1|kejutan

17 3 1
                                    

Sebuah paket tergeletak di atas rak buku, tanpa alamat dan nama jelas pengirim.

"Bun, ini paket siapa? bunda habis belanja, kah?" Bunda menggeleng.


"Gak tau, tadi pagi ini paket tergeletak di halaman samping. Padahal semalam, ayah pulang jam 12 gak ada loh ka..." aku heran. Baru saja ingin menyentuh kotak itu, bunda menyuruhku bergegas berangkat, sudah siang.

"Hayo cepetan, nanti telat. Kamu bawa motor aja, ayah capek. Masih istirahat tuh," Aku mengangguk, memanasi motor dan tancap gas. Kessie sudah bangun, ia melambai tangan dari lantai dua.


Satu hal yang kuingat, sekarang adalah hari ketakutan masal bagi murid-murid SMA Adiwijaya.


Pembagian rapor semester ganjil sebentar lagi dimulai, sekarang pukul 09:15 WIB, masih ada waktu 15 menit lagi untuk bersiap. Bu Livia memanggilku ke ruang guru.
Sepanjang perjalanan menuju ruang guru, banyak murid yang berdatangan bersama ibunya. Dengan wajah penuh was-was ketakutan.


Aku mengetuk pintu ruangan, menyapa guru-guru yang ada lalu menuju meja bu Livia.


"Kareen, kamu coba data ya siapa yang belum bayar kas, nanti berikan datanya ke saya, biar saya tagih ke wali murid pas ambil rapor," aku mengangguk, bu Livia menyerahkan buku kas. Aku pamit pergi, bergegas mendata siapa yang belum membayar kas.


Waktu terus berlalu, wali murid semakin ramai berdatangan.


"Kareennnn, lo keren banget!" Selly berteriak dari ujung lorong dengan nafas teengah-engah. Aku tersentak melihatnya datang dengan keadaan seperti itu.


"Nama lo ada di daftar nama anak-anak yang lolos lanjut OSN se-DKI ya, Ren! Selamat, ya! gak nyangka temen gue yang pinter ini makin pinter aja," Serunya lagi masih dengan nada yang sama. Aku terdiam tak menanggapinya, Masih sibuk menghitung uang kas. Wali murid yang sudah datang ikut senang mendengarnya, turut mengucapkan selamat.


Pembagian rapor dimulai, aku sudah selesai dengan tugas yang telah diberikan. Bu Livia datang mengambilnya. Bunda datang membawa Kessie, adik perempuanku. Saat giliran namaku dipanggil, bunda menyuruhku menjaga Kessie. Umur kessie masih empat tahun, ia begitu aktif dan mudah bergaul dengan temannya.


"Kakak, aku mau itu!" Kessie berseru-seru menunjuk. Aku menoleh ke arah tuju jarinya, sebuah permen kaki. Bunda selalu melarang Kessie makan permen, nanti giginya bolong.


"Ih... Gak boleh tau, yuk kita jajan yang lain aja," Aku mencoba menghibur Kesie agar tidak merengek meminta permen itu, mencoba menawarkan makanan lain untuk mengalihkan dari dirinya


Tiba-tiba bunda memanggilku, "Kareen sini, bu Livia mau ngomong tuh!" Aku berlari, meninggalkan Kessie berdua dengan Selly. Kessie melambai-lambaikan tangan, Selly tertawa melihatnya. Ia mengajak Kessie ke taman, melihat ikan.


"Kareenina selamat ya atas usahamu untuk mengharumkan nama sekolah kita. Ibu turut senang dan bangga, tingkatkan prestasi jangan menyerah!" Omongan bu Livia terpotong, ia mengeluarkan sesuatu dari laci meja.


"Ini hadiah dari ibu, walaupun kamu terseleksi baru tingkat kota, setidaknya sekolah ini menjadi lebih dikenal. Semoga kamu semakin meningkatkan prestasi, selamat berlibur satu minggu," Bu Livia menyerahkan benda terlapisi kertas kado itu. Aku menerimanya dengan sumringah.


"Bunda juga bangga sama kamu," Bunda mengelus rambutku lalu mencium kedua pipiku, aku tersipu malu.


"Jangan lupa, selama liburan tetap belajar ya!" bu Livia mengingatkan. Ia paham betul tiap murid tak akan membuka buku selama liburan berlangsung. Bunda pamit pulang, aku memanggil Kessie, ia berlarian ke arahku, memeluk erat-erat. Bunda mengambil Kessie dari pelukanku.

Kareenina [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang