V. Perkelahian

112 13 0
                                    

ɧศ℘℘ყ гεศɖıŋɢ!

Sebenarnya sekolahku biasa saja. Kalian bayangkan saja bagaimana rupa sekolah-sekolah luar negeri yang kalian, mungkin saja salah satunya adalah sekolahku.

Kepalaku masih pusing gara-gara perjalanan itu. Bahkan aku tidak tahu apa yang terjadi sehingga aku bisa sampai kesini.

Penglihatan ku masih agak samar-samar. Aku tak bisa berdiri dengan tegak. Dan seluruh tubuhku lemas.

Saat sudah pulih dari efek samping perjalanan entah apa itu, aku pergi memarkir sepedaku di tempat parkir khusus sepeda. Apa yang baru saja terjadi? Pikirku. akupun mulai berjalan masuk kedalam gedung sekolah.

Jalanku masih agak tak seimbang. Seperti cacing kepanasan. Beberapa murid kelas lain memperhatikanku dengan pandangan heran. Saat aku sudah berjalan melewati beberapa kelas, baru akhirnya jalanku bisa normal.

Tinggal beberapa langkah lagi baru kau sampai Nelson. Semangat lah!

Yah, Kelasku memang agak jauh dari pintu keluar-masuk gedung. Karena kelasku berada di tengah gedung sekolah. Sehingga perlu berjalan agak lama baru bisa sampai kesana.

Akhirnya sampai!

Aku duduk dikursiku. teman kelasku yang lain tidak ada yang memperhatikanku. Untunglah. Mereka sibuk mengobrol. Entah apa yang mereka obrolkan.

Lega rasanya bisa lepas dari cobaan. Tapi ternyata, setelah cobaan berat itu, aku mendapat cobaan yang lain. Cobaan yang lebih berat.

Pelajaran moral no.2: jika kau tahu dirimu sial, jangan mengatakan Ah, lega. Atau Akhirnya selesai!. Karena kalian mungkin akan berakhir sepertiku.

Lebih tepatnya, bukan mungkin. Tapi pasti.

Saat sudah beberapa detik duduk di kursiku. Datanglah orang yang paling kubenci sedunia. Dilan bersama geng-nya. Pembully
no.1 dan top di sekolah ini. Atau mungkin di Inggris.

"Wah wah wah... Lihatlah. Siapa yang baru datang?" Seketika seisi kelas langsung hening. Bahkan Pak jangkrik pun tak bersuara.

Dilan berkata dengan senyumannya yang licik. Beberapa anggota geng-nya terkikik di belakang.

"Apa yang kau inginkan?" Aku berseru dengan gagah berani.

"Aku hanya menginginkan-" dia menggosok jari telunjuk dan jempolnya. "-kau tahu kan?"

"Kenapa kau tidak minta saja pada ayahmu hah?"

Seluruh orang di ruangan tiba-tiba terlonjak kaget. Dan juga sepertinya muka Dilan menjadi memerah.


Ups. Dengan segera aku menyadari bahwa Aku telah mengucapkan kata-kata terlarang di sekolah ini.

Ayah Dilan adalah seorang Pemerintah pusat kota london. Sehingga semua orang takut terhadapnya. Bahkan gurupun takut terhadapnya.

Tapi Dilan sendiri tidak suka jika ia dikira menang karena ayahnya, ia ingin ia menang dengan usaha sendiri.

"Tarik, Kata-katamu, itu- Nelson" Oh no, jantungku berdegup kencang, tapi sudah terlanjut aku mengatakan itu, aku tak mungkin lari begitu saja dari perkelahian kan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Beacon LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang