Chapt 3: Pencarian

24 9 0
                                    

Archie melanjutkan perjalanannya ke arah Selatan menuju bukit Aspodius. Mustahil baginya melewati jalur bukit karena terlalu beresiko—jalanannya terjal dan sulit dilewati apabila menggunakan kuda, jadi Archie mengambil jalan memutar bukit yang memakan waktu lebih lama sekitar tiga sampai lima hari—jalur bukit memangkas waktu satu sampai dua hari.

Malam tiba, Archie memutuskan untuk beristirahat. Dia mengikat kudanya tidak jauh dari tempatnya membuat perapian. Dia mengeluarkan dan memeriksa kembali barang-barang yang dibeli sebelumnya. Archie menempatkan barang-barangnya sesuai dengan fungsinya.

Selanjutnya dia akan memasak untuk makan malam. Archie mencari beberapa batu berukuran sedang lalu diletakkannya melingkar di sekitar perapian dan sebuah batu gepeng dan panjang yang ia taruh di atas api. Daging yang sudah dipotong-potong sebelumnya diletakkannya di atas permukaan batu yang panas. Archie lalu pergi mencari daun talas yang ukurannya agak besar lalu meletakkan beberapa bahan seperti bawang putih dan merica di atas daun, kemudian daun itu dilipat dan ditumbuk hingga lumayan halus.

Bawang dan merica yang sudah ditumbuk kemudian ditaburkan ke atas daging agar meresap dan daging nantinya memiliki cita rasa gurih ketika dimakan. Hasil masakan dengan metode primitif seperti ini memang tidak maksimal, tapi setidaknya itu bisa meredakan rasa lapar Archie.

Ketentraman waktu Archie makan diusik oleh seorang perempuan tidak dikenal yang datang entah dari mana. Archie yang terkejut bertanya pada gadis itu, “Siapa kau?”

“Aku bukan penjahat, jangan takut,” balas perempuan itu. Dia mendekat dan duduk di seberang perapian. “A-aku kelaparan. Apa aku boleh meminta makananmu?”

“Silahkan.” Archie dengan tangan terbuka mempersilahkannya makan. “Aku sudah kenyang, kau bisa menghabiskan sisanya.”

“Yo, teima kasi,” balas gadis itu dengan mulutnya yang penuh daging sehingga kalimatnya sulit dipahami Archie. GLEK. “Ahh, ini enak sekali!” kata gadis itu setelah selesai makan dengan lahap dan cepat. Dia menyeka mulutnya yang kotor. “Ngomong-ngomong namaku Rachel,” sambungnya memperkenalkan diri. Rachel adalah gadis seumuran Archie. Warna kulitnya sawo matang dengan tinggi badan lebih pendek dari Archie. Rambutnya hitam, matanya berwarna merah cerah dan indah saat dipandang membuat orang-orang mungkin akan menyukai gadis ini.

“Dari mana asalmu?” tanya Archie.

“Byolnir,” balas Rachel singkat.

“Byolnir?” Archie membuka peta. Jarinya bergerak ke sana kemari mencari nama daerah yang disebutkan Rachel, dan ... ketemu! “Tempatnya jauh dari sini. Bagaimana kau bisa ada di sekitar sini?”

Rachel menjelaskan bahwa dirinya diculik oleh salah satu pasukan Leonidas saat ia tengah berada di ladang untuk memanen buah. Suasana ladang sangat tentram kala itu, tidak ada tanda-tanda kedatangan aliansi musuh ke daerahnya yang kebetulan berada di luar distrik Byolnir. Tiba-tiba tengkuk leher Rachel dipukul dengan keras hingga membuatnya pingsan, dan ketika siuman Rachel sudah terikat dan berada di atas tunggangan kuda bersama seorang pria yang tidak dikenalnya. Rachel sama sekali tidak tahu ke mana dia akan dibawa pergi. Dia menangis dan meronta namun suaranya tidak terdengar karena mulutnya ditutup dengan kain, begitu juga dengan tangan dan kakinya yang diikat. Dia pasrah.

Rupanya Rachel diculik untuk dijadikan teman wanita si pria anggota aliansi Leonidas ketika mabuk-mabukan. Dia didoktrin untuk patuh pada pria tersebut atau dia akan diperkosa. Rachel ketakutan tidak bisa berbuat apa-apa, dia terpaksa harus menuruti kemauan pria tersebut entah sampai kapan.

Kemudian secercah harapan muncul saat dia melihat Archie yang kala itu menjadi pusat perhatian karena berani menantang orang-orang untuk mencabut pedangnya di altar. Dia juga menonton pertarungan Archie dengan Leonidas di padang rumput luar distrik menemani pria yang menculiknya. Melihat keberaniannya tersebut—dan berpikir bahwa mungkin Archie bersedia menolongnya, Rachel diam-diam melarikan diri dan mengikuti jejak Archie.

“Kenapa kau mengikutiku?” tanya Archie.

“Kudengar bahwa kau ini pengembara. Apa benar?” balas Rachel.

“Ya. Aku baru mulai mengembara tidak lama ini. Tempat tinggalku tidak jauh dari Thereos, di desa bernama Ilinos.”

“APA? Ilinos?” Nada bicara Rachel berubah setelah mendengar nama Ilinos diucapkan. “Sebaiknya kau pulang. Setelah siuman, aku mendengar Leonidas memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan desamu.”

Archie terkejut. Pupil matanya membesar, jantungnya berdetak kencang dan adrenalinnya meningkat. Dia tergesa-gesa memasukkan barangnya dan berbegas menaiki kudanya. “Ikutlah bersamaku, cepat naik!” Archie meminta Rachel ikut, kemudian kuda tumpangan mereka melaju kencang menyusuri kegelapan malam di bawah sinar rembulan.

“HYAA, HYAA!!!” Archie menendang-nendang kudanya agar berlari lebih cepat. Freya, Lupo, Carlos ... kuharap kalian baik-baik saja, batinnya.

* * *

Pagi-pagi buta mereka sampai di perbatasan desa dengan Thereos—perjalanannya lebih cepat karena Archie menggunakan kuda. Setelah melewati bukit kecil, Archie mendapati desanya telah dibakar dan dihancurkan. Api berkobar sangat besar di balai desa dan rumah-rumah sekitarnya. Archie memacu kudanya lebih cepat. Hatinya remuk melihat Ilinos dihancurkan, itu mengingatkannya pada masa lalu.

Tujuan utama Archie adalah Freya dan keluarganya, dia menuju ke rumah Freya yang berada di ujung desa. Kondisi tempat tinggal Freya sama seperti yang lain, hancur dan dibakar. Archie sangat terpukul akan hal tersebut, dia menangis. Dia kemudian cepat-cepat turun dari kuda dan berlari ke dalam rumah untuk mencari mereka.

“FREYA!!! CARLOS!!! LUPO!!!” Archie berteriak mencari mereka di setiap sudut rumah yang masih bisa ditelusuri. Kobaran apinya sangat panas hingga membuat seluruh tubuh Archie menjadi gelap terkena asap. Dia tidak menemukan tanda-tanda jasad mereka, artinya mereka masih hidup! Archie lalu memeriksa rumah lain memastikan apakah ada jasad di sana. Tidak ada! Itu artinya mereka selamat dan kemungkinan telah diculik.

“Tidak ada mayat, mereka pasti diculik. Kita harus segera mencari mereka!” kata Archie saat kembali ke kudanya. Emosinya berkecamuk.

Archie menunggu sang fajar menampakkan diri agar mudah baginya untuk mencari rombongan pasukan Leonidas. Jejak aliansi Leonidas menuju ke arah Utara, Archie bergerak cepat menelusuri jejak tersebut. Butuh waktu sekitar empat jam perjalanan hingga mereka sampai di sebuah tebing yang mana di lerengnya terdapat bangunan misterius yang menyatu dengan tebing—hanya bagian luar bangunan yang nampak.

“Tempat apa itu?” tanya Rachel. Archie memintanya untuk turun. “Apa kau akan meninggalkanku di sini?”

“Tidak. Kau di sini dan tolong jaga kuda milikku, ya?” balas Archie yang juga turun lalu meletakkan barang-barangnya. Dia memutari jalan untuk turun ke dasar tebing, menuju ke bangunan misterius tersebut. “Ini mungkin cukup lama, tapi aku akan kembali,” sambungnya seraya tersenyum ke arah Rachel.

* * *

Sebuah bangunan yang menunjukkan kesan seperti tempat tidak berpenghuni. Sangat kotor dan banyak sekali sampah di luar bangunan berkayu tersebut. Terdapat sebuah tulisan lusuh yang sulit dibaca di bagian atas bangunan, “de Venditores”.

“Aku merasakan mana dari dalam tempat ini, Archie.” Iustella berkata demikian dalam wujud pedang. Mendengar hal tersebut, Archie mengeluarkan pedangnya dan berjalan perlahan mendekati pintu masuk.

NGGEEEKKK. Pintunya berderit. Archie mengendap-endap masuk  dan menemukan sebuah lorong gelap yang sepertinya akan membawanya ke suatu tempat. Dia memutuskan untuk menelusuri lorong tersebut. “Hei, Iustella. Berikan aku penerangan.”

“Untuk apa aku melakukannya?” tanya Iustella.

“Ayolah. Jika tak ingin membantu, setidaknya kau harus bermanfaat untuk seseorang,” balas Archie. Iustella bergeming. “Mungkin kita harus belajar untuk saling mem—“ Belum selesai bicara, api tiba-tiba menyala dan menyelimuti pedang dalam genggamannya. Archie pun tersenyum. “Terima kasih.”

Lorong gelap yang ditelusuri Archie merupakan sebuah labirin. Dia berhenti di sebuah jalan bercabang, berpikir ke arah mana yang harus dipilihnya. Keputusannya tidak boleh salah karena ia mengejar waktu untuk menyelamatkan warga desa Ilinos.

“Kiri.”

“Iustella?” Archie terkejut karena Iustella mulai kooperatif. “Kau tak punya banyak waktu, ‘kan?” ujar Iustella, “Ambil jalan kiri lalu ke kanan. Kau akan menemukan jalan lurus, dan terakhir kau belok ke kanan lagi. Aku bisa merasakan mana dua orang dari sini, laki-laki dan perempuan.”

Setelah mengikuti panduan Iustella, Archie melihat sebuah cahaya yang semakin terang saat mendekat. Dua orang pria yang sedang asyik mengobrol di depan pintu menyadari kedatangan Archie, mereka kemudian menyambutnya dengan baik.

“Selamat datang di Venditores, Tuan. Apa Anda kesulitan menemukan tempat ini?” ucap salah seorang dari mereka.

“Tidak juga,” balas Archie bersikap dewasa. Sepertinya kedua orang ini tidak menyadari bahwa sebenarnya Archie masih remaja. Mungkin karena penampilannya yang mengenakan mantel panjang—menutupi bagian tubuh dari atas sampai bawah—mampu mengelabuhi penglihatan mereka. Kejadian tersebut sebenarnya tidak ada dalam skenario, tapi beruntunglah jika Archie tidak perlu membuat mereka pingsan.

Archie memasukkan pedangnya ke selongsong dan dipersilahkan masuk. Tempat apa ini? batinnya. Hampir seluruh bagian tempat tersebut terbuat dari material tanah—mungkin karena letaknya di dalam bukit. Ketika Archie berjalan masuk, banyak perempuan menghampirinya dan menawarkan sesuatu.

“Laki-laki atau perempuan? Kriteria seperti apa yang Anda cari, Tuan?” ujar perempuan paling dekat dengan Archie.

“Dijadikan buruh atau budak, kami punya banyak pilihan, Tuan.” Gadis seumuran Archie di sebelahnya memegang tangan Archie untuk menarik minatnya.

Archie mulai paham, de Venditores ternyata merupakan tempat ilegal penjualan manusia. Dia menolak semua tawaran dan kembali berjalan sembari melihat ke sisi kiri dan kanan. Ratusan orang dipenjara dalam ruangan besar dan hanya barisan besi tebal penjara yang mengisolasi mereka dari dunia luar. Baik pria atau wanita, dewasa atau remaja, bahkan anak kecil pun ada di dalam penjara tersebut.

Mustahil bagi mereka untuk bisa melarikan diri, menggali tanah pun rasanya percuma karena itu akan menguras banyak tenaga, terlebih lagi mereka tidak rutin diberikan makan dan minum. Melarikan diri sama saja bunuh diri, jadi mereka memilih pasrah dan hanya berharap ada orang baik yang berkenan menyelamatkan mereka semua.

Archie iba melihat raut wajah dan ekspresi putus asa orang-orang tersebut. Beberapa dari mereka masih ada yang meronta untuk dilepaskan—mereka adalah orang-orang yang baru saja dijebloskan ke dalam penjara. Archie melihat banyak orang tergeletak tidak berdaya, kelaparan seakan pasrah menunggu ajal datang menjemput. Ternyata selama ini masih banyak orang yang lebih menderita dari Archie, memiliki masa lalu yang lebih buruk yang mana harus mendekam di tempat tidak manusiawi seperti ini dan diperlakukan layaknya seekor hewan yang bebas dijual-belikan. Archie merasa tekadnya untuk mewujudkan kedamaian semakin penting, karena masih banyak orang yang terintimidasi oleh orang lain yang lebih superior.

Misinya sekarang adalah menemukan warga desa Ilinos dan menyelamatkan mereka, lalu membebaskan yang lainnya yang telah lama terpenjara. Setelah puluhan penjara di sisi kiri dan kanan ia lewati, tangisan seseorang tertangkap telinga Archie. Suara tangisan tersebut tidak asing di telinga Archie. Dia mencari-cari sumber suara tersebut dan melihat sosok wajah yang dikenalinya menangis tersedu-sedu berdiri dan tangannya meraih keluar penjara, berharap ada orang yang bersedia menolongnya.

“Archie? ARCHIE!!!” tangis Carlos pecah saat mengenali sosok yang menghampirinya dari balik jeruji besi. “Ma, mama ... lihat! Archie datang!” seru Carlos memanggil-manggil Freya. Freya yang tengah termenung tidak jauh dari tempat Carlos berdiri bangkit dan menghampiri Archie. Orang-orang desa pun menyadarinya dan sangat bersyukur melihat Archie. Tapi keriuhan mereka membuat para penjaga datang.

“Hei, diam!!!” bentak seorang penjaga yang membawa sebuah kapak. “Tuan, apa Anda ingin menawar harga untuk salah satu dari mereka?” sambungnya.

“Ya, aku akan membebaskan mereka semua,” balas Archie.

“Wah, wah ... sepertinya Tuan ini seorang pengusaha, ya? Untuk menentukan harga yang cocok, Tuan bisa tawar-menawar dengan bos kami. Mereka ada di—”

DUG!!! BRUK!!!

Archie memukul hidung si penjaga menggunakan gagang pedang, alhasil penjaga itu merintih kesakitan, hidungnya merah dan mengeluarkan darah. “Mundur!!!” Archie memberi perintah dan melakukan kuda-kuda lalu mengayunkan pedangnya. “Iustella, pinjamkan aku kekuatanmu!”

SLING!!! SLING!!!

TRENG TENG, TENG, TENG!!!

Tebasan presisi Archie berhasil membelah barisan besi penjara, kemudian bermanuver dan mengayunkan pedangnya ke penjara di seberang untuk membebaskan orang-orang di sana. Dua penjara berhasil dibuka, orang-orang keluar bersorak kemudian berkumpul. Para penjaga bersiaga dan membuat barisan di pintu utama. Archie berdiri dengan gagah berani menghadap puluhan penjaga sendirian. Dia berlari ke arah para penjaga sembari menebaskan pedangnya ke sisi kiri dan kanan untuk membebaskan tahanan yang lain.

Seorang pria paruh baya bernama Reyes berkata, “Hei, Nak. Aku akan membantumu!” Tidak hanya Reyes, beberapa pria kemudian maju dan ikut membantu Archie melawan para penjaga. Orang-orang bersorak atas kemenangan sekaligus kebebasan mereka. Akan tetapi kebahagiaan mereka harus tertunda karena di pintu utama masih dijaga oleh puluhan bahkan mungkin ratusan penjaga dengan senjata-senjata mereka. Jalan kemenangan mereka tinggal satu langkah lagi. Mereka harus menyatukan kekuatan untuk meraih kebebasan.

Tapi sebelum pertarungan besar itu mulai, seorang laki-laki dan perempuan berjalan beriringan keluar dari barisan para penjaga. Penampilan mereka mirip, memiliki rambut pendek berwarna merah dan satu buah anting di sisi berlawanan—si pria menggunakannya di telinga kiri dan perempuan di sisi kanan.

“Mereka orangnya, Archie,” kata Iustella menyinggung perihal dua orang yang memiliki mana. “Aku tidak tau apa kekuatan mereka, tapi berhati-hatilah.”

“Semuanya tolong jangan ada yang membantu!” Archie merentangkan sebelah tangannya memberi isyarat untuk diam di tempat. “Mereka berdua sangat berbahaya. Aku sendiri yang akan mengurusnya,” sambungnya.

“Tapi, Nak. Kau kalah—“

“SUDAH IKUTI SAJA APA YANG KUKATAKAN!!!” bentaknya. Tatapan matanya berubah tajam dan wajahnya terlihat marah. Archie mengerti situasi tidak menguntungkan ini dan memang dia harus bertarung sendirian untuk menghindari banyaknya korban jatuh. Archie harus mewaspadai mereka karena kekuatannya belum diketahui.

“Venditores adalah lahan keluarga Tores mendapatkan keuntungan. Selama ini tidak pernah ada orang yang berani mengusik usaha kami. Siapa kau, anak kecil yang berani-beraninya mengganggu ketentramanku bersama adik manisku?” ujar si kakak bernama Sven Allarmo Tores.

“Kakak!” sang adik, Silva Allarmo Tores terlihat kesal mendengar ucapan Sven.

Sifat Sven berubah drastis melihat adiknya yang kesal. “Ah, kau sungguh manis saat marah. Kau memang malaikat yang diciptakan oleh Dewa untuk membuatku bahagia. Ahhhh.” Sven adalah seorang Siscon atau kondisi di mana seorang kakak sangat mencintai dan terobsesi pada kecantikan atau tingkah laku adik perempuannya.

“Jangan membuat malu keluarga Tores!” bentak Silva.

“Baiklah, Malaikat kecilku.”

Archie memasang ekspresi heran melihat tingkah konyol kedua orang tersebut. Dia kemudian teringat sesuatu lalu berkata, “Hei, apa kalian tau di mana Leonidas?”

“Siapa kau! Berani-beraninya menggangu pembicaraanku dengan Silva?!” seru Sven dengan nada tinggi. “Jangan pernah berani bicara sebelum aku, Sven Allarmo Tores, memerintahkanmu untuk bicara!” sambungnya.

“Aku tidak punya waktu untuk ini,” sahut Archie tidak peduli dengan peringatan Sven.

Sven marah. Kedua pergelangan tangannya diselimuti api berwarna ungu. Dia menembakkan api-api dari tangannya di mana apinya akan menjalar di tanah dan mengejar sasaran yang Sven inginkan.

Iustella menyelimuti pedang dengan api serupa lalu berkata, “Tebas apinya!”

FWUNG!!! CESSTT!!! Api berhasil dipadamkan.

“Kau punya api yang sama?” tanya Archie mengira Iustella pernah bertemu dengan Sven dan Silva karena memiliki api serupa dengan mereka.

“Ya, itu memang api yang sama, tapi kekuatan itu bukan milikku. Tidak salah lagi, api berwarna ungu itu sama seperti yang dimiliki Mammon,” balas Iustella memberi penjelasan.

“Mammon?”

“Ya, Iblis serakah anak Lucifer.”

“Tunggu, anak? Berarti Lucifer itu laki-laki dan telah menikah dengan Iblis lain lalu memiliki anak, begitu?” Archie tertawa dengan spekulasi buatannya sendiri.

Iustella yang kesal menghantam dahi Archie menggunakan sisi pedang dengan keras. “Aww!” Archie merintih kesakitan.

“Mammon adalah Iblis ciptaan Lucifer dan diangkat menjadi anak untuk memenuhi sebuah ritual,” kata Iustella.

“Lalu kenapa dia bisa bertemu dengan dua orang aneh itu?” tanya Archie sembari menujuk ke arah Sven dan Silva.

“Sudah kukatakan kalau Mammon adalah Iblis yang serakah. Dia akan melakukan apa pun sesuka hatinya jika itu bisa membuatnya senang. Dan mungkin saja dua orang kaya aneh itu menarik perhatian Mammon untuk dicuri kekayaan mereka, lalu terjadilah kontak fisik dengan Mammon yang berada di wujud manusia sama sepertiku.”

TEG, TEG, TEG, TEG, SYAH!!!

STING!!!

Sven menyerang Archie ketika dia sedang mengobrol. Beruntung karena Iustella menyadari hal itu dan berhasil menghalau pukulannya. Archie kemudian berputar dan menendang Sven hingga tersungkur ke belakang.

“Aku tidak tau kau berbicara dengan siapa, tapi ... uhuk uhuk, bagaimana kau bisa mengeluarkan api dari pedangmu itu? Kenapa kau punya api yang sama? JAWAB!!!” Sven mencengkram perutnya yang kesakitan setelah ditendang Archie.

“Kau tidak perlu tau,” balas Archie. “Menyerahlah atau terpaksa harus kita selesaikan dengan jalan kekerasan?”

“Hah, lebih baik aku mati daripada membuat malu keluarga Tores!” Sven bangkit dan menyerang, dia berhasil melukai bagian pelipis mata kiri Archie hingga berdarah. Archie mengusap darah yang keluar dengan punggung tangannya lalu berkata, “Baiklah, aku anggap itu jawaban untuk kekerasan.”

Pertarungan mereka berjalan sengit. Berbeda dengan Sven, Silva justru ketakutan dan tidak mau bergerak sama sekali untuk menolong kakaknya, karena meskipun memiliki kekuatan, Silva sebenarnya adalah tipe gadis penakut. Jadi selama dia memiliki kekuatan itu bersama kakaknya, hanya Sven yang mampu menguasai kekuatan tersebut dengan baik.

Sementara itu, baik Sven atau Archie sama-sama menerima luka dan pakaian yang mereka kenakan sobek. Sven mengalami luka lebih serius dari Archie karena kemampuan bertarungnya jauh dibandingkan Archie yang sangat fleksibel dalam menyerang sekaligus bertahan.

Dan di titik lemah Sven ketika dia sudah tidak kuat bertarung, Iustella berkata, “Dekatkan aku padanya.”

Archie pun melakukannya. Mana dalam tubuh Sven diambil dan dimakan oleh Iustella hingga Sven pingsan.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Archie.

“Iblis secara tidak sadar mentransfer mana mereka saat melakukan kontak fisik dengan manusia, dan Iblis juga dapat mengambil kembali mana tersebut,” balas Iustella.

Orang-orang bersorak atas kemenangan Archie. Dia kemudian berjalan mendekati Silva dan bertanya, “Mau bernasib sama seperti Kakakmu?”

Silva menggeleng ketakutan, bahkan dirinya menangis agar diampuni oleh Archie.

“Baiklah, aku akan mengampunimu dengan satu syarat. Beritahu aku ke mana Leonidas pergi?”

“Me-mereka pergi ke Ibi Arma untuk membeli perlengkapan senjata. Butuh waktu perjalanan dua hari untuk sampai ke sana,” kata Silva.

“Terima kasih.”

Archie pun meletakkan pedangnya di pundak Silva dan Iustella segera mengambil mana miliknya lalu Silva pingsan. Selesai sudah pertarungan, Dewi Fortuna berada di pihak Archie kali ini. Dia mengangkat pedangnya ke udara sebagai simbol kemenangan, sementara para penjaga membuang senjata mereka dan menyerahkan diri.

“AYO KITA HAJAR MEREKA SAMPAI MATI!!!” seseorang dari kerumunan berteriak untuk menghakimi para penjaga Venditores dan disambut antusiasme orang-orang.

“TUNGGU!!!” Archie menghentikan animo dan memberikan masukan. “Daripada kalian membunuh mereka, bukankah lebih baik jika kalian bawa mereka untuk meminta pertanggungjawaban dan membangun kembali desa kalian masing-masing?”

“Dia benar juga, ya?”

“Ya, ya, ayo kita bawa mereka!!!”

Para penjaga hanya bisa pasrah ketika mereka diarak keluar bangunan bersama Archie. Sementara itu Rachel segera turun dari bukit sesaat setelah melihat Archie keluar dengan selamat diikuti banyak orang. “Hahh, hahhh ... kau, kau berhasil,” ujar Rachel dengan nafas tersengal—dia tidak bisa menaiki kuda, jadi dia berlari sembari menarik tali yang mengikat kuda Archie. “Kau ... hahh, kau menepati janjimu.”

Archie balas tersenyum kemudian meletakkan pedangnya kembali ke dalam selongsong lalu bergurau, “Apa aku berjanji sebelumnya? Seingatku hanya bilang akan kembali.”

Rachel pun ikut tersenyum.

“Archie!” suara Freya dari belakang terdengar sangat lantang. Dia terlihat sangat bahagia dan menitikkan air mata, senyumnya sangat tulus pada Archie. “Kemarilah, Nak!” lanjutnya merentangkan kedua tangannya hendak memberikannya pelukan. Pelukan hangat nan kuat Freya serta tangisannya membuat orang-orang terharu melihatnya. Kini Archie dapat bernafas lega karena dia berhasil menyelamatkan orang-orang dan tidak kehilangan keluarga keduanya.

“Aku harus pergi, masih ada hal yang harus kuselesaikan,” kata Archie melepaskan pelukan Freya.

“Tapi, Archie—“

“Maaf, Freya. Aku ingin kembali bersama kalian dan membantu membangun desa, tapi untuk saat ini aku tak bisa.”

Lupo datang dan membujuk Freya. “Sudah, biarkan dia melanjutkan petualangannya.”

Sekali lagi, dengan berat hati Freya melepaskan Archie pergi. Mereka dan orang-orang lainnya kembali ke desanya masing-masing.

* * *

Sekarang tujuan Archie bersama Rachel adalah ke Ibi Arma, tempat jual-beli senjata dan perlengkapan perang—untuk membalas dendam pada Leonidas. Malaikat maut datang menjemputmu, batinnya.

“Hei, Archie. Lihat!” Rachel memintanya menengok ke belakang. Ada beberapa orang misterius yang mengikuti mereka dari kejauhan.

RE : IUSTELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang