Keinginanku

18 6 6
                                    

Plak!

Tamparan itu terasa lebih keras dari beberapa tamparan sebelumnya.

"Ulangi lagi kata kata mu!"

Sosok wanita yang biasa kusebut mama itu mencengkeram bahuku erat.

"Saya rasa, lebih baik saya mati daripada mendapat lara dari sosok yang seharusnya saya sayang," ucapku lantang, mengulang kata yang tadi sempat kuucapkan.

"Kamu ini..!"

Sepertinya ayah sudah kehabisan kata-kata untuk menanggapiku, sehingga dia langsung mendaratkan tamparan di pipiku lagi tanpa banyak bicara.

Aku terhuyung dan terjatuh.

Pusing.

Ada cairan yang masuk ke dalam mulut ku.

Asin.

Apa ini... darah?

Oh.. aku mimisan.

"Apa maumu bodoh?!" tanya mama sembari menendang tubuhku keras.

Aku tersenyum sinis, sembari menahan perih di ujung bibirku.

"Mati! Saya ingin mati jika anda mampu memberinya!"

Aku meneriakkannya..

Rasa lega membuncah dalam dada tatkala aku berhasil mengungkapkannya. Dan aku benar-benar berharap mereka bermurah hati mengabulkannya.

Ayah diam sebentar, lalu berbalik pergi diikuti mama. Saat ini aku benar-benar sangat ingin tahu apa yang mereka pikirkan aku, anak semata wayang mereka.

Aku mencoba berjalan kearah kasur meski dengan terseok-seok. Lalu membanting tubuhku yang lemah ini ke atasnya.

Aku diam mencoba menikmati rasa sakit di hati ini..

Menyengat, panas, perih,dan...

Menyenangkan.

Ya, aku merasa sangat menyukai rasa sakit ini..



























~Bersambung.

Pernah SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang