Seminggu berlibur, rasanya enggan melakukan rutinitas pagi yang menjengkelkan bagi para murid, upacara peringatan bendera. Hari ini Senin, seluruh murid berbaris rapih di Lapangan. Terik matahari berada tepat diatas kepala membuat sebagian besar murid mengeluh. Berbeda denganku yang kebagian menjaga UKS.
Menjaga ruangan dan mengurus murid yang tiba-tiba pingsan itu hal paling gak asik. Membuat teh, mencari obat dan hal lain yang merepotkan, lebih baik upacara.
Aku amat sibuk pagi ini, banyak murid bertumbangan, entah belum sarapan atau lupa bagaimana caranya upacara dan menahan pingsan karena terlalu lama berlibur.
Saat upacara selesai, murid berhamburan menuju kelas masing-masing. Sementara aku masih sibuk dengan murid yang belum siuman dari pingsan.
Hingga bel jam pelajaran dimulai berbunyi, aku buru-buru pergi ke kelas, meninggalkan yang masih memulihkan tenaga. Aku bergantian jaga dengan Sinta anak kelas sepuluh. Hari senin diawali dengan tak mengenakkan, pelajaran matematika peminatan dan diajar oleh guru senior galak seantero sekolah, pak Dito namanya. Baginya, telat adalah telat. Jika telat sedikit tak boleh masuk kelas.
Saat memasuki kelas, ternyata guru belum datang. Murid kelasnya masih berhamburan, ada yang duduk diatas meja, bernyanyi di depan kelas, belum lagi dipojok gerombolan cowo sedang berkumpul entah apa yang dilihat, sementara para cewe sedang berkumpul menggosipkan apa saja, mulai dari pasangan yang baru jadian sampai kucing sekolah yang sedang hamil.
Aku berjalan menuju meja, menyapa teman-teman. Selly sedang duduk anteng di kursinya sambil membaca novel. Ia menyadari kedatanganku.
“Ren, lo harus lihat ini!” Ia menunjukkan sebuah kotak, masih dengan bentuk dan sampul coklat yang sama. Lagi-lagi tanpa pengirim.
“Siapa ya yang ngirim? Masa iya Deon?” Gumamku.
“Deon?” Selly bingung mendengarnya, aku tak pernah menceritakan ini sebelumnya.
“Dia orang spesial yang pernah bikin hati gue menjadi dua dan rapuh,” Selly diam.
“Dia si cowo berjaket maroon yang nemuin gue di tukang ketoprak pas kita di Jogja Sel,” Selly mengangguk, paham.
“Kotak itu darimana?”
“Pas dateng tadi tiba-tiba udah ada kotaknya di laci gue,”
“Laci lo? Coba deh kita buka aja,” Aku dan Selly membuka kotak itu, tak ada seorangpun teman-teman yang memperhatikan, mereka masih asik dengan dunia masing-masing.
“Genks, lo semua liat gak, ada yang naro kotak ke laci Selly?” Semua menoleh, menggeleng. Tak ada seorangpun yang melihat.
Kotak itu berisikan kalung liontin, yang jika dibuka dalamnya terdapat foto masa kecilku sedang asik makan es krim rasa vanilla tanpa baju, hanya memakai celana dan kaos kutang.Ada sebuah pesan singkat yang ditulis pada sticky note berwarna biru,
Sebagian manusia tak menyadari
Semakin ia dewasa, semakin ia lupa
Kenangan masa kecil, selalu jadi paling indah
Kenangan masa kecil, selalu jadi paling bahagia.
Masa iya, Deon yang mengirim ini? Untuk apa? Darimana ia menemukan foto ini? Batinku bertanya-tanya.Pikiranku rasanya terhenti, Bu Desi datang dengan tumpukan-tumpukan buku. Semua berhamburan ke meja masing-masing. Pelajaran memusingkan otak dimulai.
“Buka buku paket kalian halaman 120, kerjakan di kertas selembar dan kumpulkan!” Seru bu Desi yang baru saja duduk. Ia memang guru yang selalu suka memberi bertumpuk-tumpuk tugas.
Semua berseru “yah,”
Aku tak terlalu fokus mengerjakan tugas, hingga bel istirahat berbunyi aku baru mengerjakan beberapa nomor, masih memikirkan siapa pengirim kotak itu. Biasanya aku begitu semangat ketika bel berbunyi, aku paling dulu keluar, namun hari ini tidak. Tugas bu Desi harus dikumpulkan.
“Ren, yuk makan!” Selly menepuk pundakku, aku tersadar dari lamunan.
“Bentar, dua nomor lagi nih!”
Selly menyodorkan buku tulisnya, menyuruhku melihat jawabannya saja agar cepat kelar. Aku mengikuti, menulis tanpa peduli apa isinya. Aku bangkit, waktu istirahat sudah berjalan sepuluh menit.
Kantin adalah tujuan utama semua murid, termasuk aku. Antrian ditiap lapak penjual ramai, semua penjaga kewalahan. Aku memutuskan membeli bakso mang Ucup. Beberapa hari tanpa menikmati bakso Mang Ucup membuat rindu, belum lagi es cendol Mang Edan, dua hal yang selalu dinanti tiap bel istirahat.
“Mang, bakso satu biasa ya! disitu tuh mang saya,” pesanku sambil menunjukkan letak aku duduk. Mang Ucup mengangguk, mengacungkan jempol.
“Ditunggu neng,” lanjutnya.
Aku beralih ke kios Mang Edan, memesan dua gelas cendol. Selly sedang memesan Ayam geprek kesukaannya.
“Nih neng, dua gelas yang satu tanpa cendol ya,” dua gelas tersajikan depan mata. Jangan tanya siapa yang memesan es cendol tanpa cendol, jelas itu keinginan Selly.
“Gue mau minum es pake gula Rin,” alasan tiap kali ditanya, aku tau dia tak suka cendol.
Aku kembali ke meja membawa nampan berisi cendol. Kantin ramai sekali, ada yang makan sambil bermain gitar, belum lagi gosipan perempuan yang awalnya bisik jadi bising, pokoknya ramai.
Bangku-bangku semua terisi, mereka yang tak kebagian membawa makanannya ke kelas, mengembalikan piring dan gelas setelah istirahat kedua.
“Gue penasaran deh Ren, siapa pengirim kotak itu, masa iya si Deon?” Selly membuka pembicaraan sambil menyeruput es cendol tanpa cendol itu.
“Ya mana gue tau, lo penasaran apalagi gue sel,”
“Kalo emang mau ketemu, buat apa dia kirim foto Jogja, kirim puisi pula,” ucapan Selly membuatku berfikir, Deon baru mengenalku saat kelas tiga SMP. Dia gak mungkin dapat foto yang cuma disimpan sama ayah bunda. Dan satu hal yang gur tau, dia gak pandai bikin puisi.
Hpku berdering, terlintas nama bunda dilayar, sebuah pesan baru.
Bunda : Kareen, ada paket dikirim sama kurir tadi, buat kamu.
Me: Dari siapa bun?
Tak beberapa lama ada balasan masuk dari bunda.
Bunda:Mr.K,
Me:Jangan dibuka dulu ya bun
Bunda: Ok
Mr.K? Jadi bukan Deon pengirimnya. Dan selama ini, kurir yang mengirimkan paket, bukankah harus ada alamat pengirim jelas? Ini semakin janggal.
“Sel, bunda sms gue, ada paket lagi,”
“Lagi?” wajah Selly mengerut. Aku mengangguk.
“Aneh gak sih? Paket itu dikirim tanpa alamat jelas sedangkan paket itu dikirim sama kurir,”
“Bukannya, harus ada alamat jelas pengirim?” omongan Selly membuatku semakin penasaran.
Bel masuk berbunyi, aku dan Selly buru-buru menghabiskan makanan. Habis ini pelajaram ibu Rena. Guru killer kedua setelah bu Desi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kareenina [On Hold]
Teen FictionKareenina, gadis SMA yang mengikuti olimpiade sains rujukan dari sekolahnya, banyak hal hal menyenangkan yang terjadi saat itu. Dan suatu ketika, ada sebuah kotak yang dikirimkan tanpa nama. Kotak itu mengubah hidup Kareenina.