00. Note : Exactly

240 30 1
                                    

"Konsepnya Jumanji."

"Jumanji?"

Terkesiap. Ya Tuhan, jadi seperti ini rasanya menjadi korban coba-coba ala Taehyung dan Jimin?

"Jumanji? Kamu gila? Ini acara sakral, Tae!"

"Hey, slow brother." Jimin menjegal pergerakan Seokjin yang hendak menubruk Taehyung. Ada Jisoo disana yang tengah memijit pelipis. Kepalanya mendadak migrain melihat tingkah dua manusia yang bertindak seenaknya.

"Ini akan keren. Percayalah."

"Dengan suasana hutan rimba yang sangat liar?" Seokjin menjatuhkan diri ke sofa. Pantas saja kemarin ia membeli banyak ornamen akar-akaran dan tumbuhan kanopi artifisial. Sebagian sedang di pasang pada kusen pintu masuk dan beberapa daun jendela. Bahkan pekarangan sudah dibubuhi printilan desain bertema hutan. Katanya untuk propaganda. Ia pikir ini acara mahasiswa!

_

"Seokjin, selamat menempuh hidup baru ak..."

Haish.

"Wish u become a man who always love..."

Ck..

Menghempas sembrono brush make up di sela jemari. Bicara pada cermin saja tergagap-gagap, apalagi bersitatap dengan Kim Seokjin di altar. Improvisasinya gagal, belum lagi gemetar bercampur ketidakrelaan yang payah diredam.

"Bicara pada Jisoo saja."

Cardigan di ranjang terseret kasar sembari bergesekan dengan tepian kayu. Di bawah, Namjoon sudah menggerutu heboh. Menunggu Lalisa yang tak kunjung usai membenahi penampilan.

Baru mendengus begal, si gaun hitam lekas hadir dengan aura keanggunan yang tak biasa. Payet di dada malah kelap-kelip seolah meledek Namjoon yang meremehkan kemahiran Lalisa mengendus keselarasan. Bak gadis pelukis yang menjelma pemain akustik di acara sakral.

Namjoon bertenggang normal.

"Silahkan masuk, tuan putri!" Jangan harap vibe baritone akan padan serupa pangeran berkuda, aksennya tak ubah bak dampratan luar biasa garang. Tetangganya ini memang sedikit kurang ajar. Lalisa meringis mendamaikan batin Namjoon yang terbakar api ketidaksabaran.

"Thanks Romeo" Tak lupa membelai rahang Namjoon yang hampir tertutup kerah.

"Shit."

Lalisa dengar. Terkikik pelan sembari membenahi posisi duduk. Tetangga ajaibnya ini memang patut dilestarikan.

-

Rose usai bersenandung tanpa Lalisa. Jisoo terharu nyaris tersedu. Lagu spesial khusus pengantin katanya. Jennie rela tergopoh-gopoh menenteng gitar demi kejutan sederhana untuk sang sahib.

Tamu malam memang istimewa untuk sahabat terdekat.

"Ayo, beri hukuman bagi yang terlambat."

Jennie segera on mic begitu Lisa nampak dari bilik 'selamat datang'. Wah, jiwa tidak disiplinnya memang abadi.

"Beri harapan pada mempelai dulu nona black widow."

Lalisa terhenyak. Black Widow? Tidak asing rasanya. Sejujurnya fiksi, hanya saja gundah membuat segalanya kacau. Heels silver segera menggajak menapak ke space mempelai.

"Hopping you be happier than before" tak kuasa, rengkuhan stagnan membuat lalisa ikut tersedu. Jisoo sangat emosional kali ini. Sorot bahagia tak terintrepretasikan selayaknya, malah mengharu biru. Lalisa menatap sedetik sorot Seokjin yang berbeda. Teduh, bau parfum yang tak berubah, nafas yang merdu pula.

'Kapan kembali' bersua lagi dengan kalimat yang tak dikehendaki. Lalisa memejam, sebait tutur manis nyaris terlontar untuk belahan jiwanya yang lama hilang. Seokjin menatap teduh dengan sorot pria sejati yang tak luntur barang sedikit pun. Makanya dulu tertipu.

"Semoga seumur hidup bahagia. Berharap kamu memiliki kisah cinta yang tak ada habisnya, kerap berjalan bersama belahan jiwa yang sesungguhnya. Jika hilang, lekas menemukan rumah sebenarnya."

Seokjin terenyuh. Sangat dalam. Tutur tadi membuat Seokjin seolah tersesat. Tapi benar, demi tuhan! Petikan gitar dari Jennie bak katalis mengecap fakta bahwa seokjin tengah salah jalan.

-

"Hari paling berkesan." Jisoo terkapar pasrah di atas ranjang dengan Seokjin yang sibuk mengusap rambut di bibir pintu.

"Harapan baik bertubi-tubi terlontar, teman-temanmu itu baik sekali."

Seokjin mengamati lekuk tubuh sang istri yang terlukis indah di sprei putihnya. Pendar lampu jalan seolah meloloskan efek melow dengan siluet Jisoo yang terjiplak sempurna di sisi kosong.

Oh, jangan lupa cita-cita keduanya yang menginginkan buah hati sesegera mungkin. Jisoo sengaja membalut diri dengan dress transparan. Impresi sensual berpadu bersama desain kamar yang redup bermodal satu lampu tidur di ujung bilik. Lukisan seduktif di dinding utama mengundang gairah yang tak biasa. Kabarnya interior didesain oleh tiga wanita kesayangan Jisoo.

Tata letak keahlian kim Jennie. Padu-padan warna serta-merta perkakas penunjang cukup Rose yang menghandle. Ah, jangan lupakan hiasan yang tak penting ini sebenarnya punya efek psikis, Lalisa sengaja memangkalkan vas minimalis di nakas, Edleweise elok beserta lukisan bara api di dinding cukup mengundang gelora bercinta.

Seokjin mengutak-atik vas sembari menanti Kim Jisoo menggoda penuh gairah. O, ayolah ia tak peka. Kali ini biarkan Seokjin yang memulai. Mari lihat kemahiran pria itu mengendalikan si sanguinis Jisoo.

"Soo.."

Tubuh yang membelakangi jendela menampakkan sisi gelap sutuhnya. Seokjin tersenyum sembari duduk di meja mini.

"Harum earl grey mu sangat manis." Jisoo menerima tubuh kekar Seokjin yang merengkuhnya pelan. Enggan agresif, si wanita malah meluruskan kedua kaki di antara paha Seokjin. Ya, tenaganya bakal habis jikalau kukuh ikut mengendalikan sang suami.

Seokjin menciumi leher Jisoo dengan gerakan lembut. Membenamkan diri ke dada sang istri yang mendesah merdu sembari mengalungkan lengan, mengaitkan tubuh keduanya agar gerakan tetap inline. Hendak menggeser resleting dress jisoo, tiba-tiba pening mendera. Seokjin kewalahan, seperti ada potongan serupa di masa lalu.

Persis sekali. Seokjin mengerang, disusul pekikan panik dari Jisoo yang merengkuh badan suaminya kala ambruk.

"Seokjin?"

-






Sepai | Jinlice | JinsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang