benci ketika harus menunjukkan sisi dalam dirinya yang seperti ini kepada orang yang mengenalnya.
"Lo satu-satunya orang yang gue bolehin buat tau sisi kehidupan gue yang ini" jawabnya ketika gue tanya kenapa dia membiarkan gue mengunjunginya saat dia sedang di Busan, sedangkan manajer nya saja tidak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIFE POEMS
FanficUntuk mereka yang terjebak dan bercerita di dalam beberapa dimensi waktu. Sesungguhnya tidak ada keperluan bertemu, namun waktu memang yang paling tau. Terlalu rumit untuk dibilang cerita cinta Terlalu banyak kata untuk dibilang puisi penuh makna...