Archie memacu kudanya menuju sebuah pohon besar untuk bersembunyi setelah jarak mereka terpaut jauh dengan gerombolan berkuda misterius.
Rachel yang diselimuti rasa takut bertanya, “Kenapa kita berhenti?”
“Akan kutangani mereka sementara kau ... bersembunyilah di sini,” ujar Archie kemudian berjalan ke tempat terbuka.
“Kau kalah jumlah, Archie!”
“Ya, aku tau itu. Tapi untuk memancing seekor anjing, kau membutuhkan tulang.”
Archie tidak mau ketika melawan Leonidas mendapat gangguan, jadi dia harus mengalahkan satu per satu lawannya agar tidak kewalahan—mengingat dia kalah jumlah dan tidak memiliki pasukan.
SUING!!!
Dia mengeluarkan pedangnya yang tajam di kedua sisi dan menggenggamnya erat, berdiri tegak menunggu kedatangan mereka. “Iustella, bantu aku sekali lagi.”
Sebuah bendera putih dikibarkan dari jarak lima puluh meter oleh salah seorang dari gerombolan berkuda misterius itu. Archie mengenali satu sosok wajah berada di tengah-tengah mereka. Lupo? batinnya.
Pria yang dekat dengan Archie, yang mengajarinya cara bertarung dan menggunakan senjata itu datang untuk membantunya melawan Leonidas. Dia sebelumnya telah mengumpulkan orang-orang yang bersedia pergi membantu Archie lalu pergi menggunakan kuda-kuda milik para penjaga de Venditores untuk menyusul Archie.
“K-kenapa kau mengikutiku?” tanya Archie.
Lupo turun dari kuda, berjalan lurus ke arah Archie lalu berkata, “Freya berulang kali memintaku untuk pergi membantumu. Aku kasihan padanya yang selalu menangisimu, jadi aku mengumpulkan orang-orang ini lalu pergi menyusulmu.”
Terlihat jelas senyum kecil menghiasi wajah Archie. “Dia selalu saja begitu. Padahal aku tak pernah sekali pun memanggilnya Ibu, tapi dia selalu memperlakukanku seperti anaknya sendiri,” ujarnya bahagia.
Lupo ikut tersenyum lalu mendaratkan tangannya di kepala Archie dan mengelusnya pelan, kemudian berkata, “Dia mencintaimu sama seperti dia mencintai Carlos.”
Tak berselang lama, lengkungan senyumnya hilang dan berganti tatapan serius. Archie menancapkan pedangnya. “Berapa jumlah kalian, Lupo?” lanjutnya.
“Jumlah kita sekarang empat puluh orang, termasuk dirimu.”
“Apa mereka petarung handal?” tanya Archie.
“Tentu saja. Sepuluh orang di antara mereka adalah archer, jadi tiga puluh orang termasuk kita akan menyerang dan mereka membantu dari sisi belakang,” balas Lupo.
Archie berpikir sejenak. Dia pernah mengamati pasukan Leonidas ketika menantang mereka di altar. Jumlah mereka tiga kali lebih banyak, dan kemungkinan memiliki sepertiga atau seperempat pemanah dari keseluruhan pasukannya.
“Tidak!” cegah Archie. “Para pemanah kita tak boleh berada di barisan belakang.”
Lupo mengangkat kedua alisnya kebingungan. Dia tidak mengerti maksud ucapan Archie yang melarang para archer berada di garis belakang pertahanan. “Apa maksudmu, Archie?”
“Tolong kumpulkan mereka,” pinta Archie.
Lupo segera memberi aba-aba dan meminta para archer berkumpul. Atensi Archie tertuju pada salah seorang dari mereka. “Siapa gadis itu?” Archie menunjuk ke arah seorang gadis berpakaian cokelat berambut pirang dan bermata kuning tajam.
“Namanya Annabeth,” balas Lupo singkat.
Sangat jarang dijumpai seorang perempuan mampu menggunakan busur panah. Annabeth sadar dirinya sedang diperhatikan Archie, kemudian balas menatap. “Ada apa?”
Archie tidak membalas ucapan Annabeth, hanya melayangkan senyum kecil untuknya kemudian berkata, “Aku punya rencana!”
Atensi Lupo dan sepuluh orang dihadapannya tertuju pada Archie. “Sebelumnya aku katakan pada kalian bahwa kita kalah jumlah! Melawan pasukan Leonidas hanya berdasarkan amarah dan tekad tidak akan membuahkan kemenangan. Jumlah pasukan mereka sangat banyak, dan strategi untuk mengalahkan kuantitas mereka adalah kualitas kita!” serunya. “Tiga puluh orang akan maju bertarung di garis depan melawan pasukan yang jumlahnya tiga kali lipat lebih banyak, itu sama saja bunuh diri jika dipikir secara logika. Tapi ... jika kualitas pasukan kita sedikit lebih baik dari mereka, kita bisa menang!” sambungnya.
“Dan para archer, aku ingin kalian menyebar untuk mengincar pasukan pemanah lawan terlebih dahulu. Dengan begitu bisa meminimalisir jumlah korban jatuh di pihak kita.” Archie benar-benar berbicara seperti seorang pemimpin yang cerdas. Orang-orang di sana kagum padanya dan mendengarkan setiap ucapannya dengan seksama. Dan yang paling terpukau dengan jiwa kepemimpinannya adalah Lupo. Dia tidak bisa berhenti tersenyum melihat Archie berpidato menyusun strategi.
“Jika rencana ini berhasil, aliansi Leonidas memiliki banyak titik buta. Kalian bisa memanfaatkannya dan menyerang mereka dari atas kuda. Usahakan jaga jarak kalian dari para penyerang,” ujar Archie. “Dan untuk pasukan penyerang, kualitas yang kalian butuhkan adalah pertahanan diri yang baik. Pola penyerangan sporadis hanya akan merugikan diri dan membuat kalian gugur. Akan kubentuk sepuluh kelompok yang diisi tiga orang per kelompoknya. Kita akan menyerang dengan posisi saling menutupi titik buta, dan pastikan untuk selalu berdampingan! Satu kesalahan kecil saja bisa membunuh tiga orang sekaligus.”
Rencana matang telah tersusun dan Archie siap membalaskan dendamnya.
* * *
“Seperti biasa, kau akan menginap, ‘kan?” tanya Odipus, pemilik sekaligus pendiri Ibi Arma. Dia sedang mengobrol dengan Leonidas di ruangan pribadinya.
“Ya, aku merindukan lekukan tubuh serta ciuman mesra Renatta. Kau tau, dia sangat pandai saat bermain di atas tubuhku dan senyumannya sungguh membuatku ingin berlama-lama bercinta dengannya di atas ranjang,” sahut Leonidas menceritakan kesenangannya bersenggama dengan Renatta, pelacur favoritnya di Ibi Arma. Dia mengambil aksesoris kecil di meja dan memainkannya di sela-sela jarinya kemudian berkata, “Bagaimana kabar Diana? Apa dia benar-benar keluar? Padahal dia sama cantiknya dengan Renatta, aku ingin sekali bermain dengan mereka berdua sekaligus. Ahhhh.”
Odipus risih melihat Leonidas menyetuh barang-barang miliknya. “Tolong letakkan kembali barangku ke tempatnya. Aku benci jika ada orang yang menyentuh atau merusak properti pribadiku tanpa izin.”
“Kalau begitu segera antarkan Renatta ke kamarku, aku akan siap-siap.” Leonidas bangkit, meletakkan kembali aksesoris yang dimainkannya ke tempat semula kemudian pergi meninggalkan ruangan.
Malam hari tiba. Leonidas tengah asyik bersetubuh dengan Renatta dengan liarnya hingga suara desahan Renatta terdengar ke berbagai penjuru. Para prajuritnya sedang melakukan patroli malam, beberapa dari mereka membuat api unggun dan membakar daging bersama.
“Hei, dengarkan itu. Bos sangat ganas sampai-sampai Renatta meraung seperti itu,” ujar seseorang yang tengah menyantap daging.
“Sssttt, diamlah! Kau tak ingin mati konyol seperti Braud yang menghina bos karena payah dalam bercinta, ‘kan?” tegur teman di sebelahnya setelah menenggak segelas bir.
Dalam keheningan malam yang diisi suara desahan Renatta sepanjang malam ditemani panas api unggun dan hangatnya obrolan mereka, pasukan Archie telah sampai tidak jauh dari Ibi Arma dan tengah memantau aktivitas mereka. Archie mendekat seorang diri menaiki kudanya untuk menghitung jumlah pasukan yang dapat ia lihat. Setelah pengamatannya selesai, dia kembali ke barisan dan meminta para archer untuk bergerak terlebih dahulu memutari kawasan Ibi Arma.
Para pemanah tersebut pergi ke dua arah berlawanan dan membagi kelompok menjadi dua. Mereka bersiap-siap dari sisi Timur dan Barat, tepat di titik buta archer aliansi Leonidas.
Setelah cukup lama menunggu para archer bersiap di posisinya, Archie dan Lupo bersama dua puluh delapan orang lainnya segera memacu kuda mereka ke Ibi Arma. Salah seorang dari mereka membunyikan terompet untuk menarik perhatian lawan. Para prajurit lawan yang terkejut mendengar bunyi bising tersebut langsung menarik senjata dan bersiaga. Mereka tidak bisa melihat dengan jelas dari mana arah datangnya suara tersebut karena menggema ke berbagai penjuru dan kondisi malam yang gelap karena sinar Bulan tertutupi oleh awan.
“Buat barisan!” perintah salah seorang dari aliansi. Pasukan Leonidas cekatan dalam membuat barikade hingga membentang menutup akses masuk ke Ibi Arma. “Para pemanah, siapkan busur kalian!” sambungnya.
Aba-aba lantangnya membuat Leonidas terusik dan menghentikan waktu bercintanya lalu menengok ke luar jendela. “BERISIK SEKALI KAU!!!” bentaknya.
“Bos, Anda jangan keluar! Tetaplah di dalam, ada yang menyerang kita,” pinta prajuritnya tersebut. Leonidas tanpa pikir panjang kembali dan melanjutkan aktivitasnya meskipun Renatta mulai diselimuti rasa khawatir.
Annabeth dari sisi Barat telah bergerak dan memberi isyarat siulan pada rekan-rekannya di sisi Timur. Mereka bergerak maju untuk segera melumpuhkan archer lawan terlebih dahulu. Sementara itu jarak Archie semakin dekat dengan barikade lawan yang telah dibuat, dia kemudian melompat dari kudanya diikuti oleh Lupo dan yang lain. Kuda mereka berlari lurus ke depan ke arah barikade dengan tujuan untuk mengecoh perhatian pasukan lawan, kemudian Archie dan yang lain muncul dari kegelapan dan langsung menghantam mereka.
Serangan tersebut berhasil dan menembus barikade lawan. Archie segera memberi aba-aba untuk membagi kelompok sesuai rencana dan berpencar, sementara itu formasi pertahanan pasukan Leonidas berantakan. Archie bersama Lupo dan seorang lainnya menyerang dan saling melindungi titik buta masing-masing. Saat para pemanah lawan membidik sasaran mereka dan siap melepaskan busur, puluhan busur misterius datang dan menusuk kepala dan bagian tubuh mereka, membuat mereka gugur satu per satu dan merusak barisan belakang sekaligus paling vital.
Banyak korban jatuh di kubu Leonidas. Suara mereka tentu mengganggu ketentraman Leonidas dan membuatnya terpaksa menyudahi waktu bersenggamanya. Samar-samar telinganya mendengar seorang prajurit berteriak memanggilnya. “Bos! Dia kembali! Bocah yang menghinamu di depan umum kembali!” Mendengar hal tersebut, adrenalin Leonidas meningkat dan bergegas mengenakan baju.
Pertarungan di depan Ibi Arma tentu sangat jelas didengar oleh semua orang di sekitar sana, termasuk Odipus. Dia melihat semua kejadian itu dari balik jendela ruangannya. Dia sama sekali tidak peduli dengan pertarungan di luar sana, asalkan kegaduhan tersebut tidak merusak properti miliknya.
BRUAK!!!
Leonidas membanting pintu hingga membuatnya terlepas dari engsel dan berteriak, “ARCHIE!!! Berani sekali kau datang kemari dan mengganggu waktu istirahatku!” Dia berjalan menuruni tangga kecil dan segera mendapat pengawalan ketat pasukannya. “Pergi kalian! Aku tak butuh perlindungan! Kalahkan mereka atau kalian akan kubunuh dengan tanganku sendiri!”
Leonidas membawa gada tajam miliknya dan mengincar Archie. Mengetahui hal tersebut, Archie segera berlari menjauhi kelompoknya. Mereka bertarung sangat sengit. Hantaman gada Leonidas yang sangat keras berulang kali membuat Archie terpental meskipun dia berhasil menangkisnya.
“Iustella, bantu aku!” seru Archie. Iustella tidak merespon apa pun, dan itu membuat Archie kebingungan sembari masih menghindar dan menangkis serangan Leonidas. “Iustella?” panggilnya sekali lagi.
“Tidak bisa, Archie. Kau harus melawannya dengan kekuatanmu sendiri. Jika aku membantumu, justru dia akan mendapatkan mana dan itu sangat beresiko,” sahut Iustella dalam wujud pedangnya. “Kalahkan dia dengan kualitas bertarungmu sendiri. Lagipula kau ingin membalaskan dendam, ‘kan?”
Archie menerima tendangan kuat dari Leonidas hingga membuatnya terjungkal ke belakang dan pedangnya terlepas dari genggaman. Dia segera bangkit dan meregangkan jarinya, pedangnya terbang kembali ke dalam genggamannya. Archie mengambil nafas dalam lalu menghembuskannya pelan. “Ya, kau benar. Akan kuselesaikan ini dengan kekuatanku sendiri.”
Ia menancapkan pedangnya sebagai tumpuan berdiri dan membersihkan debu pada mantelnya. Dirinya dan Leonidas saling menatap untuk sejenak beristirahat. Keheningan beberapa detik tersebut sirna oleh teriakan Odipus yang geram karena Leonidas telah merusak pintunya. “Aku sangat benci pertikaian, tapi aku lebih benci jika orang bertikai hingga merusak barang-barang tak bersalah milikku!” Otot-otot wajah Odipus menonjol ketika ia marah. Dia kemudian memerintahkan para karyawannya untuk turun tangan menghajar Leonidas dan pasukannya.
Ya, Odipus ikut campur pertarungan tersebut. Bukan untuk membantu Archie, melainkan karena dirinya hanya kesal pada Leonidas. Lima orang anak buah Odipus keluar, masing-masing dari mereka memiliki senjata dan keahliannya sendiri. Ada yang menggunakan tombak, pedang dan perisai, dan ada pula yang menggunakan Fu Tao—jenis pedang kembar yang tajam dengan kait pada bagian genggaman serta ujung runcing di bagian bawahnya.
Kelima pekerja Odipus maju dan turut melawan aliansi Leonidas yang sedang bertarung dengan pasukan Archie. Dewi Fortuna berada di pihak Archie dan kemenangan mereka semakin terlihat jelas. Archie dan Leonidas bergerak bersamaan dan saling jual-beli serangan.
Dari segi kekuatan Archie kalah telak, karena gada ukurannya lebih besar dari pedang dan kekuatan yang dihasilkan lebih besar. Archie berkali-kali harus berguling untuk menghidari hantaman tajam gada milik Leonidas, hingga akhirnya Archie melakukan sedikit kesalahan pada pijakan yang membuat keseimbangannya goyah. Leonidas tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan langsung melayangkan gadanya dari atas dengan sangat kuat. Beruntung refleks Archie masih sempat menahan pukulan tersebut meskipun hampir kehabisan tenaga.
Keringat mengucur deras membasahi wajah Archie, nafasnya tersengal-sengal. “Ada apa, bocah? Kau sudah kelelahan, HA?!” Leonidas menggertak. Archie tidak membalasnya dan mencoba untuk mengatur nafasnya.
DREK!!! DREK!!!
Kedua lutut Leonidas ditendang dari belakang hingga membuatnya kehilangan keseimbangan. Momen tersebut dimanfaatkan Archie untuk melepaskan diri. Dia melihat seorang gadis membawa pedang Fu Tao berdiri membelakangi Leonidas. Gadis tersebut diam menatap Leonidas yang tidak mampu berdiri. Beberapa kali dia melirik ke arah Archie yang masih saja menatap kosong wajahnya.
“Hei, apa yang kau lihat, cabul?” tanya gadis itu risih. Penampilannya sangat sederhana dengan balutan pakaian kerja yang cukup ketat, membuat setiap lekukan tubuhnya terlihat begitu sempurna untuk dipandang.
Archie tersentak dan berbicara gagap. “A-a-ak ... ti-tidak, aku tidak lihat apa-apa.”
Ya. Alasan kenapa Archie berbicara gagap seperti itu, adalah karena dia menyukai gadis yang baru dijumpainya. Gadis bernama Katherina itu adalah cinta pertama Archie. Namun sekarang bukan saat yang tepat untuk larut dalam kesenangan melihat gadis cantik sepertinya, karena urusan Archie dengan Leonidas belum usai. Archie mendaratkan tendangan keras ke wajah Leonidas hingga membuatnya terkapar di tanah. Dia belum mati, hanya saja tendangan Archie barusan membuatnya benar-benar tidak berkutik dan merintih kesakitan.
“Kau menghancurkan desa yang salah, dan sekarang ... kau akan menemui ajalmu,” ujar Archie yang hendak mengeksekusinya.
“TUNGGU!!!” Odipus mencegah Archie dan berlari kecil ke arah mereka. “Katherina,” panggilnya memberi isyarat untuk meminjamkan senjatanya pada Odipus. Dia berjalan mendekati Leonidas yang sekarat terbujur di tanah. “Bukankah aku mengatakan hal ini padamu sebelumnya? Aku benci pertikaian. Tapi aku lebih benci orang yang bertikai hingga merusak barang-barang milikku.” Odipus menengok ke arah Archie dan mengarahkan sebilah pedangnya ke arah Archie. “Hei, Nak. Siapa namamu?”
“Archie ... Archie Affordia,” sahutnya memperkenalkan diri singkat.
“Baiklah, Archie ... aku ucapkan terima kasih.”
SLASH!!! CROT!!!
Nafas Odipus tersengal setelah memenggal kepala Leonidas. Dia berjalan ke arah Katherina dan mengembalikan senjatanya yang berlumuran darah lalu berkata, “Kita bereskan kekacauan ini esok hari.”
Dia berdiri di ambang pintu lalu berbalik sebelum berkata, “Kau dan orang-orangmu boleh menginap di sini. Anggap saja sebagai bentuk ucapan terima kasihku karena aku bisa meluapkan emosiku pada bajingan tadi.”
* * *
Archie, Lupo, Annabeth, dan Rachel—yang selama pertarungan berlangsung sedang bersembunyi atas perintah Archie—berkumpul di satu meja makan bersama Odipus selaku tuan rumah dan mereka dijamu dengan baik.
Odipus menceritakan awal kiprahnya bisa mendirikan Ibi Arma, dan mereka saling bertukar cerita. Sementara Archie berterima kasih setelah selesai makan dan meninggalkan meja lalu keluar untuk menghirup udara malam yang dingin. Sebelumnya Archie melepaskan mantel dan senjatanya. Dia berdiri mendongak ke atas menatap langit malam yang masih saja sibuk menutupi sinar rembulan.
“Malam yang dingin ‘kan, pria cabul?”
Archie terkejut dan spontan membalikkan badan. Tidak ada siapa-siapa!
“Hei, di atas sini!” Rupanya Katherina tengah duduk di atap dan menikmati kesunyian malam. Archie menarik nafas sebelum memperkenalkan dirinya, “Namaku Archie, Archie Affordia.”
Katherina melirik ke arahnya. “Ha? Aku tidak bertanya siapa namamu,” sahutnya acuh.
GLEP!!! Archie membatu, dia salah tingkah. Katherina menatap kosong Archie yang bertingkah aneh. “Aku sudah tau namamu.” Tingkah anehnya berhenti dan Katherina melanjutkan, “Impianku adalah bisa mengembara, sama sepertimu sekarang. Tapi orang tuaku tidak mengizinkanku pergi. Mereka bilang, aku ini seorang wanita yang harusnya menikah dan tinggal di rumah mengurus suami dan anak.”
“Jadi, kau sudah menikah?” tanya Archie.
Katherina mengerutkan dahi kesal. “HA?! Tentu saja aku belum menikah. Aku tidak sudi menikah dini meskipun suamiku orang kaya sekali pun,” gerutunya.
“Syukurlah,” gumam Archie sedikit tersenyum. Dia sekali-kali curi pandang memperhatikan kecantikan gadis itu. Mungkin terkesan terburu-buru jika Archie langsung mengutarakan perasaannya pada Katherina. Dia harus menunggu saat yang tepat, itu pun jika mereka bisa bertemu kembali. Lalu terbesit pertanyaan dalam benaknya. Tanpa pikir panjang Archie langsung bertanya, “Bagaimana kau bisa menggunakan pedang dengan baik?”
“Ayahku yang mengajarinya. Dia selalu mengatakan padaku bahwa perempuan wajib membela dirinya sendiri dan pantang meminta bantuan orang lain,” jawabnya. Katherina mendongak menatap langit. “Dia sepertimu, dulunya Ayahku seorang pengembara. Dia mampu menggunakan sihir sampai suatu ketika dia mengatakan kalau ada sesuatu yang menarik kekuatan sihirnya secara paksa.”
Archie mengetahui alasan kejadian tersebut, tapi dia memilih bungkam dan mendengarkan kembali cerita Katherina. “Dia bercerita padaku bahwa banyak orang yang mati mendadak akibat kejadian itu, tapi ayahku selamat setelah pingsan selama seminggu.”
“Ayahmu selamat?” Raut wajah Archie berubah, terkejut mendengar bahwa Ayah Katherina berhasil selamat. Archie pernah mendengar kisah hilangnya mana secara misterius dari Lupo yang mengatakan bahwa Ayahnya tewas seketika setelah berteriak histeris tanpa sebab. Padahal Ayahnya tidak memiliki riwayat penyakit apa pun.
Katherina melompat turun. “Aku akan pergi bersamamu,” katanya seraya menunjuk Archie. Lagi-lagi, ucapannya membuat Archie terkejut dan bahkan kali ini dia melongo, mulutnya sedikit menganga. “Iya ... aku ikut mengembara bersamamu,” sambungnya meyakinkan Archie.
“Kenapa tiba-tiba? La-lalu bagaimana dengan pekerjaanmu di sini?”
Dengan santai dia menjawab, “Aku bosan terus menerus bekerja di tempat ini, lagipula Tuan Odi tidak memaksa karyawannya untuk tetap bekerja jika mereka merasa tidak nyaman di sini. Sekarang saatnya aku mewujudkan impianku berkeliling dunia, dan aku akan mengikutimu ke mana pun kau pergi.”
Archie membeku menatap gadis yang ia sukai. Dia bertanya, “Kau yakin?”
Katherina mengangguk dan berlalu masuk ke dalam meninggalkan Archie begitu saja.
* * *
“Hei, Nak,” panggil Odipus. Archie menghentikan langkahnya menuju kamar, dia berbalik. “Kemarilah, aku ingin mengobrol denganmu sebentar.”
Archie yang tidak terlalu mengantuk pun menuruti panggilan Odipus dan berbincang dengannya di meja makan. Waktu sudah dini hari, suara-suara cicitan serangga dan hewan nokturnal lain telah menghiasi kesunyian malam.
“Aku dengar kabar dari sahabatku tentang keberadaan seekor monster di sebuah gua,” ujar Odipus duduk berseberangan dengan Archie.
“Monster?”
“Ya. Sahabatku bilang monster itu seringkali meraung, suaranya terdengar hingga ke luar gua.”
“Lalu kenapa kau menceritakannya padaku?” tanya Archie heran.
“Kau ini seorang pengembara, ‘kan?” Archie hanya mengangguk membalas pertanyaan yang diajukan Odipus, kemudian dia melanjutkan, “Bukankah pengembara sering menerima tawaran pekerjaan seperti menangkap seseorang atau mencarikan sebuah barang?”
“Ya. Memangnya kenapa?”
“Aku punya pekerjaan untukmu,” tawar Odipus, “Bagaimana?”
“Kau ingin aku menangkap monster itu?” tebak Archie.
“Bukan, bukan begitu. Aku ingin kau pergi menemui kelompok Baltimore, mereka bukan aliansi tapi hanya sekumpulan orang yang gila harta. Temanku kebetulan anggota Baltimore, jadi kau pergilah ke tempatnya dan berikan suratku padanya.”
“Hanya itu?” Archie memastikan.
“Instruksi selanjutnya terserah pada Kilgor sahabatku itu,” sahut Odipus, “Kau akan kuberi satu juta query jika berhasil.”
Archie mengernyit. “Jika imbalannya sebesar itu, tugasnya pasti sulit.”
“Kau menyadarinya, ya? Aku menawarkannya padamu karena kulihat kau ini sungguh pemberani, Nak.”
Archie diam dan berpikir sejenak, lalu bangkit dan melangkah pergi ke kamar sebelum mengatakan, “Baiklah, aku terima. Tapi aku tak bisa berjanji akan menyelesaikannya.”
Setelah beristirahat sejenak, Matahari menampakkan sinarnya dari Timur. Archie siap melanjutkan perjalanannya. Dia berpamitan pada Lupo dan yang lain, kemudian Lupo dan teman-temannya pergi duluan untuk kembali ke desa mereka masing-masing.
Archie bersama Rachel sudah naik ke atas kuda. Lalu dari belakang rumah datang Katherina dengan kudanya, Odipus melihatnya dan terkejut. “K-kau ikut dengannya, Kat?”
“Ya, aku mengucapkan terima kasih karena selama ini kau selalu baik padaku. Sekarang aku ingin mewujudkan impianku untuk berpetualang,” sahut Katherina.
Odipus tersenyum padanya. “Yahh, lagipula aku tak bisa memaksamu untuk tinggal.”
Selain Katherina, secara mengejutkan Annabeth si archer juga tinggal dan berniat mengikuti Archie untuk mengembara. “Kau? Annabeth si gadis pemanah?” kata Archie. Annabeth tidak menggubris ucapan Archie dan memilih acuh, dia hanya menatap ke arahnya sampai Archie memalingkan pandangannya.
Perjalanan Archie kini ditemani dua kawan baru dan mereka menuju ke Grimora tempat Kilgour bersama kelompok Baltimore berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
RE : IUSTELLA
FantasySeribu tahun setelah seluruh benua berada di bawah bendera yang sama, sihir kembali lenyap dari udara. Semua orang spiritual kehilangan kekuatan mereka, menyebabkan kekacauan di setiap tatanan masyarakat yang ada. Para raja tak lagi diberkahi para D...