"Ya elah ... Ada ngga sih, kegiatan lain kalian selain ngehadang orang terus mintain jatah uang jajan? Udah habis. Ngga ada lagi, ngga ada ngga ada."
"(?!)
Saat aku mengatakan itu, wajah-wajah mulai terlihat memerah, ujung-ujung kepala mulai tampak mengepulkan uap bak mendidih. Dan di saat reaksi orang-orang itu memancarkan hawa panas, tubuhku malah diam-diam bergidik kedinginan.
Di keadaan yang mencekam itu semilir angin berhembus perlahan, sepoi-sepoi, tenang, melewati tengkuk leherku yang sedari tadi memang sudah dingin. Udara segar yang memasuki gedung terbengkalai dengan jendela terbuka (karena memang tidak ada jendelanya) itu seharusnya membuatku merasa nyaman tapi nyatanya kini tubuhku sedang menggigil, menggigil oleh hawa membunuh dari orang-orang yang berada di hadapanku.
Saat ini ketiga preman itu tampak kompak mengernyitkan kening menatap galak kearah ku. Aku yang dengan santainya mengibas-ngibaskan telapak tangan seolah sedang kepanasan (padahal sedang di guyur keringat dingin) mencoba untuk tetap tenang.
"Wah, ngomong-ngomong hari ini cerah sekali yah."
Tentu saja itu bukan sebuah ungkapan sok akrab. Aku memang sangat kenal dengan mereka, kenal sekali, tapi wajah-wajah garang itu adalah wajah orang-orang berengsek yang suka mem-bully-ku di sekolah: kaka-kaka kelas dua belas (3 SMA), teman satu sekolah. Tidak heran diluar sekolahpun mereka ingin mem-bully ku juga. Aku tahu itu, tapi tidak ada salahnya aku sedikit berbasa-basi, kalimatku yang barusan itu cuma sekedar cara untuk menenangkan diri.
Mereka tetap diam menatapku tajam. Dan itu membuatku kikuk.
"A-anu ... Seharusnya tadi pagi aja pas berangkat. Se-sekarang mah uangku udah abis. Sumpah dah! Lagian kayak kalian nggak punya orang tua aj__ eh anu, maksudku..."
Walaupun dengan tampang sok biasa-biasa saja, sok berani, sok iyes, tetap saja sebenernya kaki ku sedang gemetaran. Alhasil aku jadi tambah kikuk, dan malah salah ngomong pula. Diam-diam aku mulai menyempitkan selangkangan, memastikan untuk tidak ngompol saat itu juga.
"Bro bro ... Kalo kita cuma mau minta uang jajan mah kita ngga perlu repot-repot nyeret kamu ke tempat ini kali. Dan, menurut kamu nih yah, buat apa kita pada bawa-bawa benda kayak gini coba?"
Salah satu dari tiga berandal itu yang pertama kali membuka mulutnya adalah Noval. Sekarang ia mulai tampak santai, tersenyum sembari tangannya mengelus-elus sebilah tongkat baseball.
Memang selain karena alat-alat pemukul yang mereka bawa, berikut ekspresi dan gelagat psikopat yang amat jelas mereka tampilkan sejak aku sampai dihadapan mereka tadi, sudah jelas ada sesuatu yang tidak beres. Bukannya langsung saja menyatakan alasan kenapa mereka menghadang ku mereka malah tetap diam selain menyuruhku untuk mengikuti mereka.
Untuk ukuran seorang anak SMA berumur 17 tahunan sepertiku, yang pertumbuhan badannya terbilang lambat, mana mungkin tidak mau menurut jika sedang diancam oleh berandal-berandal bengis ini?Firasat buruk itu, rasa merinding, mulai merembet di sekujur tubuhku ketika aku mulai menyadari bahwa aku sedang di bawa ke tempat yang lebih sepi. Kami berjalan kearah salah satu bangunan terbengkalai diarea itu, area gedung apartemen yang tidak pernah terselesaikan pembangunannya.
Terlebih waktu mulai memasuki bangunan kosong tanpa pintu ini tubuhku didorong-dorong, disuruh cepat-cepat. Mereka terus menggiringku masuk kedalam. Lalu kami menaiki beberapa lantai tangga (aku rasa 6 lantai) hingga akhirnya sekarang sudah berada di tempat ini. Sebuah ruangan kosong yang dinding-dindingnya belum lengkap, belum selesai dibangun.
Saat ini wajah mereka sedikit lebih dingin, santai, dan aku rasa soal kalimatku yang barusan itu tidak terlalu mereka pikirkan.
"Buat ukuran cecunguk cebol kayak kamu berani juga kamu ngomong kayak gitu. Coba ucapin lagi! Apa tadi? Ngga punya orang tua?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RePlayGame : Mati Bolak-balik
Mystery / Thriller[Warning : kisah ini mengandung unsur kekerasan dan darah.] Tulisan ini memakai bahasa baku. Mungkin nanti kalian banyak nemuin kalimat-kalimat yang sulit di pahami, sulit di baca, sulit di cerna. Fix itu bukan salah kalian. Bukan otak kalian yang n...