Chapter 5: Leviathan

19 5 0
                                    

Archie bersama Rachel, Katherina, dan Annabeth sampai di sebuah sungai. Di sana mereka menaiki kapal menuju ke Grimora, distrik kecil tempat misi mereka berada. Di atas kapal ketika berlayar, Archie berkenalan dengan Lance yang juga seorang pengembara.

Dikatakan berkenalan pun sebenarnya tidak, karena Lance menghampiri Archie dan mengajaknya ngobrol, jadi secara tidak langsung ... mereka berteman. Lance adalah pria berusia delapan belas tahun dengan rambut pendek pirang halus terbelah di bagian tengahnya. Mengenakan pakaian berwarna putih polos dirangkap kemeja pendek berwarna cokelat, memiliki tindik di kedua telinganya dan di bibir sebelah kiri bagian bawah.

“Ke mana tujuanmu?” tanya Lance.

“Grimora.”

“Kebetulan sekali, aku juga ke sana.”

“Semua orang di sini memang akan pergi ke sana,” jawab Archie acuh.

GAH!!! Lance tertegun saat Archie berkata seperti itu, karena dia sebenarnya hanya ingin basa-basi dengan Archie. Lance tidak menyukai sikap dingin Archie, dia juga beberapa kali menyombongkan diri meskipun Archie tidak memperhatikannya.

“Hei, Lance. Kau ingin makan atau tidak?” panggil salah satu rekannya, Rufus.

“Ya, ya, tentu saja aku mau.” Lance pergi meninggalkan Archie yang bersandar pada dinding kapal menikmati pemandangan sekitar sungai. Sesekali dia menoleh memastikan apakah Archie melihat ke arahnya, tapi tidak sama sekali.

Lance dan rekan-rekannya, Rufus, Werner, Mario, dan Neila adalah pengembara yang cukup dikenal masyarakat dan sering diberikan tugas. Mereka mempunyai reputasi baik di mata masyarakat daerah sekitaran sungai, dan suatu ketika ada seseorang yang meminta mereka untuk menyelidiki kabar keberadaan monster di hutan Efrost dekat distrik Grimora.

Setelah kurang lebih tiga jam menyusuri sungai, kapal pun sampai di hilir dan Archie bersama yang lainnya segera turun. Archie bertanya pada orang-orang di sekitar hilir tentang keberadaan kelompok Baltimore, lalu seseorang dari mereka dengan senang hati mengantarkan Archie ke tempat tersebut.

Archie bersama Rachel dan yang lain sampai di mulut hutan Efrost. “Kau hanya perlu berjalan kurang lebih setengah jam dan kau akan menemukan sebuah pemukiman kecil di dalam hutan, mereka itu orang-orang Baltimore,” ujar pria yang mengantarkan mereka. Archie berterima kasih padanya lalu pria tersebut kembali ke hilir sungai.

Mereka pun segera melanjutkan perjalanannya ke dalam hutan mengikuti arahan pria tadi. Setelah sekitar tiga puluh menit melewati pepohonan rindang, Rachel melihat sebuah tenda sederhana dan dua orang pria tengah duduk mengobrol sembari makan. Kedua pria tersebut memperhatikan kedatangan Archie dan kawan-kawannya, tatapannya kurang bersahabat. Rachel merasa risih dan ketakutan lalu bersembunyi di balik tubuh Archie.

“Jangan takut,” kata Archie mencoba menenangkan Rachel, dia lalu bertanya pada dua pria yang menatap ke arahnya. “Permisi, Tuan-tuan. Aku mencari seorang pria bernama Kilgor, apa kalian mengenalnya?”

Kedua pria tersebut bergeming, saling menatap satu sama lain untuk beberapa saat sambil menyantap makanan kaleng dalam genggaman. Lalu salah satu dari mereka menjawab acuh, “Ya, dia ada di tenda nomor empat dari sini.”

“Terima kasih, Tuan,” sahut Archie kemudian segera pergi ke tenda nomor empat. Ada pria lain yang berdiri seperti sedang menjaga tenda tersebut, Archie bertanya padanya, “Tuan, bisakah aku bertemu dengan Kilgor?”

Pria tersebut menatap Archie, memperhatikan dirinya dari ujung rambut hingga kaki sebelum akhirnya membuka tirai tenda. “Hei, Kilgor. Keluarlah, ada orang mencarimu.” Tidak berselang lama, keluar seorang pria berusia lima puluhan tahun, memiliki janggut panjang nan lebat menutupi hampir seluruh mulutnya dan kulit wajah yang sudah berkerut di daerah matanya. Tatapannya pada Archie juga tidak ramah.

“Anda Tuan Kilgor?” tanya Archie memastikan.

“Ya. Apa aku mengenalmu, Nak?” balas Kilgor balik bertanya.

“Tidak, Tuan. Tapi saya membawa sepucuk surat dari sahabat Anda,” sahut Archie seraya menyerahkan surat pada Kilgor.

“Sahabatku?” Kilgor menerima surat tersebut lalu membacanya. Sorot matanya berubah saat membaca surat itu. “Ahh ... Odipus rupanya. Lama sekali aku tak mendengar kabar darinya, kupikir dia sudah mati, hahaha.” Kilgor tertawa lepas beberapa saat. “Ahaha, maaf tatapanku sebelumnya seperti itu pada kalian. Mari-mari, silahkan masuk,” ujar Kilgor meminta maaf dan mempersilahkan mereka masuk ke dalam tenda. “Kalian haus?” Kilgor datang membawa beberapa gelas berisikan air putih, menaruhnya di atas meja. Dia meminta maaf tidak bisa menjamu dengan banyak makanan karena kondisi finansial Baltimore tengah terpuruk semenjak rumor keberadaan monster di dalam gua merebak.

Kilgor duduk mengobrol dengan Archie, sementara Rachel, Annabeth, dan Katherina hanya diam mendengarkan. Kilgor kagum pada Archie karena di usianya yang masih belia sudah berani mengembara. Topik mereka lalu berpindah haluan dan fokus pada berita keberadaan monster di dalam gua. Kilgor menceritakan tentang awal mula munculnya rumor tersebut.

Sebelumnya gua itu adalah ladang penghasilan kelompok Baltimore karena kegiatan mereka adalah menambang emas dari dalam gua. Namun semenjak kabar keberadaan monster tersebut membuat mereka enggan melakukan aktivitas menambang karena takut bertemu atau dimakan monster tersebut.

Kilgor bercerita bahwa suatu malam, salah seorang rekannya terjaga dari tidurnya karena rasa ingin buang air kecil. Dia keluar dari tenda dan pergi cukup jauh. Rekannya ini samar-samar melihat seorang laki-laki tua renta berjalan dengan tongkat menuju ke dalam gua. Rekan Kilgor yang curiga akhirnya mengikuti kakek tersebut hingga masuk ke dalam gua yang gelap. Setelah berjalan dalam kegelapan cukup lama, teman Kilgor itu mengatakan bahwa dia melihat sepasang mata raksasa menyala tiba-tiba dan menatapnya dari dalam gelapnya gua. Kemudian api mulai terlihat menyelimuti mata mengerikan tersebut membentuk wujud sesosok monster.

Rekan Kilgor ketakutan sampai tidak dapat berkutik, membatu menatap monster di hadapannya. Monster itu meraung sangat keras, bahkan saking kerasnya hingga mampu menerbangkan temannya itu keluar gua. Raungannya terdengar dan menggema hingga membangunkan Kilgor dan yang lain dari tidurnya. Lalu setelah kejadian tersebut, sahabat Kilgor yang melihat kejadian itu enggan kembali karena trauma, sementara Kilgor dan yang lain takut untuk memeriksa kondisi di dalam gua.

“Di mana letak gua itu?” tanya Archie setelah merasa cukup mendapatkan informasi.

Kilgor memandu Archie keluar dari tenda. “Itu, kau bisa lihat batu besar itu? Guanya ada dibalik batu itu,” tunjuk Kilgor ke arah batu yang besar nan masif.

Archie bergeming sembari tangannya mengelus dagu—mencoba untuk mencerna informasi sejauh ini. Mereka masuk kembali ke dalam tenda. Archie mengatakan bahwa dia tidak akan melaksanakan tugasnya dalam waktu dekat ini, dan akan menginap beberapa hari mengumpulkan informasi lebih banyak. Kilgor tidak keberatan dengan keputusannya tersebut dan segera membuatkan tenda baru untuk Archie dan teman-temannya bernaung.

Sementara itu, Archie berniat untuk pergi ke Grimora membeli bahan pangan. Dia bertanya pada Kilgor jalan tercepat menuju Grimora. “Oh, kau bisa memangkas waktu melewati sungai kecil sebelah Tenggara, airnya dangkal jadi tidak masalah,” kata Kilgor.

Archie bergegas pergi mengingat hari sudah petang. Katherina memanggil dari arah belakang dan berkata, “Aku ikut.”

“K-kau ikut?” tanya Archie pura-pura dingin, padahal dalam hatinya sangat kegirangan mendengarnya ingin ikut pergi bersamanya ke Grimora.

“Ya. Apa harus kukatakan sekali lagi dengan lantang tepat di telingamu?”

“Baiklah,” sahut Archie. Matanya beberapa kali melirik ke arah Katherina, lekuk senyuman terukir otomatis saat Archie menatapnya. Ragu-ragu Archie bertanya, “K-kau ingin kugandeng?”

“HA?! Kau ingin kupukul, ya?” balas Katherina sembari mengepalkan tangannya mengancam Archie yang menggodanya.

* * *

Archie bersama Katherina tiba di pusat belanja Grimora—sebuah pasar yang cukup ramai. Archie mengeluarkan kantung uang miliknya, Katherina melirik dan bertanya, “Berapa uangmu?”

“Tiga puluh query,” sahut Archie. “Aku ingin membeli daging.”

Mereka menuju ke tempat penjualan daging dan menghampiri salah seorang penjual di sana. Archie melihat-lihat daging yang dipajang di atas meja. “Berapa harga satuannya, Pak?” kata Archie sembari menunjuk salah satu daging babi.

“Tiga puluh lima, Nak,” sahut penjual.

Uang koin Archie kurang lima query, dia pun mencoba menawar harga daging. “Jika diturunkan tiga puluh query, saya beli.”

“Maaf, Nak. Itu sudah harga pas. Perekonomian Grimora sedang memburuk semenjak berita monster dalam gua itu. Orang-orang enggan datang kemari dan membuat keuntungan kami menurun tajam.”

Archie dan Katherina diam, merasa iba jika tetap menawar harga dagingnya. Katherina tiba-tiba menambahkan lima query miliknya untuk membeli daging tersebut. Archie sedikit terkejut mengetahuinya dan membalas senyum sebelum berterima kasih padanya. Mereka lantas kembali ke tenda, namun melewati jalan setapak—berbeda dengan jalan sebelumnya. Ketika sampai di pemukiman Baltimore, Lance keluar dari tenda yang jaraknya tidak jauh dari tenda milik Archie. “Haha, membeli bahan pangan?” sindir Lance. “Tidak punya banyak perbelakan ya, Archie?”

Archie berhenti untuk menjawab, “Oh, aku punya. Kebetulan aku kehabisan daging untuk makan besar nanti malam.”

“Makan besar?” Lance mengernyit.

Archie mengabaikan Lance dan masuk ke dalam tenda. Cukup lama dia berada dalam tenda untuk mengeluarkan bahan pangan yang masih tersisa. Archie berbisik, “Sial. Aku bisa kewalahan kalau memasak sendiri.”

Rachel yang sejak awal bertemu dengan Archie hanyalah seorang gadis penakut, kini dia berdiri dan berkata, “Aku akan membantumu memasak.”

Archie menatapnya agak terkejut. “Wah, kau punya kemampuan selain hanya merasa ketakutan, ya?” sindirnya.

“Aku tidak ingin merepotkanmu, makanya aku ingin membantumu sebagai bentuk ucapan terima kasih karena kau bersedia membawaku dan mengantarkanku pulang nantinya.”

Archie tersenyum sebelum berkata, “Baguslah kalau begitu. Lalu kalian berdua bagaimana? Ikut membantu?”

Pada akhirnya Archie bersama Rachel, Katherina, dan Annabeth memasak untuk makan malam bersama dengan orang-orang Baltimore. Archie meminta Rachel untuk memanggil Kilgor agar disiapkan tikar untuk tempat lesehan. Kilgor berinisiatif mengumpulkan kawan-kawannya, menyiapkan api unggun dan minuman, lalu mereka duduk memenuhi setiap sisi tikar.

Kehangatan ketika bercengkrama terasa sangat kental dan mengalir tidak terasa hingga makanan siap disajikan. Daging babi bakar ekstra pedas dengan tekstur empuk buatan Archie segera dipotong lalu dibagikan ke setiap orang yang hadir. Kemudian bersama-sama, mereka menyantap makanan tersebut.

Makan malam itu sangat istimewa dan berharga bagi orang-orang Baltimore, karena semenjak kabar keberadaan monster dalam gua, mereka tidak lagi memiliki penghasilan karena terpaksa menghentikan aktivitas menambangnya. Keceriaan terukir jelas di wajah mereka, Archie sangat senang melihat mereka bahagia. Orang-orang berterima kasih atas kemurahan hati yang Archie miliki, lalu satu per satu dari mereka masuk ke dalam tenda untuk tidur.

Sementara Lance dan kelompoknya tidak ikut makan malam itu karena mereka telah lebih dulu mengadakan pesta pribadi di dalam tenda, dan mereka sekarang sudah tidur.

* * *

Keesokan harinya, rekan Kilgor yang letak tendanya berada di dekat tenda Lance mengatakan bahwa Lance dan kawan-kawannya tidak ada dalam tenda. Dia menyusuri jejak kaki mereka dan menemukan bahwa Lance telah pergi ke dalam gua pagi-pagi buta.

“Bagaimana mereka bisa pergi ke gua tanpa izin?!” ujar Kilgor dengan nada cukup tinggi. “Aku sudah memintamu untuk mengawasi gerak-gerik mereka, ‘kan!”

Kilgor pergi mendekati gua tersebut, dia berdiri di pintu masuk gua dan berteriak, “HEI NAK LANCE!!! JIKA KAU BISA MENDENGAR SUARAKU, SEGERALAH KEMBALI!!! DI DALAM SANA SANGAT BERBAHAYA!!!”

Dia berkali-kali memanggil nama Lance. Suaranya menggema ke dalam gua dan memantul kembali ke luar. Nafasnya tersengal setelah berteriak, lalu dia berjalan pelan kembali ke pemukiman. Raut mukanya pasrah masuk ke dalam tenda. Samar terdengar kekecewaannya pada salah satu rekannya yang gagal mengawasi Lance.

Archie mendengar kabar kepergian Lance dan kelompoknya. Siang harinya dia dipanggil Kilgor dan diminta untuk tidak bertindak ceroboh seperti Lance. Archie tidak keberatan dengan hal tersebut, akan tetapi dia meminta izin Kilgor pergi seorang diri ke dalam gua untuk mencari keberadaan Lance dan kelompoknya. Tentu saja permintaanya mendapat kecaman Kilgor, kenapa di situasi seperti ini Archie justru malah memperburuk suasana. Archie mencoba menenangkan Kilgor yang naik pitam. Kilgor menolaknya mentah-mentah karena itu sama dengan bunuh diri jika pergi seorang diri ke dalam gua.

“Aku tau itu, Tuan Kilgor,” sahut Archie mencoba menenangkan Kilgor yang wajahnya merah penuh amarah. “Tapi percayalah padaku. Pikirkanlah kenapa Odipus sampai mempercayaiku untuk menyelesaikan tugas ini.”

Mata Kilgor bergerak ke kiri dan kanan—sedang berpikir. Untuk waktu yang lama dia berdiri memikirkan ucapan Archie barusan. Dia melihat mata Archie yang tidak menunjukkan keraguan. Kilgor menghela nafas panjang lalu berkata, “Yahhh ... baiklah. Sebenarnya aku tidak terlalu yakin, tapi tatapan seriusmu itu membuatku seakan terhipnotis untuk mengizinkanmu pergi.” Dia lalu duduk. “Tapi kau akan ditemani Bruno untuk sementara di dalam gua,” sambungnya.

“APA? Aku?” Bruno, laki-laki berusia tiga puluh dua tahun yang berdiri di dekat Kilgor terkejut. “Ke-kenapa aku, Kilgor?” sambungnya sedikit ketakutan.

“Tenanglah, kau tidak akan ikut bersamanya sampai ke ujung gua. Kau hanya perlu menemaninya sampai sekitar lima puluh meter ke dalam gua, dan kau bisa kembali,” jelas Kilgor menenangkan Bruno, namun tetap saja Bruno was-was.

“Baiklah, aku akan pergi sekarang. Tolong kau jaga teman-temanku,” pinta Archie kemudian keluar dari tenda dan melangkah menuju ke balik batu besar diikuti Bruno yang sebenarnya enggan pergi, namun karena itu adalah perintah ... dia terpaksa pergi.

“Hei, Nak. Kau yakin ingin pergi sendirian ke dalam sana?” tanya Bruno ketakutan.

“Ya, kenapa aku harus ragu? Ini tugas yang diberikan padaku. Sama seperti Lance yang berani masuk ke dalam sini lebih dulu.”

“Tapi kawanmu itu tidak kunjung kembali sampai saat ini, dia ... pasti sudah mati dimakan oleh monster itu.”

“Kita takkan tahu jawabannya sebelum memastikannya sendiri.”

Archie dan Bruno masuk ke gua semakin dalam, cahaya Matahari yang masuk ke dalam gua pun semakin redup dan kegelapan di depan mata semakin dekat. Setelah dirasa cukup jauh, Bruno pun berkata, “Kurasa aku hanya bisa mengantarmu sampai sini, Nak.”

“Ya, ini sudah lebih dari cukup. Terima kasih, Tuan,” sahut Archie berterima kasih.

“Kau yakin melakukannya?” tanya Bruno sekali lagi memastikan keputusan Archie.

“Ya, aku yakin.”

“Baiklah, ini ... ambilah obornya.” Bruno segera berlari, lalu Archie melanjutkan perjalanannya ke dalam gua sendirian.

Tidak lama berjalan, Iustella berubah wujud ke gadis berambut bergradasi merahnya—wujud Abaddon. “Aura ini ....”

“Hei, sudah lama kau tidak menampakkan wujud itu,” ujar Archie mencoba mengajaknya untuk mengobrol. Namun Iustella tidak menggubris ucapannya dan meminta Archie mengikutinya. Dia menyalakan api di sekujur tubuhnya sebagai penerangan. “Kau bisa buang obor itu,” kata Iustella acuh.

Archie pun membuang obornya dan bertanya, “Kau tadi bilang sesuatu tentang aura, apa maksudnya?”

“Aku tidak asing, aura ini ... aku mengenalinya. Ke arah sini,” sahut Iustella yang berjalan di depan. Mereka berjalan cukup jauh ke dalam gua, terlihat beberapa kelelawar berterbangan setelah cahaya api Iustella membangunkan mereka dari tidur siangnya. Kapasitas udara di dalam gua pun semakin menipis.

“Apa aura yang kau maksud itu ... Iblis?” tanya Archie.

“Ya.”

“Siapa?”

“Sungguh aneh, karena aku merasakan ada dua aura dari sini,” sahut Iustella.

“Dua? Jadi maksudmu ... ada dua Iblis dalam gua ini?” Archie lumayan terkejut.

“Ya. Aku sendiri heran mengetahui mereka berdua bisa berada dalam satu tempat.”

“Siapa?” tanya Archie tentang identitas kedua Iblis di dalam gua.

“Bephelgor dan Leviathan,” jawab Iustella.

“Siapa mereka?”

“Iblis,” sahut Iustella singkat.

“Aku tau itu, maksudku ... ya sudahlah.“ Archie kesal dengan jawaban Iustella dan memilih untuk tidak melanjutkan pertanyaannya.

“Kita semakin dekat,” ujar Iustella.

* * *

Yang tersisa dari kelompok Lance hanyalah Neila, si ahli medis. Dia selamat karena hanya dia satu-satunya orang yang berada di barisan belakang dan tidak ikut bertarung ketika kelompoknya berhasil menemukan keberadaan sosok monster yang kabarnya sedang hangat.

Seekor naga api raksasa tengah tertidur di dalam gua. Makhluk itu dibuat marah akibat Lance yang menusuk sebelah matanya. Lance yang masih menggenggam pedangnya terpental sangat keras menghantam dinding dan seketika langsung tewas. Sementara Rufus, Werner, dan Mario yang ketakutan setelah melihat Lance dengan mudahnya dibunuh monster itu hanya bisa gemetaran setengah mati menggenggam senjata mereka masing-masing. Monster naga itu menghembuskan nafas apinya dan membakar mereka hidup-hidup, berteriak memanggil Neila yang menangis ketakutan di balik sebuah batu yang jaraknya cukup jauh.

Neila tidak mau beranjak dari tempatnya bersembunyi karena takut naga tersebut melihatnya dan langsung memakannya. Dengan rasa putus asa yang begitu besar, Neila pasrah menanti ajal menjemput, yakni mati kelaparan dalam gua daripada harus mati dimangsa monster mengerikan di dekatnya. Namun keputusasaan itu lenyap seketika saat Neila melihat sebuah cahaya dari seberang. Dia melihat gadis yang dalam keadaan terbakar dan seorang remaja laki-laki seumurannya di belakang gadis itu.

Neila tetap tidak mau beranjak dari tempatnya, berharap mereka datang dan menyadari keberadaannya lalu menyelamatkannya dari sana. Orang yang dilihat Neila adalah Iustella bersama Archie, mereka semakin mendekat. Iustella menyadari ada seorang gadis sedang duduk ketakutan setengah mati tepat di depannya, lalu dia memberitahu Archie. “Sepertinya yang selamat hanya si gadis berambut biru muda ini,” kata Iustella menunjuk Neila.

Ketika Archie mendekati Neila, dia langsung memeluk erat tubuh Archie karena sangat bersyukur akhirnya ada orang yang datang menjemputnya. “Terima kasih, terima kasih, terima kasih,” ucap Neila berulang kali.

“Hei, hei, hei ... tenanglah. Aku kemari untuk menyelamatkanmu, tapi untuk sekarang aku ada urusan yang harus kuselesaikan,” kata Archie mencoba menenangkan Neila dan memintanya untuk menunggu sebentar lagi.

“Jangan bilang—“

“Ya, aku kemari untuk mengalahkan monster itu,” sahut Archie memotong kalimat Neila.

Kedua mata Neila terbelalak, dia memegang tangan Archie erat-erat. “Jangan, jangan, kumohon ... kau akan dibunuh monster itu. La-Lance dan yang lain dibunuh sangat mudah,” kata Neila mulai menitikkan air mata.

“Itu takkan terjadi padaku, percayalah.” Archie mencoba meyakinkan Neila.

Sementara itu Iustella berjalan mendekati monster yang kembali tertidur meskipun salah satu matanya masih terluka. Menyadari penerangannya semakin minim, Archie memanggilnya, “Iustella ... tunggu sebentar. Ahh, seharusnya tidak kubuang obornya tadi.”

“Mundurlah, Archie!” pinta Iustella. Archie menuruti perintahnya. “LEVIATHAN!!!” teriak Iustella.

Monster naga api itu membuka sebelah matanya yang tidak terluka, melirik ke bawah dan melihat wujud gadis dalam kobaran api. Monster itu ternyata bisa berbicara seperti manusia. “Siapa kau bisa mengetahui namaku?” ujarnya dengan suara yang besar dan garang.

“Aku ... Abaddon. Yang terkuat setelah Lucifer,” sahut Iustella memberitahu bahwa dia sebenarnya adalah Abaddon.

“Abaddon? Kau sungguh Abaddon?”

“Ya.” Lalu mereka berbicara dalam bahasa yang Archie mau pun Neila tidak mengerti untuk waktu yang cukup lama.

Setelah itu. “Kenapa kau bisa berubah ke wujud seekor naga?” tanya Iustella.

Leviathan bergumam. Dia seperti enggan memberitahukan alasannya pada Iustella. “Ya. Aku memakan mana lebih banyak dari siapa pun yang telah keluar, jadi kekuatanku adalah yang paling besar saat ini,” jelas Leviathan.

Iustella alias Abaddon menyadari kebohongan Leviathan dan menggertak, “Jangan coba-coba berbohong padaku!”

Leviathan tertunduk seperti malu mengatakan hal yang sejujurnya.

“Ada apa, katakan padaku!” bentak Iustella.

Akhirnya Leviathan angkat bicara. “Aku tidak seharusnya berada dalam wujud hampir sempurnaku ini, jika bukan karena Bephelgor.”

“Ya, aku merasakan kekuatannya ada di sini. Di mana dia?”

Leviathan kembali bungkam. Iustella mencoba memahaminya sendiri dan merumuskan kesimpulan. “Jangan-jangan kalian bertarung?”

“Kau benar,” sahutnya. “Kami bertemu tidak jauh dari tempat ini dan dia tiba-tiba menyerangku dalam wujud manusianya. Sangat beruntung aku masih bisa menghindari serangannya.”

Archie buka suara. “Apa kau wujud asli si kakek tua dengan tongkat itu?”

“Ya, itu aku. Setelah kami bertarung, aku pun mengambil seluruh mana milik Bephelgor, kemudian wujudku berubah seperti ini. Itulah mengapa aku masuk ke dalam gua, karena aku merasa bersalah telah membunuh Bephelgor.” Iustella menatap tajam ke arah Leviathan tanpa henti, Archie di belakangnya hanya bisa berdiri menjaga jarak sesuai perintah. Leviathan bertanya, “Apa kau kemari untuk membunuhku juga?”

“Entahlah ... mungkin saja,” sahut Iustella.

“TUNGGU DULU!!!” Archie tiba-tiba memotong pembicaraan Iustella. Dia memanggil Neila untuk keluar, “Hei, kemarilah.”

Neila yang penuh rasa takut berjalan pelan mendekati Archie. Dia bertanya ada urusan apa sampai harus memanggilnya ke sana.

“Kau ini ahli medis, ‘kan?” tanya Archie. Neila mengangguk lalu Archie melanjutkan, “Tolong kau obati mata monster itu. Bagaimana ... kau bisa, ‘kan?“

“APA?! Untuk apa?”

RE : IUSTELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang