Bab 3

394 68 161
                                    

Matcha menoleh ke kaca kelas sepanjang jalan saat Green berusaha menariknya untuk cepat kumpul ke sekretariat Aksara Sastra, katanya dia harus segera datang karena rapat rutinan akan segera dimulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matcha menoleh ke kaca kelas sepanjang jalan saat Green berusaha menariknya untuk cepat kumpul ke sekretariat Aksara Sastra, katanya dia harus segera datang karena rapat rutinan akan segera dimulai. Lantas dia melihat tulisan besar SMA Bakti Raya di depan taman, sisi jalan kecil yang kini dia pijak bersama Green, menambah spekulasi Matcha makin kuat.

Matcha pernah satu kali ke sekolah ini saat Blue-adik tirinya-meminta Matcha untuk menonton Blue dalam event menggambar. SMA Bakti Raya jadi tuan rumah. Blue menang dan dapat uang, pujian, hadiah dari Tante Ira maupun papa, dan hal lain yang tidak pernah Matcha punya.

Waktu itu, Matcha langsung berpikir bahwa hidup menjadi Blue sangat enak karena gadis itu terlihat sangat beruntung jika dilihat dalam segi manapun. Namun, dia juga tidak menyangka kalau ... berada di tubuh Blue sekarang. Wajahnya jadi bulat, tahi lalat di hidung juga hilang, ditambah dia pakai kacamata yang membuatnya tidak nyaman.

Matcha sangat ingat. Dia baru membuka paket, memainkan puzzle, dan tiba-tiba berada di depan loker milik Blue. Jadi, pasti puzzle itu titik masalahnya!

"Lo ngambil buku aja lama amat, Ru," protes Green. "Nunggu kayunya tumbuh dulu!?"

"Rapat sekarang beda nih. Semangat banget gue, pengen buru-buru balik," kata Green lagi. Pegangan Green terlepas saat mendekati sekretariat, ada tulisan Aksara Sastra yang menggantung di atas pintu kayu.

Matcha tidak menanggapi apa-apa. Dia melirik Green sebentar, kemudian berlari begitu saja. Saat Green menoleh dan akan kembali bicara, mulutnya yang sempat terbuka tertutup rapat lagi, hanya sebentar. Sebelum Green kembali meneriaki Blue dengan amat keras.

"BIRUUU!"

Matcha tetap berlari, tidak mempedulikannya sama sekali, lalu menaiki bus di halte depan sekolah menuju asrama Haryaka University. Saat Matcha masuk lewat gerbang Utara yang langsung menuju asrama, langkah Matcha terhenti di sisi pohon ketapang.

Pos masih terletak di dekat gerbang. Hanya saja, asrama yang dia tinggali masih berupa halaman kosong. Hanya ada satu bangunan yang dia ketahui sebagai asrama lama-asrama I-masih berdiri kokoh di sampingnya. Saat dia melihat satpam pun, bukan Pak Awan yang duduk di sana. Melainkan satpam dengan kumis lebar, satpam lama.

Napas Matcha masih terengah, membenarkan tali tas yang menurutnya sangat perempuan banget, backpack kecil merah muda dengan gantungan semangka pemberian papa saat Blue menang event menggambar di tingkat Nasional, yang sempat membuat Matcha iri.

Setelahnya, Matcha terburu-buru berlari ke arah asrama SMA Haryaka-SMA Matcha saat itu-yang ada di dekat kampus. Dia hanya perlu menyebrangi jalan dan berjalan sebentar dan akan langsung melihat gerbang utama dengan tulisan SMA Haryaka di setiap sisi tembok gerbang yang mengapit besi tua hitam.

Matcha terus memacu langkahnya menuju kamar paling bawah pojok, meskipun masih ada beberapa murid berkeliaran di sekolah yang menatapnya bingung saat melihat seragamnya.

Just Wanna Live in The PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang