Kita

55 5 1
                                    

"Alnu,"

"Apasih, udah malem gak usah manggil manggil!" Sentak gadis itu dengan jiwa yang masih melayang layang di dunia mimpi. Semua orang memandang nya takut, karena yang memanggil nya itu adalah Pak Dani, yang notaben nya adalah guru yang jarang sekali marah, tetapi kalau sudah marah, sampai akhir semester pun kamu tak akan dianggap ada, sebagai muridnya. Dan kini, guru itu sudah berada di depan meja Alnu, yang sudah tertidur selama jam pembelajaran berlangsung.

"Sekali lagi, kalau kamu gak bangun, saya kosongin semua nilai nil—

"Berisik, gue mau ti..."

Sesaat kemudian, Alnu merasa suara itu tak asing di telinga nya. Mata Alnu cerah seketika, dan tersenyum penuh kecanggungan,

"...eh pak Dani hehehe, gak kok pak tadi saya cuma merem doang, pak Dani hari ini kok wangi banget ya, kumisnya juga udah tertata rapi kayak orang arab."

Alnu cengar cengir tak jelas karena kesalahannya yang tertidur saat pelajaran agama berlangsung. Sayang nya, nasi sudah menjadi bubur. Pak Dani nampaknya sudah benar benar marah pada Alnu dan lelaki yang kini masih tertidur di samping Alnu.

"Bangunin teman kamu itu, dan bersihkan atap sekolah, terus sekalian juga benerin genteng genteng nya yang udah banyak bocor itu!"

Alnu tercegang, matanya membulat sempurna. Atap sekolah? Apa pak Dani pikir sekolah ini hanya setinggi pohon toge saja?

"Pak...beneran atap sekolah? Gak ada keringanan yang lain ya?"

Alnu membujuk Pak Dani yang kini sudah merapikan barang barang nya, lelaki itu sepertinya benar benar marah dengan kelakuan kedua muridnya. Alnu akui dia memang salah, tertidur hampir tiga jam pembelajaran itu berlangsung. Tapi, atap sekolah itu tinggi sekali, bagaimana kalau dia terjatuh lalu meninggal?

"Atau mau saya tambah?" Ujar Pak Dani saat sudah di ujung pintu, Alnu dengan cepat menggeleng, "jam dua nanti saya akan memeriksanya, jadi jangan pernah befikir untuk kabur."

"Iya pak," ujar Alnu sambil tersenyum penuh kepalsuan. 

Alnu segera keluar kelas dan membasuh wajahnya di air keran. Rasa kesal, malu dan marah bercampur menjadi satu. Alnu menghela nafas lelah lalu masuk ke kelas lagi, untuk membangunkan Dewa, lelaki yang duduk di samping nya dan masih terlelap indah.

Alnu mendengus kasar, "kebo, bangun lo! Ni orang tidur atau simulasi meninggal sih?"

Namun tak ada tanggapan apapun selain nafas yang masih beraturan, dan dengkuran kecil yang keluar dari mulut Dewa. Alnu ingin sekali menyiramnya dengan air yang ada di botol minum nya, tetapi mubazir. Air nya terlalu berharga untuk manusia seperti Dewa ini.

"Dewaaaa!!!" Teriak Alnu tepat di depan kuping Dewa, Dewa terperanjat kaget dan menatap sekeliling nya. Namun semuanya juga sedang menatapnya. Dewa tersenyum lebar, sambil menaikan satu alisnya.

"Ngapain lo semua liatin gue? Ganteng ya?"

Semua perempuan di kelasnya menangguk cepat, kecuali Alnu. Gadis itu serasa ingin muntah mendengar lelaki tidak waras ini.

"Lo tau, gara gara ajakan gila lo itu, gue jadi kena hukuman pak Dani! Dan gara gara lo juga, Pak Dani benci banget sama gue! Pokoknya semua gara gara lo! Lo harus tanggung jawab, dewa Pratama Adiguna!"

Alnu menatap lelaki di samping nya itu dengan tatapan setajam mungkin, ya Tuhan ingin sekali rasanya dia meremas remas wajah menyebalkan itu, yang sama sekali tak ada bagus bagusnya.

"Lo hamil?"

Alnu terdiam bodoh, "bodoh banget sih, Wa. Amit amit jabang bayi kalau gue punya laki kayak lo! Hidup gue udah susah malah makin susah nantinya!"

Dewa yang sudah terbiasa dengan ocehan pedas teman sebangkunya itu hanya senyam senyum tak jelas. Raut kesal di wajah Alnu menambah kecantikannya dua kali lipat dibanding biasanya. Oleh karena itu, Dewa senang sekali menggoda Alnu, apalagi hingga dia marah seperti ini.

"Ya terus, kenapa gue harus tanggung jawab cinta?" tanya Dewa, dengan tatapan penuh arti kepada Alnu. Alnu bergedik ngeri,

"Gue Alnu, bukan cinta. Stop panggil panggil gue cinta ya Dewa! Istirahat nanti kita harus ngejalanin hukuman pak Dani, bersihin atap sekolah, dan lo harus ikut serta dalam hukuman ini! Gak ada yang nama nya bolos bolosaan, atau lo gak gue kasih contekan lagi selama sebulan penuh!"

"Gii ilni, bikin cinti. Stip pinggil pinggil gii cinti yi diw—

"Bacot."

Dewa tertawa keras saat melihat wajah Alnu sudah merah padam karena perlakuannya. Perempuan itu seperti akan mengeluarkan tanduk iblisnya sebentar lagi. Dan Dewa mencubit kedua pipi Alnu dengan gemas, hal itu tentu saja menambah kemurkaan dari Alnu. Lalu keduanya saling jambak menjambak rambut hingga jam istirahat berbunyi.

///

"Pak, saya sama Bhumi gak akan ada di sini selama satu bulan. Kalau Pak Darwin atau yang lain butuh apa apa, silahkan telpon saya saja, atau telpon Bhumi. Terus, saya minta tolong sama bapak, kalau ada yang nanya nanya bapak tentang kapal ini, bapak bilang aja untuk juragan ikan di kampung sebelah ya pak."

"Kalian mau kemana memangnya?" Tanya Pak Darwin, dembari menyeruput kopi hitamnya. Mereka bertiga sedang duduk di depan pantai, di temani dengan satu piring empek empek dan tiga cangkir kopi.

"Mau pulang Pak. Kami juga udah libur semester, terus Bhumi juga udah disuruh ib—

"Gak ada apa apa, kami cuma ada keperluan penting di Jakarta," sahut Bhumi setelah memotong pembicaraan Arka yang sangat terbuka itu.

"Baiklah kalau begitu, nak bubum sama nak Arka hati hati ya kalau sudah berangkat, salam juga buat ibu sama ayahnya."

"Iya Pak. Kalau begitu kami pulang dulu ya pak, makasih banget empek empek sama kopinya, enak nya juaraa! Istri bapak ya yang bikinin?" Tanya Arka dengan tangan yang terisi dua empek empek ikan itu. Bhumi hanya memandang diam sahabatnya, walau dia juga sudah habis tiga buah sih tadi.

"Hahaha iya, nak Arka. Istri saya orang palembang asli, wajar kalau buatannya enak. Kalau mau lagi, bisa saya bungkusin, Nak. Istri saya gak akan keberatan kok,"

Arka menatap Bhumi, Bhumi menggeleng tegas.

"Gak usah pak, tapi terimakasih banyak sudah nawarin kami. Kami jadi segan banget, tapi udah cukup kami ngerepotin bapak sama istri bapak," jawab Bhumi. Arka menatapnya malas,

"Rejeki kok ditolak, goblok." Walau hanya gumaman kecil, tetapi Bhumi masih bisa mendengarnya.

"Tidak kok, tidak sama sekali. Saya malah seneng ngebantuin kalian berdua. Tidak ada namanya ngerepotin, lagian kalian juga selalu bantuin saya dan keluarga, saya yang harusnya berterima kasih sama kalian."

"Gak kok pak, yasudah kami pulang dulu ya pak. Salam hangat buat anak dan istri bapak, semoga selalu sehat. Assalamualaikum,"

Lalu kedua lelaki itu beranjak dari tempat duduknya, dan segera bersalaman hangat dengan Pak Darwin dan teman teman Pak Darwin yang turut serta dalam pembuatan kapal ini.

In another lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang