gandhi terpaku. memikirkan sekali lagi hal gila apa yang akan dia lakukan selanjutnya, secara, belum lama ia baru saja mempermalukan dirinya dengan cara mengungkapkan perasaan tanpa rencana.
lututnya bagaikan mati rasa, mengangkat salah satunya saja tidak mampu. sedangkan ia sudah terlanjur berpijak di depan rumah milik seorang taruni yang tidak ingin ia temui saat ini.
"udah gila." terus menggerutu. bukan untuk siapa-siapa, melainkan dirinya. ulang-alik melirik arloji. yang melingkar sempurna di pergelangannya.
hampir jam tujuh teng. bisa jadi akan persis seperti yang ia bayangkan, atau justru di jam itu akan ada sesuatu yang diluar dugaannya. menerka-nerka si gadis akan keluar dari rumahnya atau tidak.
perasaannya campur aduk, hampir saja membuat gandhi merasa ingin mati di tempat saja menahan malunya.
belum sempat tenang, pintu utama rumah itu terbuka. menampakkan gadis yang rautnya tak kalah buyar.
sama. iya, sama-sama cemas cuman karena masalah percintaan. cuih.
ya, namun mau bagaimana lagi, semua pasti pernah mengalami. bahkan gandhi tau, apa yang biru rasakan tak jauh beda dengannya.
biru mendekati gandhi, berdiri tak jauh satu sama lain. melupakan kecemasan yang membatasi mereka kala itu.
lain dengan biru yang berusaha memberanikan dirinya, gandhi merasa ruang bebasnya seperti menyusut, membatasi pergerakkannya bahkan mengedip saja sulit.
lupa akan fakta bahwasanya indonesia yang kaya akan bahasanya, mengucapkan sepatah kata saja gandhi tak mampu.
"kak gandhi, aku minta maaf soal kemarin." suara si gadis membuka percakapan ketika mereka dibaluti hening.
gandhi gelagapan, ia sadar kalau dugaannya salah. kiranya biru cemas karena ungkapan darinya tempo hari, tapi justru gadis itu malah merasa bersalah padanya.
"k-kamu gak salah, biru. aku cuman─"
"─salahku gak sadar lebih awal, gak tanggung jawab sama perasaanku dan cuman anggap perasaanku itu cuman sebatasa perasaan kagum"
gandhi terpaku. wajahnya memerah melihat gadis itu tertunduk nelangsa.
"sekadar kagum atau lebih pun itu urusan kamu," suara gandhi kini mendominasi. biru menutup mulutnya yang tadi sempat terbuka ingin lanjut bicara rapat-rapat.
"selagi itu gak ngeruntuhin pertahananku, intinya aku ─"
"a-apa?"
"aku sayang sama biru, b-beneran" ucap gandhi dengan volume suara yang menurun drastis. "maaf, aku izin pulang"
"apa sih!"
gandhi terdiam di tempatnya berpijak. rasa ragunya yang bertubi-tubi membuatnya enggan berbalik dan menghampiri biru lagi.
"aku juga sayang sama kak gandhi, harusnya kak gandhi tau itu!"
kebiasaan biru, ia pun sudah hafal dengan baik. berharap barusan ia tak salah dengar.
pemuda itu membalikkan badannya. "bicara sekali lagi, biru"
"aku mau yang lebih istimewa dari pacar, kalau ada" gumam biru.
gandhi tersenyum simpul. puas. memikirkan seandainya ia tak datang, mungkin kesempatan ini yang akan ia lewatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[HOLD] CERITA DAUN DAN BUMI
Novela Juvenil❛ bumi pun tersadar, daun 'kan selalu ada lalu bersama buat dunia lebih indah ❜