hari itu.

45 2 2
                                    

Saat semua terasa melelahkan, berhenti la sejenak. Tenangkan dirimu oleh peliknya masalah semesta. Dunia gak lari kok, jadi jangan buat dirimu kewalahan terlalu lama.

"Sumpah, ni genteng pada kotor kotor banget, lo aja deh yang bersihin, males gue."

Dewa tiba tiba berbaring di atas genteng sekolah berwarna coklat tua ini. Alnu berkedip sesaat, masih terpaku akan pemandangan dari tempat dirinya berada sekarang. Sekolahnya luas juga ternyata, Alnu pikir sekolah ini hanya seluas lapangan volly saja, ternyata salah. Sekolahnya indah sekali, banyak pohon pohon yang mengelilinginya, terlebih lagi pohon yang berisi buah buah segar yang tumbuhnya cepat sekali itu.

"Woy Nu!"

"Apaansih? berisik banget,"

"Bersihin bego, udah jam berapa coba, bisa bisa keduluan Pak Dani dateng!"

"Lo pikir gue mau bersihin ini sendiri gitu? Ogah!" ujar Alnu sembari menatap Dewa sengit.

"Terus siapa yang mau?" tanya Dewa dengan santai sembari memakan kerupuk udang yang di belinya pada istirahat pertama tadi.

"Sama sama dong, enak aja gue doang yang bersihiin nya!"

"Bacot banget sih lo, yaudahlah, lo bersihin bagian sini, gue bagian ujung sana. Deal kan?"

Alnu melihat lagi, area mana yang harus di bersihkannya. Dan itu sungguh tidak adil, perempuan itu segera membantah.

"Enggak ya, enak aja lo! bagian sini gue, sampai genteng tengah, terus lo bagian ujung sana, sampai pinggirnya." 

"Iya ibu Alnu, siap laksanakan," balas Dewa.

lalu keduanya sibuk dengan tugas masing masing, berjam jam. Walau pada akhirnya Pak Dani hanya berbohong tentang kedatangannya untuk melihat tugas Alnu dan Dewa. Keduanya selesai saat adzan magrib berbunyi, namun lebih dulu terlelap diatas genteng sekolah itu hingga pagi menjelang.

///

"Demi Allah, lo adalah orang paling aneh sedunia. Tiket pesawat gak murah goblokk, dan lo biarin tiket itu hangus begitu aja, cuma gara gara lo ketinggalan tas lo doang?"

Arka mengoceh sepanjang perjalanan kembali ke apartemen, hanya gara gara Bhumi melupakan tas nya. Akra tidak habis pikir dengan Bhumi yang tingkahnya sangat sangat tidak masuk akal. Bisa bisanya dia memutar arah lagi saat sudah hampi sampai di Bandara, yang dimana jadwal penerbangan nya hanya tinggal setengah jam saja.

"Diem."

"Bhumi, emak lo ngidam apaan ya waktu hamil lo. Gak tau lagi deh gue," ujar Arka sembari membuka hpnya dan memasangkan earphone di telinganya.

"Dia gak ngidam apa apa, di penjara emang ada makanan yang enak?"

Bhumi memejamkan matanya, lelah. Sedangkan Arka masih terdiam tak berkutik setelah mendengar ucapan Bhumi.

"Tidur aja Bhum, masih jauh."

Arka menutup percakapan tentang hal sensitif itu, denga mengajak Bhumi untuk terlelap. Bhumi menggeleng, dia tidak bisa tidur. Rasanya, aneh sekali, dia tak ingin kembali ke kota itu. Bhumi merasa tidak punya rumah, sekalipun tempat itu ramai oleh kasih sayang. Tapi tetap saja, mereka bukan keluarga Bhumi. Bagi Bhumi dia adalah sebuah kesialan yang tak termaafkan oleh Ayahnya.

Bhumi mencoba memejamkan matanya, bayang bayangan tentang ayahnya, ibunya, dan mamanya bersatu paut, terasa seperti benang kusut yang tidak bisa Bhumi lepas dari pikirannya.

In another lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang