Chapter 3

143 19 8
                                    

Memaafkan itu harus,
Namun untuk percaya lagi? itu pilihan -Disa putri arabelle
_____________________________

Di pagi yang cerah, disa sudah bersiap-siap untuk berangkat kesekolah.
Dengan rambut hitam panjang bergelombang yang tergerai, hanya perlu menggunakan sedikit liptint agar bibirnya tidak terlihat pucat, dengan bulu mata yang sangat lentik, dan memakai seragam sekolah yang terlihat sangat rapih, menggunakan ransel berwarna biru bermotif paris, lalu turun kebawah untuk memakai sneakers nya. Setelah sudah siap, disa berlari keluar rumah karena sudah ada gladis yang menunggu nya untuk berangkat sekolah bersama.

Gladis yang melihat disa berlari-lari dari dalam rumah dan keluar untuk menghampiri nya, hanya tertawa kecil dan sangat gemas melihat teman nya yang satu ini. Bagaimana tidak? disa gadis yang sangat cantik, mempunyai postur tubuh yang tidak terlalu tinggi atau bisa di bilang kecil, dan itu membuatnya terlihat seperti anak kecil yang menggemaskan.

"Aduh gladis. Maaf aku lama," ujar disa.

"Gapapa santai aja, yaudah yuk berangkat sekarang." ujar gladis dan dijawab anggukan oleh disa.

Dan tidak memerlukan waktu yang lama, karena rumah disa dekat dengan sekolah, mereka pun sudah sampai di sekolah nya.

"Hai disa, hai gladis," sapa dela.

"Haura ngga sekolah?" tanya disa.

"Ngga. Katanya males," jawab dela jujur.

"Bener bener tu anak, masih sempet-sempet nya kaya gini males," ujar gladis sambil menggelengkan kepala nya.

Sebenarnya, mereka memang sudah tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar. Namun, mereka tetap datang karena jam 15:00 akan diadakan kegiatan ekskul Pramuka wajib untuk adik kelas mereka.

Disa, dela, gladis, dan haura mengikuti ekstrakurikuler Pramuka di sekolah nya. Maka dari itu mereka datang untuk membantu mengajar adik kelas mereka, sebelum jam ekskul mulai biasanya mereka dan angkatan nya suka sekali berkumpul di perpustakaan. Tetapi tidak membaca buku, melainkan menghabiskan waktu bersama hanya untuk bercanda dengan angkatan nya dan membicarakan hal penting sampai yang tidak penting sama sekali.

"Sumpah. Gak kerasa ya sebentar lagi kita pisah," ujar dela.

"Iya ih. Jadi kangen banget masa-masa kemah, lomba, latihan," ujar ana.

"Nanti pasti susah deh buat kumpul lagi kaya gini," sahut alexa.

"Udah-udah, jadi sedih-sedihan mulu lo pada. Mending kita jajan, yuk ah laper nih gue," ujar ria.

"Emang yang ada di otak lo itu cuma makan doang kerjaannya. Gimana ga gendut tu badan, cita-cita mau kurus tapi hobi makan mulu. Siapa tuh?" Sindir ana.

"Iya gue iya. Lagian ya na, gua tu udah coba diet ala-ala IU gitu. Dan lo tau na? gua tetep ga bisa anjir. Kadang gue suka mikir, kapan ya gue punya kulit mulus, bersih, bening kaya ubin masjid, badan tinggi, langsing kaya galah tetangga," ucap ria dengan ekspresi sedih.

"Ya ampun ria, kamu ngomong apa sih? Denger ya, kamu itu cantik loh kalo kamu tetep jadi diri kamu sendiri. Emang ga cape insecure terus? Insecure terus juga bisa buat kamu jadi jauh dari kata bersyukur loh ri," ucap disa.

"Iya dis bener, ya abisnya kadang gue suka down aja kalo ada orang yang suka ngomentarin hidup gue," ujar ria.

"Lakuin aja, apapun yang bisa bikin hidup kamu itu seneng. Gausah dengerin kata-kata orang yang suka ngomentarin hidup kamu," ucap disa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang