Bab 1

1K 110 150
                                    

Matcha membuka matanya perlahan. Tubuhnya berjengit mundur saat melihat amplop dengan titik-titik darah kental yang dipegangnya. Amplop itu kini terlempar ke dalam sebuah kotak. Begitu Matcha menoleh, ada banyak loker berjejer. Tempat ini cukup asing baginya.

Ke mana menghilangnya semua barang-barang di asrama? Dia di mana?

"BLUE!" Ada suara berat laki-laki yang meneriaki nama Blue dari jauh. Tubuhnya berbalik, mencoba menoleh ke segala sisi. Namun, tidak kunjung menemukan Blue di manapun. Hingga, Green muncul dari balik tangga dan bergegas menghampirinya. Green berdiri tepat di hadapan Matcha dengan seragam SMA putih abu, lalu ... "Ke mana aja, sih, Blue?"

$$

Matcha masih mencoba memasang adapter ke laptop, sementara anggota kelompoknya berbaris dengan sendirinya di sisi Matcha sambil memasang senyum dan sesekali melihat materi mereka dari ponsel. Ruangan masih cukup berisik oleh bisikan mahasiswa lain yang hampir memenuhi kursi ruangan 11 itu. Matcha memperingatkan mereka bahwa presentasinya akan dimulai.

"Saya Matcha sebagai ketua kelompok 1, akan mempresentasikan pengorganisasian Basis data dengan anggota .... " Pandangan Matcha turun sebentar hanya untuk menekan tombol enter di sisi kanan keyboard laptop, pandangan tegasnya kembali terangkat pada audiens. Sudut bibirnya terangkat sedikit, "Saya sendiri."

Tiga anggota kelompoknya yang sudah berdiri di depan menatap Matcha kaget. Wajah mereka sama-sama pias. Teman kelas lainnya silih menoleh bingung, juga ada yang menatapnya ngeri. Namun, dosen yang mengambil duduk di kursi paling depan dekat mahasiswa berkacamata pun tidak membantah apa-apa. Jadi, Matcha menggeser ke slide berikutnya dengan title Sistem Pengorganisasian Database.

Begini hidupnya. Terus. Akan seperti ini. Melawan apa-apa yang tidak sesuai dengan keinginannya. Atau, mungkin, keinginan dan kewajiban yang seharusnya.

Matcha menyelesaikan presentasi hanya 35 menit. Gadis itu bergegas menutupnya selepas tidak ada lagi yang bertanya. Ketika yang lain sudah keluar, Matcha baru menggendong backpack biru tuanya yang sedari tadi tergeletak di kursi barisan kedua karena harus membereskan kelengkapan presentasi tadi. Kabel adapternya dia selipkan ke sisi kecil kantung tas.

"Cha? Gue tahu salah, tapi harusnya gak kayak tadi, lho! Kita bisa bicarain dulu, kan?" Nua, teman sekolompok Matcha, perempuan berkuncir kuda itu berjalan ke balik meja dosen agar bisa melihat Matcha sepenuhnya. Dua tangannya bertumpu ke meja. "Yang lain pasti punya perasaan yang sama kayak gue! Mereka gak berani aja bilang sama lo."

"Oh." Matcha mengangguk sekali. Bicara baik-baik. Matcha sangat paham dengan kalimat Nua. Maksudnya, merayu dia agar nama mereka tetap dipampang di PPT dan bisa ikut presentasi. Begitu?

"Oh?" Nua mengernyit. Tidak habis pikir dengan tanggapan barusan.

Tanpa mau repot-repot membalas lagi, Matcha melanjutkan langkahnya. Tiga langkah dia berjalan, tepat di tengah pintu, Nua menarik kemeja kota-kotaknya dan berteriak, "Lo kenapa hapus aja nama gue, hah? Kayak ... gue tuh apa, sih? Gak bisa, ya, didiskusiin dulu!? Pak Amar gak suka kasih tugas pengganti, nilai gue dan anggota lain bisa hancur."

Ya siapa suruh, udah diingetin juga gak dikerjain?

Matcha menyingkirkan tangan Nua dan tersenyum mengejek, mengingat tugas kemarin yang dia kerjakan sendiri. Mulai dari referensi jurnal, makalah, bahkan PPT-nya, yang akan menertawakan dia sepanjang hari jika Matcha tetap diam dan menurut, mengikuti alur mereka.

"MATCHAAA!"

Matcha membiarkan pekikan lantang Nua begitu saja, memilih berjalan melewati undakan anak tangga yang mendadak jadi tempat tongkrongan anak kelas lain.

Just Wanna Live in The PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang