-
Menghitung tetes rinai bersama petrikor yang masyhur di atmosfer syahdu. Jisoo meraup santai kepulan aroma jahe dari ceruk cangkir yang terisi. Hujan bulan agustus begitu istimewa, sembari menyisir kuncup yang mulai semi disambut pula desau angin menggesek dedaunan.
Menanti Seokjin yang nyatanya sudah menjajaki lantai dapur. Punggung Jisoo memang apik untuk direngkuh segera. Wanitanya belum sadar kalau yang ditunggu tengah membatin betapa eloknya siluet maha sempurna karya Tuhan. Sekat kaca bak bingkai mengekspose lukisan molek miliknya seorang.
"Aku jadi ingat sosok gadis di hikayat punjabi yang agung itu."
-
Sekali lagi Jung Hoseok harus menghajar dinding keras di hadapan, selepas menggeledah seenak pusar almari Lalisa di bilik pribadi.
Mulanya merodong figura koyak dua bocah SMA yang familiar. Hingga klimaksnya lekuk tak asing di balik biak debu memanggang kesabaran Hoseok.
Lantas tanpa izin merazia seisi rumah sembari si pemilik memekik khawatir. Lalisa kalap tatkala lungsuran kenangan masa silam terpergok Hoseok beserta polaroid terlukis pose tak senonoh si empu dan sosok sejawat yang dikenal.
"Kenapa lakukan itu!"
Bungkam. Bukan siapa-siapa, namun Hoseok sudah dianggap sosok penjaga layaknya malaikat bereksitensi. Lalisa bukan tipe pemarah. Kala terluka hanya menangis diam-diam.
"Kita selesaikan. Aku tidak suka seperti ini."
Lalisa memohon. Amarah si pria tak kunjung susut, bermaksud beberes tapi malah terpergok Hoseok yang nyelonong sebab tak dibukakan pintu. Meradang tiba-tiba padahal tuan rumah tengah menggeret gundukan kardus di gudang bawah tanah.
Gaduh tak terelakkan manakala ponsel terlanjur menekan dial milik seseorang. Lalisa tersedu hebat, gagal mencegah si pria. "Aku akan jujur, janji! Janji!"
Hoseok ikut meluruh, bersimpuh di dekat Lalisa yang bertekuk lutut. Menyandar kaca sembari mengusap wajah tanda pasrah. Mendung rupanya membawa petaka, luka tak kunjung sembuh sudah terkelupas lagi fibrinnya.
Berpaling kala Jung Hoseok menghempas benda pipih yang menyala, mengekspos deretan simbol verbal bersama potret sosok Seokjin di layar.
-
"Barusan Hoseok menelpon tiba-tiba."
Jisoo menatap polos suaminya yang hampir terlelap di dekapan. Dengan berat hati si pria menjauh, meninggalkan aroma rosemary yang menenangkan. Seokjin menjajal sekali, barangkali hal penting tengah menanti. Tak ada jawaban, menyisakan Kim Seokjin yang menggerutu hebat.
"Manusia usil akan selamanya usil."
Jisoo mengurut dada bidang suaminya yang agak sensitif. Jadwal praktik padat mengubah perangai Seokjin menjadi sosok dokter pelit senyum. Itu kata Rose tempo lalu.
-
Barangkali tersisa selarik kisah manis lusa di senja yang sama. Seokjin menengadah kala pendar lampu kukuh menembus sudut gelap, siluet tunggal berubah sekejap, seperti ada sosok hawa yang tengah memeluk pinggang, menyandar kepala di punggungnya yang seolah kehilangan si pemilik.
Delusi yang sempurna.
Barusan sang istri bersyair, mengeluh tentang Seokjin yang kehilangan lengkung bibir tanda kebahagiaan. Tak sadar kran washtafel mengucur deras sebab lupa dimatikan.
-
"Boleh menutur satu dongeng?"
Jisoo bergerak ke ceruk leher Seokjin yang mengucap satu permintaan. Berbalas, sesegera mungkin si wanita mengubah mimik antusias.
"Ada seorang hamba yang lama hilang, lalu kembali di tempat yang salah."
Jisoo tersenyum mengundang gairah. Diusapnya pipi seokjin yang menggembung ikut menebar lengkung bahagia di sudut bibir, "tandanya dia belum pulang."
Bagi Seokjin separuh kebahagiaannya adalah rekah gelak Jisoo yang manis. Bertemu sekali di kanopi oak sudah cukup membuat si pria jatuh hati seumur hidup. Sihir pesona yang apik, bahkan keagungan sastra asmara mughal tak sampai menoreh kisah yang sama.
"Gwangjong kita punya kisah yang manis, kenapa harus pakai roman negeri lain?" Jisoo protes kala tahu hajat Seokjin hendak menuturkan kemasyhuran punjabi.
Masalahnya si gadis tipe pemilih. Menginginkan kisah indah yang dimengerti. Bukan mencoba mengerti. Seokjin batal bertutur, padahal prolognya sudah dikemas sedemikian rupa.
"Menjadi Daemok tak seindah kisah--"
"Aku suka Jang Ok Jung tahu!"
Seokjin mengecup singkat bibir merekah sang istri. Statementnya barusan mematahkan argumen Seokjin dalam sekali kecap. Pada hakikatnya ratu akbar milik sang legendaris Sejong diduakan, terganti oleh sosok gadis biasa yang sama bersinarnya.
-
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepai | Jinlice | Jinsoo
Fiksi Penggemar11-10-19 Lalisa ingin lukanya disembuhkan. Sepai : pecah menjadi kecil-kecil dan terserak ke mana-mana. (KBBI)